RSH.05 DADDY TIDAK INGIN BERTEMU DENGANMU
Natalie Scott
"Pulanglah denganku, merindukan kalian, ingin kita kembali hidup bersama."
Meski Hans Beufort telah pergi dari satu jam yang lalu, kata-kata yang ia ucapkan tadi masih terngiang dengan samar di telingaku dan melekat dalam ingatanku. Ia mengajakku untuk pulang bersamanya ke rumah yang telah kami tempati selama beberapa tahun, namun aku tidak ingin. Ia mengatakan bahwa ia merindukan aku dan juga putrinya, namun rasa rinduku terhadapnya telah lama hilang. Dan ia juga ingin kami berdua kembali hidup bersama seperti dulu, namun aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama dengan hidup menderita. Aku rasa semua keinginan yang ia ucapkan dengan penuh harapan hanyalah mimpi belaka.
Dulu aku memang sangat mencintainya. Bahkan karena mencintainya, aku rela meninggalkan keluargaku dan juga kehidupanku yang serba berkecukupan. Awalnya aku memang merasa bahagia karena bisa menikah dengan pria yang aku cintai. Namun setelah menjalani kehidupan berumah tangga bersamanya selama beberapa tahun dan hidup dalam kekurangan, membuatku merasa sangat menderita. Sehingga aku menyadari bahwa hidup ini tidak bisa hanya bermodalkan cinta. Cinta memang penting dalam menjalin sebuah hubungan. Namun rumah tangga dengan situasi finansial yang kacau alias hidup miskin dan serba kekurangan, akan berujung pada kesengsaraan. Seperti yang aku alami sebelum pergi dari rumah yang tak layak huni itu.
Bukannya aku tidak bersyukur dengan suami yang sangat baik dan selalu ingin membahagiakanku seperti Hans Beufort. Juga bukannya aku ingin mengingkari janji suci pernikahan yang telah kami ucapkan dulu. Namun sebagai wanita biasa, kesabaranku habis setelah menjalani hidup yang serba kekurangan selama bertahun-tahun. Aku ingin bahagia seperti dulu, dimana segala hal yang aku inginkan dapat terpenuhi. Aku juga ingin hidup normal seperti dulu saat aku masih menjadi putri kesayangan keluarga Scott dan sebelum menjadi seorang istri dari Hans Beufort. Menikah dengan seorang Hans Beufort benar-benar membuat jalan hidupku berubah begitu banyak. Dan perubahan yang begitu drastis itu membuatku menderita dan memilih untuk pergi saat merasa lelah. Ya, aku pergi meninggalkan suamiku itu karena tidak sanggup lagi hidup miskin bersamanya.
"Hei... Apa yang kamu lamunkan, Natalie?" Terdengar suara seorang pria yang begitu familiar dari arah belakang.
Mendengar suara yang tidak asing itu membuatku dengan spontan menoleh ke belakang. Terlihat kakakku Nelson Scott yang baru saja menuruni anak tangga berjalan menuju ruang tengah tempat ku berada saat ini. Dengan nada kaget aku berkata, "Suara Kakak membuatku kaget."
Nelson Scott tersenyum miring mendengar ucapanku. Saat ia telah berada di ruang tengah dan duduk di sofa yang ada di seberangku ia kembali bertanya, "Apa yang sedang kamu lamunkan, Natalie? Apa kamu mengingat suamimu?"
"Ti-tidak. Aku tidak melamun."
"Lidahmu memang bisa berbohong, Natalie. Tapi tidak dengan matamu."
"Aku tidak memikirkannya."
"Kamu memang mengatakan bahwa kamu tidak memikirkannya. Tapi wajah dan matamu terlihat sedang memikirkannya. Sudahlah... Jangan dipikirkan lagi. Pria sepertinya tidak pantas untuk dipikirkan, apa lagi dijadikan suami. Bukankah dari awal aku tidak pernah menyetujui pernikahanmu dengannya?"
Aku hanya diam saat mendengar ucapan kakakku Nelson Scott yang mengetahui pikiranku. Dari aku masih kecil hingga sebelum aku menikah dengan Hans Beufort, hubungan kami sangat dekat layaknya kakak adik yang saling menyayangi dan memahami. Ia sangat tahu bagaimana diriku. Sehingga sulit bagiku untuk berbohong padanya yang tahu jalan pikiranku. Dan aku tidak bisa memungkiri apa yang baru saja ia ucapkan padaku.
Belum sempat aku menanggapi ucapannya yang seolah sangat tahu tentang pikiranku, Nelson Scott kembali bersuara, "Apa kamu menyesal?"
"Maksud Kakak?"
"Apa kamu menyesal karena telah kembali pulang dan meninggalkannya?"
Aku terdiam beberapa saat mendengar pertanyaan yang cukup membuatku tersentak itu. Sebagai seorang istri dan pernah hidup bersama Hans Beufort cukup lama, ada sedikit keraguan di hatiku. Pindah ke rumah tempat dimana aku dibesarkan ini memang pilihanku. Namun meninggalkan Hans Beufort dengan status masih sebagai istrinya, membuatku merasa sedikit bersalah. Sedangkan hidup dalam keadaan yang menurutku tidak menyenangkan, membuatku sangat menderita dan harus memilih jalan berpisah. Karena sampai kapanpun keluarga Scott tidak akan pernah menerimanya. Dan Hans Beufort sendiri pun juga tidak ingin hidup di bawah tekanan keluargaku. Sehingga berpisah adalah satu-satunya jalan terbaik untuk kami berdua.
"Kenapa kamu diam, Natalie? Apa kamu tidak berani menjawab pertanyaanku?"
"Bukannya aku tidak berani menjawab pertanyaanmu, Kak. Tapi aku hanya tidak menyangka bahwa kamu akan memberiku pertanyaan seperti ini. Padahal aku sudah cukup lama tinggal di sini."
"Aku bertanya padamu karena melihat sikapmu yang sedikit berubah setelah bertemu dengannya."
Aku kembali terdiam tanpa tahu harus berkata apa. Dan Nelson Scott yang masih duduk di hadapanku tak berhenti bicara. "Sampai kapanpun keluarga kita tidak akan pernah bisa menerima keberadaan Hans. Jadi berhentilah berharap banyak, Natalie. Suamimu itu tidak akan pernah menjadi bagian dari keluarga Scott. Selain itu ia juga bukan dari kalangan atas. Ia hanya berasal dari keluarga yang derajatnya jauh di bawah kita. Jadi ia tidak akan mungkin bisa menyamai kita. Aku pastikan itu!"
Melihat wajah angkuh Nelson Scott saat bicara membuatku merasa tidak nyaman. Dengan perasaan sedikit kesal aku berkata, "Aku sangat tahu kalau Kakak tidak menyukai Hans. Tapi... Bisakah Kakak bicara dengan nada yang biasa saja? Aku akui bahwa ia memiliki banyak kekurangan untuk dijadikan menantu dari keluarga Scott. Meski begitu Kakak juga harus menyadari bahwa ia adalah suamiku dan ayah dari putriku."
"Wow... Ternyata kamu masih mencintainya, Natalie. Buktinya kamu baru saja membelanya." Nelson Scott bicara dengan senyum miring.
Dengan perasaan semakin kesal aku menjawab, "Tidak. Aku hanya tidak suka mendengar ucapan Kakak yang terlalu merendahkannya."
"Aku tidak merendahkannya, Natalie. Aku hanya bicara fakta. Aku mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dan tidak mengada-ada. Mestinya kamu harus mengakui itu."
"Aku tidak memungkirinya, Kak. Aku hanya tidak menyukai ucapan Kakak yang begitu merendahkannya."
"Aku rasa tidak ada yang salah dengan ucapanku."
"Memang tidak ada yang salah. Tapi bagaimana kalau Nessa mendengar ucapan Kakak?"
"Tidak masalah. Ia juga harus tahu kalau Daddy nya adalah orang yang payah dan tidak bisa membahagiakanmu. Ia pasti akan lebih bahagia tinggal di sini dari pada tinggal bersama Hans yang miskin itu."
"Kakak, cukup! Aku..."
Belum selesai aku bicara, aku mendengar suara teriakan Nessa Beufort putriku dari arah lain ruangan memanggil namaku, "Mommy..."
"Ya, Sayang." Aku menjawab sambil mengatur ekspresi wajahku. Sedangkan Nelson Scott yang masih duduk di posisi semula memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menutupi wajah kesalnya. Dan saat Nessa Beufort telah berada di dekatku, aku kembali bersuara, "Ada apa, Sayang? Apa kamu membutuhkan sesuatu?"
Nessa Beufort bergerak mengambil posisi duduk di pangkuanku. Dengan nada merengek ia berbalik bertanya, "Mom, kenapa Daddy tidak menungguku turun? Bukankah tadi Daddy telah sampai di depan gerbang rumah? Kenapa Mommy tidak menyuruh Daddy masuk?"
"Daddy mu tidak akan pernah masuk ke rumah ini, Nessa. Ia..." Nelson Scott menjawab dengan wajah acuh tak acuh.
Aku yang merasa tidak senang dengan jawaban kakakku itu dengan segera memotong pembicaraannya, "Nessa, tadi Daddy hanya mampir sebentar. Ia sangat sibuk. Jadi tidak bisa menunggumu hingga kamu turun dari lantai dua."
"Apakah Daddy tidak ingin bertemu denganku?"
"Ya, sepertinya begitu."
"Kenapa? Kenapa Daddy tidak datang menjemput kita Mommy? Aku pikir Daddy datang untuk menjemput kita."
"Tidak, Sayang. Daddy datang bukan untuk menjemput kita. Daddy datang hanya untuk mampir sebentar. Ia terlalu sibuk untuk bisa menjemput kita pulang."
"Kenapa? Apa Daddy tidak menyayangiku lagi? Apa Daddy tidak ingin bermain dengan Nessa lagi?"
"Daddy sibuk, Sayang."
"Sampai kapan Daddy sibuk, Mommy?"
"Mommy tidak tahu."
Nessa Beufort semakin mengerucutkan bibirnya dengan wajah yang memerah. Saat aku menatap wajahnya, terlihat air matanya yang tertahan seolah sedang memendam kesedihan. Dengan suara yang serak ia berkata, "Mom... Aku ingin bertemu Daddy."
"Tapi Daddy tidak ingin bertemu denganmu."