Adrian berjalan tepat di samping brankar itu, seperti takut kalau ia berhenti sejenak, Safira akan semakin menjauh darinya. Tangannya tidak lepas dari jari Safira, meski jemari itu masih dingin dan tak bergerak. Ratna menyusul beberapa langkah di belakang. Matanya sembab, tisu di tangannya sudah basah. Dharma menggandeng bahunya pelan, tetapi Ratna tetap sesekali menunduk, menahan isak. Wijaya juga berada di sana, wajahnya lebih kaku dari biasanya. Tidak ada kata keluar dari bibirnya. Brankar berhenti tepat di depan pintu kamar yang sudah disiapkan. Wijaya berdiri di samping pintu, memberi isyarat agar mereka masuk. Ia tidak banyak bicara sejak tadi, tetapi dari cara ia mengatur semuanya, terlihat jelas ia ingin Safira mendapatkan tempat terbaik untuk beristirahat. Ruangan itu tenang. J

