Mirabell menatap bangunan di sekelilingnya. Hexa benar-benar mengantarnya ke ruangan ketua. Gadis itu mengatakan kedatangannya pada seseorang yang memiliki aura dan wajah seperti Felix. Tunggu! Apakah dia ayahnya Felix? Tapi bagaimana mungkin Felix tidak bisa masuk ke sini jika ayahnya berada di sini. Tapi lelaki itu terlalu persis dengan Felix. Kenapa Mirabell jadi ingat Felix sekarang. Apakah dia kembali dengan selamat? Ah, Mirabell tiba-tiba saja merindukan teman-temannya dan Steve.
"Apa kau yang bernama Mirabell?" gumam pria itu menatap Mirabell. Sama seperti Felix tapi lelaki ini terlihat memiliki sisi yang sama dingin, mengintimidasi tapi senyumnya secerah matahari.
"Iya," gumam Mirabell.
"Kau bisa tunggu di luar, Hexa, aku ingin bicara dengan Mirabell sebentar," gumam lelaki itu. Mirabell melirik ke arah Hexa memberi kode bahwa dia tidak mau ditinggal sendiri. Demi apapun ruangan ini terasa menakutkan jika Mirabell harus berada di sini sendiri. Ini seperti ruangan kepala sekolah yang disegani para siswa.
Mirabell mendengar dari Hexa bahwa ketua adalah jabatan tertinggi di sini. Kalau di Jakarta mungkin seperti pemilik dan juga kepala sekolah. Lelaki itu bernama Venn, Mirabell juga tahu dari Hexa. Dia menceritakan banyak hal sebelum mereka berdua berakhir di sini.
"Tidak apa-apa. Aku akan menunggu di luar," ujar Hexa mencoba menenangkan Mirabell. Tapi gimana Mirabell bisa tenang bambang, rasanya seperti akan sidang atau penerimaan rapor, sebuah momen menakutkan sekaligus mendebarkan.
"Kau tidak berubah Mirabell, kau tumbuh dengan baik, " Gumam Venn.
"Hah gimana?" ujar Mirabell tak paham dengan maksud perkataan Venn. Lelaki itu memandang Mirabell datar. Lalu dia berjalan menuju kursi di belakang meja kerjanya.
"Duduklah." Dia memerintah Mirabell dengan halus. Karena dia murid baru di sini terpaksa dia menurutinya. Jujur dalam hati gadis itu merasa takut. Bagaimana tidak, berdiri berjauhan saja sudah membuat lututnya lemas apalagi harus duduk di hadapannya. Tentu saja rasanya pasti akan seperti disidang dan Mirabell tidak suka. Tapi dia tidak bisa menghentikan langkah kakinya berjalan ke arah kursi lalu duduk di atasnya. Mirabell duduk setenang mungkin meski gadis itu tidak bisa berhenti bergerak karena gugup.
"Apa Anda mengenal saya?" Tanya Mirabell ragu. Dia memilih menggunakan bahasa formal karena dia sedang berhadapan dengan orang yang lebih tua. Venn menghentikan aktivitasnya dari mencoret sebuh daun kering tebal yang seperti buku di hadapannya.
"Tentu saja," tukas Venn.
"Bagaimana bisa?" Mirabell melebarkan pandangannya. Gadis itu ingat siapa saja yang dia temui di Quantrum Tetranum. Tidak banyak orang jadi tidak mungkin kalau dia pernah bertemu dengan Venn dan dia tidak mengingatnya.
"Aku bahkan sudah mengenalmu sejak lama," tukas Venn yang membuat Mirabell semakin penasaran.
"Tolong kalau spill sesuatu jangan setengaj-setengah nanti p****t anda kelap-kelip," gumam Mirabell kesal. Venn tidak tahu apa maksud Mirabell tapi lelaki itu tertawa. Gadis ini benar-benar tidak berubah. Dia benar-benar gadis yang Quantrum Tetranum butuhkan saat ini. Pantas saja jika Quantrum Tetranum memangilnya secara tiba-tiba.
"Sejak kapan Anda mengenal saya?" ujar Mirabell semakin penasaran. Tapi Venn memilih mengangkat bahunya. Terlalu dini jika dia tahu tentang dirinya yang sebenarnya. Karena itu lelaki itu memilih diam. Kelak Mirabell akan tahu alasan Quantrum Tetranum memanggilnya dan dia akan menemukan ribuan jawaban untuk pertanyaannya. Gadis ini benar-benar berbeda dan Venn bisa membaca itu semua dari sorot matanya.
"Kau tidak akan pernah mengingatku, Mirabell," gumam Venn seperti sebuah teka-teki baru baginya. Gadis itu mengerutkan keningnya.
Lelaki itu mengambil selembar daun kering besar dengan tinta hitam di atasnya. Daun ini berfungsi seperti kertas. Dia menyerahkannya pada Mirabell. Gadis itu menatapnya tak mengerti lalu seulas senyuman muncul di bibir Venn.
"Selamat datang di Higrid," gumamnya sambil tersenyum. Mirabell tidak tahu harus tersenyum lebar atau bagaimana. Kedatangannya ke Higrid adalah sesuatu yang dia inginkan. Namun kenapa sekarang bak teka-teki yang harus dia pecahkan. Kenapa orang - orang di sini seperti mengenal Mirabell tapi Mirabell bahkan tidak mengingat tentang mereka? Apa yang sebenarnya semesta sembunyikan darinya?
"Kau boleh pergi sekarang," gumam Venn yang menyadarkan lamunannya. Tidak ada pilihan lain selain mengangguk. Gadis itu segera meninggalkan ruangan Venn dengan beban yang bertambah di kepalanya.
***
Hari pertama di Higrid seperti mimpi. Orang-orang begitu baik pada Mirabell. Dia mempunyai banyak teman di sini. Tidak ada yang namanya bersantai. Semua orang sibuk berlatih dengan panah dan pedang. Termasuk Hexa.. Mirabell juga langsung mendapat pelajaran tentang memanah hari ini. Seperti tidak menyia-nyiakan waktu, Mirabell belajar dengan giat. Meski panah pertamanya meleset. Namun gadis itu senang ketika dia tahu bahwa bidikannya tidak terlalu buruk. Gadis itu belajar dengan cepat. Tidak hanya belajar memanah tapi Mirabell juga sudah diajarkan teknik memegang pedang.
Selain itu Mirabell juga baru tahu bahwa yang diterima di Higrid adalah orang-orang terpilih tidak hanya dari Quantrum Tetranum tapi Higrid seperti sebuah terbuka untuk pelajar dari negeri lain. Bahkan ada yang dari Dendrum. Mirabell tidak menyangka kenapa Higrid menerima pelajar dari negeri musuh mereka. Higrid memiliki fasilitas yang menarik, ada perpustakaan dengan buku dari daun, Mirabell baru pertama kali melihatnya. Ada kantin yang lumayan luas dengan makanan bebas di sana. Tapi meski banyak makanan orang-orang di sini sibuk berlatih.
Mirabell mulai terbiasa dan menyukai Higrid. Sepertinya dia akan betah belajar di sini. Tapi meskipun begitu dia kangen akan sekolahnya di Jakarta. Bagaimanapun dia juga pasti akan kembali ke sana. Meski sekolahnya jauh lebih pahit dari Higrid.
***
Mirabell membawa daun Dirima dan bersiap ke kamar mandi. Di sini kamar mandinya persis di Jakarta. Dia bahkan kaget bagaimana bisa seperti ini. Tapi kata para murid ketua Higrid adalah seseorang yang kompeten menciptakan magic. Jadi Venn dan ketua lainnya yang menciptakan ini. Mirabell menutup pintu kamar mandi dan menyalakan mulai membasuh wajahnya. Dia mengambil handuk dan menghapus sisa air di wajahnya.
"Menyebalkan sekali murid baru itu. Mirabell kan tadi namanya. Dia benar-benar menyebalkan, " tukas seseorang di luar. Mirabell tidak bermaksud untuk mendengarkan pembicaraan mereka. Tapi sekat ini terlalu tipis sehingga dia dapat mendengarkan ucapan dari luar.
"Iya karena dia kita harus menginap di Higrid. Aku juga kesal dengannya."
"Mentang - mentang dia kenal dengan anaknya ketua terus dia bisa nyuruh kita seenaknya? Padahal dia juga payah dalam memanah. Kau lihat tadi, baru juga bisa memanah satu tapi sudah sok pintar," imbuh yang lainnya. Mirabell mengurungkan niatnya untuk mandi. Dia membuka pintu dengan kasar.
Brak!
Bunyi pintu yang berbenturan dengan dinding bergema. Gadis itu keluar memasang wajah datar, "Apa kau tidak punya keberanian untuk bicara di depanku?" gumam Mirabell sambil menangkat sudut bibirnya dengan tatapan mengintimidasi.