Rafi Bunyi bel pintu menjadi penyelamat kecanggungan. Suci bergegas ke luar kamar. Aku lirik jam dinding, baru jam setengah delapan, masih terlalu pagi untuk jam bertamu. Derap langkah tergesa terdengar ke telingaku, aku tahu siapa pemilik langkah kaki itu. “Assalamualaikum… Rafiii…, kenapa kamu nak?” tuh kan, tepat dugaanku, mama dengan segala kehebohan dan kepanikannya langsung menghambur ke ranjang, memelukku, memeriksa kening dan pipiku. Papa yang mengikuti di belakang mama hanya bisa geleng kepala. “Mah, yang ada Rafi bakalan tambah sakit kalau mama seperti itu.” Papa menarik tubuh mama agar sedikit menjauh dariku. Hufft, akhirnya aku bisa bernafas lega. Sebentar, kenapa Suci tidak ikut masuk? Ke mana dia? Mataku menatap jauh ke belakang tubuh papa, ke arah pintu kamar, berhar