Bab 162

2410 Kata

Ruang makan sudah mulai senyap. Cangkir teh di hadapan mereka tinggal separuh isinya, dan cahaya lampu gantung memantul lembut di permukaan meja kayu yang berkilat. Safira masih duduk di kursinya, memandangi suaminya yang tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri. Adrian tidak lagi berbicara tentang pesta atau Rendra. Pandangannya kosong, seperti menembus dinding ruang makan itu dan melayang entah ke mana. Safira memperhatikan gerak-gerik kecil itu, cara jari-jari Adrian mengetuk halus tepian cangkir, cara napasnya teratur, tapi dalam, seolah sedang menahan sesuatu yang ingin keluar. Ia diam beberapa saat sebelum akhirnya membuka suara. “Mas,” katanya pelan. Adrian menoleh sebentar, cukup untuk menunjukkan bahwa ia mendengar. Safira menarik napas pelan sebelum bicara lagi. Ada keraguan d

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN