Sebagai Ipar

1807 Kata
Pandangan semua orang tertuju pada sosok itu, tak terkecuali dengan Flora. Sementara mata Agni terlihat berbinar, Flora tersenyum getir menyadari sosok pria yang saat ini ada di hadapannya. "Mas Fatih." Mulut Flora terbuka tanpa mengeluarkan suara. Cukup lama Flora dan Fatih saling berpandangan, hingga suara Lidya membuat kesadaran dua insan itu kembali. "Fatih, buruan masuk Nak! Sini, kenalan dulu sama anak temennya Mama," seru Lidya. "Iya Ma." Setiap langkah Fatih membawanya kian dekat dengan meja yang telah dikelilingi keluarganya juga keluarga yang digadang-gadang akan menjadi mertuanya. 'Dewi keberuntungan memang selalu berpihak padaku. Lihat bagaimana takdir membuatku mendapatkan lelaki yang memang telah aku impikan. Dan kau Flora, selamat atas kegagalanmu, lagi-lagi aku selalu menang dan selalu unggul dibandingkan denganmu,' batin Agni. Gugup, cemas, juga semua perasaan berkumpul menjadi satu di hati Fatih. Setelah satu per satu anggota keluarga Flora ia salami, dia pun duduk di samping adiknya. "Jadi ini yang namanya Fatih? Tante udah denger banyak hal tentang kamu lho, mamamu sering cerita sama Tante," celetuk Adel. "Iya Tante." "Nah, karena sekarang kita udah kumpul, gimana kalau sekarang kita makan malam dulu aja, nanti tinggal kita bahas masalah perjodohan ini lagi," usul Lidya. Baik Flora maupun Fatih sama-sama tak menikmati jamuan makan malam itu sama sekali. Flora sebisa mungkin menghindari tatapan pria yang pernah dekat dengannya itu. Lain halnya dengan Fatih yang sedari awal memasuki ruangan memang fokusnya tertuju pada Flora. "Nah, jadi gimana nih? Mama mau denger pendapat Fatih sama Agni. Kira-kira mau bagaimana kelanjutan rencana ini?" Lidya menyenggol lengan putranya. "Ditanyain sama Tante Adel lho." Fatih mengulum senyum, sebuah senyum yang dipaksakan. "Kalau Fatih nurut apa kata mama aja Tante, Fatih percaya sama pilihan Mama." "Jadi kamu setuju dengan perjodohan ini?" Tanya Adel memastikan. Fatih mengangguk sebagai jawaban. "Kalau Agni gimana?" Lidya menanyai gadis berbaju merah itu. Sama. Agni pun mengangguk malu-malu. "Ya Tante." "Ya apa Sayang? Bicara yang jelas," timpal Adel. "Aku mau jadi istrinya Mas Fatih," jawab Agni, tersipu. "Syukurlah kalau begitu." Semua orang bernapas lega, kecuali Fatih. Perasaannya kacau balau. Dia tak bisa membayangkan jika nantinya dia hidup satu atap dengan wanita yang dicintainya, tapi hanya ditakdirkan untuk menjadi adik iparnya saja. Namun, semuanya sudah terjadi. Sekuat apapun Fatih berusaha menerima kenyataan, rasanya tak mudah baginya untuk melupakan Flora begitu saja. Satu sisi ia sangat ingin egois dengan tetap mempertahankan perasaannya terhadap Flora, tapi di sisi lain dia tak mungkin menolak keinginan dari wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Rasa sayangnya yang teramat mendalam pada Lidya tak mungkin membuatnya tega mengecewakan atau bahkan menyakiti wanita itu. "Jadi, karena kalian berdua telah sama-sama setuju untuk menerima perjodohan ini, maka kita perlu membahas lebih lanjut mengenai pernikahan kalian. Menurut Jeng Adel gimana?" Tanya Lidya. "Kalau menurut saya sih sebaiknya mereka segera dinikahkan saja, dari pada mengundur waktu. Bukankah hal baik harus segera dilaksanakan," usul Adel. "Ya, saya juga maunya begitu. Bagaimana dengan para bapaknya anak-anak?" "Saya setuju saja, lebih cepat mereka dinikahkan akan lebih baik," sahut Panji. "Saya juga setuju," Bowo menimpali. Para orang tua kembali melanjutkan perbincangan serius mereka mengenai rencana pernikahan anak-anak mereka yang rencananya akan digelar dalam waktu dua Minggu lagi. "Ya sudah, berhubung sudah malam, kita akhiri acara ini. Fatih," panggil Lidya. "Ya Ma?" "Kasih cincin yang kamu siapin buat calon istri kamu sebagai tanda kalau kamu telah mengikatnya," ujar wanita berusia setengah abad itu. "Iya Ma." Fatih berdiri, merogoh saku celananya dan mengambil sebuah logam mulia bertahtakan berlian lima karat dari dalam kotak beludru. Dengan tangan bergetar, Fatih menyematkan cincin itu di jari manis Agni. 'Ah, akhirnya. Tuhan emang baik banget sama aku. Nggak perlu aku susah payah mengejar Fatih, dia sendiri yang datang padaku. Kasihan banget nasib kamu Flo ... Flo, aku doain semoga kamu nggak jadi perawan tua ya," Agni membatin. Semua orang memberikan tepuk tangan begitu Fatih selesai memakaikan cincin di jari manis Agni. Mereka bersalaman satu sama lain sebelum pulang. "Fatih, apa nggak sebaiknya kamu sama Agni pulang nanti aja, jadikan ini sebagai proses pendekatan sebelum kalian menikah," saran Lidya. Seperti sebelum-sebelumnya, Fatih akan patuh pada setiap ucapan ibunya. "Ya udah kalau gitu, kami semua pulang dulu ya," pamit Adel. Fatih masih setia menatap punggung gadis bergaun hitam yang sedang mendorong kursi roda ayahnya. "Nanti Mama aja yang nyetir ya, Flora mau di belakang aja sama Ayah," kata Flora. "Iya." Mereka melanjutkan perjalanan menuju tempat parkir. Fatih merasa canggung luar biasa. Ditinggal berdua dengan gadis yang sama sekali belum dikenalnya, juga memikirkan tentang Flora, sungguh rasanya kepalanya seperti akan meledak. "Kita udah pernah ketemu sebelumnya, jadi nggak usah formal kali ya," cetus Agni. Fatih mengangguk, sebelah tangannya memainkan gelas berkaki berisi cairan merah. "Aku nggak nyangka kalau ternyata aku bakalan nikah sama mantan pacar adik tiri aku sendiri," kata Agni. "Kita nggak pernah tahu dengan siapa kita akan berjodoh," sahut Fatih. "Iya, kamu benar." "Nanti, setelah menikah aku mau kita tinggal di rumah yang terpisah dari rumah orang tuamu maupun rumah orang tuaku." Agni menatap penuh selidik. "Kenapa? Jangan bilang kamu mau menghindari Flora." "Jika memang itu alasannya, aku bisa saja menolak perjodohan ini. Aku mau kita lebih fokus dengan saling melakukan pendekatan. Kau tahu sendiri latar belakang pernikahan kita, dua Minggu itu tak cukup untuk kita saling mengenal karakter masing-masing," beber Fatih. Agni tertegun mendengar penuturan lelaki berkemeja maroon itu. Tadinya dia sudah menuduh Flora sebagai biang keroknya, tapi kemudian dia dapat memahami maksud Fatih. Namun, hati manusia siapa yang tahu selain orang itu sendiri dan juga Tuhan. Fatih memang sengaja menghindari Flora karena takut tak bisa mengendalikan perasaannya pada gadis itu. Terlalu rumit, dan pastinya tak akan semudah yang dibayangkan. Fatih hanya sedang berusaha berdamai dengan takdir, membiarkan tangan Tuhan menuntunnya pada jalan kehidupan yang harus dia lalui. "Kamu kerja di mana?" "Rajasa Corporation. Cuma perusahaan kecil yang baru berkembang, nggak seperti perusahaan kamu." "Kamu terlalu merendah. Memang siapa yang nggak tahu sepak terjang perusahaan Rajasa? Lho, bukannya kita ada beberapa kerja sama ya?" Agni mulai antusias ketika teringat tentang kerja sama antara perusahaannya dengan perusahaan Fatih. "Ya memang. Sementara baru dua proyek kerja sama kita yang udah berjalan," balas Fatih. "Seneng banget ternyata kita bisa kerja sama." "Semoga ke depannya kita bisa sama-sama memajukan perusahaan." "Sekaligus memajukan hubungan kita pastinya," imbuh Agni yang hanya dibalas senyuman oleh Fatih. "Sebagai calon suamimu, apa boleh aku mengajukan satu permintaan?" "Apa itu?" Air muka Agni berubah menjadi serius. "Mulai detik ini, aku minta kamu benar-benar memutuskan hubunganmu dengan Sakti," cetus Fatih. Deg. Agni gelagapan. "Hm, ya. Udah pasti, kalau soal itu kamu tenang aja, lagian aku sebenarnya nggak pacaran kok sama dia," balas Agni. "Maksudnya? Aku lihat sendiri beberapa kali kamu dibonceng dia," desak lelaki itu. "Iya emang bener, tapi sumpah aku nggak pacaran sama dia. Aku sengaja deketin dia cuma buat manasin Flora doang." "Manasin Flora?" "Iya, mereka berdua kan sebenarnya saling mencintai, tapi sama-sama gengsi untuk mengakui. Flora itu aslinya nyebelin, aku nggak suka sama dia karena dia itu selalu mendapatkan apa aja dengan mudah." Menyadari dirinya telah keceplosan, Agni pun salah tingkah. 'Benar kata Vita, dia ini cewek jahat.' "Sorry Mas, aku nggak sadar tadi ngomong apa. Sebaiknya kita nggak usah bahas dia lagi ya." Fatih mengangguk. Keterdiamannya membuat suasana hening terasa begitu mencekam. *** Jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari. Udara terasa dingin akan tetapi Flora masih enggan meninggalkan balkon. Berdiri di dekat pembatas sambil menyaksikan temaram purnama yang menyirami malam. Pikirannya masih sibuk mengembara, mencoba menelaah kejadian demi kejadian yang menimpanya. Ada sebersit rasa lelah menjalani kehidupannya yang terasa monoton. Ah, seandainya saja dia bisa pergi dengan bebas. Setidaknya dia bisa memilih di mana dia akan bekerja, menjalani kehidupannya dari nol di tempat yang baru. Namun, sayangnya Flora tak bisa melakukan itu. Panji membuatnya bertahan di tengah ketidakpastian hidupnya. Meraih gawainya, Flora sempat berselancar di dunia maya sebelum dia memejamkan mata. Tring. Satu pesan masuk. Belum tidur? Flora bingung harus membalas pesan itu atau tidak. Cukup lama dia menatap layar tanpa tahu harus berbuat apa. Maaf ya, aku nggak tahu ternyata kita kembali dipertemukan sebagai ipar. Flora masih bergeming. Dia merasa bersalah ketika calon kakak iparnya mengiriminya pesan. Apa yang akan dilakukan Agni jika sampai tahu dirinya masih menyimpan kontak Fatih? Kenapa bukan denganmu saja aku dijodohkan Flo? Melihat status Fatih sedang mengetik, maka buru-buru dia mematikan ponselnya. Berulang kali dia menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan gejolak yang kembali melanda. Sementara di sisi lain. Seorang pria terjaga sepanjang malam, pertemuannya dengan calon istri malah kembali menimbulkan perasaan yang sedang berusaha dia kubur. Perasaan pada wanita yang terasa jauh untuk digapai. "Apa yang harus aku lakukan Flo? Aku tidak mungkin mundur setelah semua ini terjadi. Satu kali saja, kau mengatakan cinta, mungkin aku akan memperjuangkanmu. Sayangnya aku tahu, bukan namaku yang terukir di hatimu." Malam makin merambat, tak peduli seberapa keras Fatih berusaha memejamkan matanya, dia tetap tak bisa tidur. *** Flora memakai sepatunya, lalu turun ke bawah untuk sarapan bersama keluarga besarnya yang telah menunggu di meja makan. "Anak perempuan kok ya bangunnya siang banget Flo," tegur Adel. "Maaf Ma, kemarin aku berasa capek banget." "Beneran capek, apa karena faktor lain," sindir Agni. "Lain kali kalau kamu bangun siang lagi, Mama akan hukum kamu!" "Ma," desis Panji. "Bukan cuma Flora aja Mas yang aku hukum, Agni juga. Mereka itu harus dididik dengan baik biar nanti kalau udah nikah mereka bisa disiplin dan bertanggung jawab." Panji menggelengkan kepalanya. Terkadang dia dibuat heran dengan kelakuan istrinya yang sebentar baik, lalu detik berikutnya berubah menjadi sangat jahat. Panji bahkan masih ingat bagaimana Adel mengancamnya sewaktu di rumah sakit dulu. Jika memikirkan hal itu sungguh membuat kepalanya pusing. "Ya Ma, Flora minta maaf," cicit Flora. "Udah sekarang buruan sarapan! Jangan sampai telat ke kantor," ujar Adel. "Lagian kenapa nggak Mama kasih Flora mobil sih? Agni aja ke mana-mana pakai mobil," protes Panji. "Biaya pengobatan kamu nggak sedikit Mas." "Astaga, tapi bukan berarti sampai membuat kita miskin kan?" "Udah Yah, sarapan ya. Nggak baik mengawali hari dengan meributkan hal kecil seperti ini. Aku nggak apa-apa kok," kata Flora. "Tuh, kamu denger sendiri kan Mas? Flora aja nggak keberatan," sahut Adel. Panji mendengus kesal. Menghadapi istrinya yang seperti orang dengan kepribadian ganda cukup membuatnya lelah. Bukan hanya fisik saja, tapi hatinya juga. Masing-masing orang kembali fokus dengan isi piring di hadapannya. Flora melirik ponselnya ketika layar benda pipih nan canggih itu berkedip. Aku udah nunggu di luar. 'Mau apa lagi dia sebenarnya,' Flora membatin. Bersambung .... *Happy reading Dears. Oh ya, tolong kalian kasih komentar ya kalo misalnya ada tulisanku yg salah atau typo gitu, biar aku tahu. Kadang pas edit aku suka kurang teliti, jd harap maklum. Semoga suka dengan ceritanya ya, dan buat yg belum follow akunku, kalian follow jg dong biar gak ketinggalan info. Aku jg punya satu cerita yg baru bgt netas, cerita Romance Religi gitu yg menceritakan tentang pengkhianatan. Sementara baru 3 bab, kalian bisa ❤️ dulu biar gak ilang. Salam sayang buat kalian, Saranghae ❤️❤️❤️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN