Waktu terus berlalu. Sudah tak terhitung berapa kali Mita mondar-mandir ke depan pintu dan menyibak gorden kaca untuk melihat keluar. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 20.00 malam dan sampai detik ini Daffa belum juga pulang ke rumah. Mita pun menatap gelisah. Makan malam yang sudah tersaji di atas meja pun sudah dingin. "Kenapa dia belum pulang juga," desisnya pelan. Mita beranjak duduk di sofa dan mencoba kembali menghubungi Daffa. Tetapi nomor handphone suaminya itu tidak bisa dihubungi. Mita pun semakin cemas dan khawatir. Wajar saja, tadi Daffa mengatakan bahwa dia akan pulang tepat waktu. Terlebih dia juga membawa motor dan tentu seharusnya Daffa bisa tiba di rumah lebih cepat. Mita mengembuskan napaa gusar, lalu menyapu wajahnya dengan telapak tangan. Tak lama setelah itu dia