Hari berlalu begitu lambat untuk Selly yang berada di titik berduka dan merasa paling menderita sedunia. Namun, keadaannya tak separah empat hati yang lalu. Sekarang ini dia sudah mau keluar kamar, sudah mau memegang sapu dan mau mencuci baju juga. Dia juga sudah bisa merasakan perut yang lapar, walau kebiasaannya belum bisa kembali seperti dulu. “Yuna,” serunya lirih melihat mobil yang sudah tak asing baginya berhenti di pinggir jalan sana. Selly melangkah keluar, berdiri di teras rumah. Pintu bagian depan terbuka, lalu Yuna keluar dengan tas yang melingkar di d**a. Satu tangannya menenteng paper bag. Detik kemudian mobil dibagian kemudi dibuka, Pangeran melepaskan kaca mata, sedikit berjongkok untuk menyimpan kaca mata berwarna hitam itu di dalam mobil. Lelaki berfisik sempurna itu men