Adrian tidak menunggu jawaban dari Wijaya. Ia tahu, tidak ada lagi yang bisa dikatakan. Wijaya sudah kalah sejak awal, dan sekarang hanya tinggal waktu sebelum semuanya resmi berakhir. Dengan ekspresi dingin, Adrian mengambil map berisi dokumen dari meja dan menepukkannya ringan, lalu menatap singkat ke arah Wijaya yang terdiam seperti patung. "Aku tunggu besok pagi di kantor pengacaraku. Semua berkas harus sudah ditandatangani, Pak Wijaya," ucapnya datar. Tanpa memberi kesempatan untuk membalas, ia berbalik menuju pintu. Namun, Safira segera melangkah maju, menghalangi jalannya. “Mas, tunggu dulu. Tolong jangan pergi seperti ini.” Suaranya bergetar, tapi tatapannya memohon. “Kita bisa bicara, kan? Kita bisa perbaiki semuanya.” Adrian berhenti, tapi tidak menoleh. “Tidak ada lagi yang b

