Flora masih setia menatap gundukan tanah basah bertabur aneka kelopak bunga itu. Sisa-sisa hujan di wajahnya mengiringi setiap proses pemakaman sang ayah, bahkan sesekali air matanya makin banjir seperti ketika saat tubuh pria yang menjadi cinta pertamanya itu ditimbun tanah. Tak ada kata yang dapat melukiskan betapa hancurnya perasaan Flora saat ini. Satu-satunya belahan jiwa yang tersisa juga telah menghadap Sang Pencipta, menyisakan dia sebatang kara. Andaikan saja tak ada Sakti, mungkin Flora lebih memilih untuk menyusul orang tuanya menuju alam keabadian ketimbang hidup sendiri. "Sayang." Sakti menjadi orang pertama yang selalu setia di sisi Flora. Ia tak berani meninggalkan istrinya barang semenitpun. "Mas bilang ayah udah bahagia kan? Ayah udah nggak sakit lagi?" Tanya Flora.