Mendengar jawaban Awan, Iqbal dan Nisa saling pandang. Mereka berdua seperti berbicara melalui tatapan mata. detik kemudian, keduanya menatap Awan yang terlihat menahan emosi, sampai kedua mata bocah ganteng itu memerah, lalu berkaca dan melengos dengan tangan yang mengusap bagian mata. “Nggak jauh dari sini ada ATM. Saya tarik uang di sana ya, Om. Tolong tunggu sebentar.” Ngomongnya, lalu melangkah menuju ke gedung bank yang memang nggak terlalu jauh. “Nak,” panggilan Nisa membuat langkah kaki Awan terhenti. “Uumm, nanti kita bicarakan soal itu. Uumm, kita ngobrol sebentar saja.” Iqbal mendekati Awan, menepuk pundaknya pelan. “Masuklah ke mobil. Om akan traktir kamu makan malam. Sekalian ada yang ingin om tanyakan tentang … uumm rumah itu.” Awan mengulas senyum tipis. “Itu bukan rumah