“Aaggh ….” Awan melengkuh, kembali menutup kedua mata yang belum lama bangun. Sedikit meringis merasakan nyeri dan sakit yang tentu baru pertama kalinya ia rasakan. Ah, bukan juga sih. Ini udah yang ketiga kali perutnya dijahit. “Minum?” tawar Anton yang tetep nemenin Awan sampai detik ini. Awan mengangguk samar, lalu menyesap minuman dengan bantuan sedotan. Dia menoleh, menatap ke arah papinya yang ada di ranjang tak jauh darinya. “Gimana keadaan papi?” “Udah lewat masa kritis. Tinggal nunggu sadar aja.” jawab Anton sembari meletakkan botol minum di atas nakas. Awan mendesah panjang, ada yang teramat lega. “Syukurlah kalo ginjalnya bisa cocok.” Lirihnya berucap. “Gimana kak Marisa?” Anton tersenyum dengan bangga. “Urusan kalo udah lo serahin boss Marisa, udah pasti lolos.” Awan ikut