Mobil itu melaju pelan di jalan utama yang mulai sepi. Lampu-lampu kota menyorot kaca depan dengan warna kuning keemasan, berganti-ganti setiap kali mobil melewati tiang penerangan. Di dalamnya, suasana terasa berat. Tidak ada suara selain dengung mesin dan tarikan napas tertahan dari Safira yang duduk di kursi penumpang. Safira memeluk tas kecil di pangkuan, jemarinya menggenggam erat, seolah takut sesuatu akan lepas. Dari ujung matanya menetes air bening yang segera ia hapus dengan cepat. Tapi, tak peduli seberapa sering ia menyeka, air itu selalu datang lagi, jatuh pelan di pipi. Suara isaknya kecil, nyaris tidak terdengar, tapi cukup untuk memecah kesunyian di antara mereka. Adrian tetap menatap ke samping, ke luar jendela. Ia mendengar tangisan itu, tentu saja. Tapi, kali ini tidak

