"Om, tumben panggil Siti ke sini. Om kangen ya sama Siti?"
Suara cempreng Siti terdengar menggema di ruangan apartemennya. Regan masih menampilkan ekspresi tidak suka. Akibat kebodohan Regan waktu lalu, sekarang ia harus rela melibatkan Siti dalam permasalahan ini.
Mulut ibunya tidak berhenti mengoceh mempertanyakan bagaimana keberlanjutan hubungannya dengan Siti. Wanita tua itu bahkan bersikeras agar Regan bisa bersatu dengan bocah ingusan itu. Tidak cukup sampai disitu, dengan seenak jidat ibunya malah merencanakan ingin melamar Siti.
Tentu saja Regan menolak, ibunya tidak boleh melamar Siti. Regan mencoba mencari alasan lain dengan berkata bahwa ia masih butuh waktu untuk menikahi Siti karena gadis itu masih sangat kecil untuk menjadi istrinya.
"Lalu Mama harus gimana? Mama udah gak sabar pengen liat kamu nikah."
Begitulah ucapan ibunya waktu pembicaraan kemarin. Dan dengan sialnya Regan malah membuat rencana bodoh lagi untuk menutupi kebohongannya.
"Tunggu sampai Siti lulus kuliah Ma. Baru aku akan menikahinya."
Dan di sini lah akhirnya. Ia terpaksa harus menerima tawaran menjadi sugar daddy Siti agar rencananya berhasil.
Regan mengeluarkan napas kasar sebelum berbicara. "Aku mempunyai tawaran untukmu." Menatap mata Siti dengan tajam. "Aku setuju menjadi sugar daddy mu tapi dengan syarat."
Siti yang mendengar jelas ucapan Regan refleks mengerjap terkejut. Tatapan Siti terlihat berbinar ia kemudian menimpali ucapan Regan dengan penuh semangat.
"Apa syaratnya Om? Siti pasti bisa lakuin syaratnya, yang penting Om bisa jadi sugar daddy Siti."
Regan bersedekap. Ia sudah memikirkan hal ini dengan matang. Sudah terlanjur membuat alasan bahwa ia akan menikahi Siti jadi Regan tidak punya pilihan lain selain melanjutkan kebohongannya.
"Syaratnya jadi calon istri pura-puraku," ucap Regan.
Kening Siti mengerut tidak terlalu paham dengan apa yang Regan katakan.
"Calon istri pura-pura?"
Anggukan kepala Regan menjadi jawaban.
"Hm, tugasmu hanya berpura-pura kita memiliki hubungan sepesial. Gampang kan? Kamu tidak perlu memberikan bibirmu karena aku tidak tertarik sama sekali. Yang terpenting kamu mau diajak bekerja sama, setelah lulus kuliah nanti, kamu beritahu ibuku bahwa kamu tidak mencintaiku dan tidak ingin menikah denganku. Itu syaratnya."
Ucapan Regan terselesaikan dengan mudah. Sedangkan Siti masih memikirkan setiap kata syarat yang dibeberkan Regan.
Jadi tugasnya hanya perlu pura-pura menjadi pasangan lelaki ini, lalu ketika selesai kuliah nanti ia bilang pada tante Devi bahwa ia tidak ingin menikah dengan Om Regan.
Tugas yang sangat gampang menurut Siti.
"Baik Om. Tapi Siti ndak harus bekerja memuaskan hasrat seperti yang Om katakan dulu kan?"
"Memangnya kamu ngerti arti memuaskan hasrat?"
Dengan PD-nya Siti menyahut. "Ngerti dong Om. Kata Diana sih pekerjaan memuaskan hasrat itu kita harus tidur bareng. Lalu Siti harus memberikan sesuatu yang berharga untuk Om."
"Apa kamu mengerti sesuatu yang berharga itu apa?"
Siti mengangguk. Ia mengerti, Diana tidak membohonginya tentang hal itu.
"Ngerti Om, karena itu sebagai gantinya Siti mau jadi pembantu aja Om, beres-beres rumah, masak, dan memberikan keperluan yang Om Regan inginkan," cengir Siti. Gadis itu melanjutkan ucapannya lagi. "Gimana Om? Siti ndak mau kalau kerjanya harus ngasih keperawanan Siti."
Menanggapi kepolosan dan kejujuran Siti mungkin ada untungnya juga. Sejujurnya Regan juga sama sekali tidak tertarik meniduri Siti. Ditambah ia tidak perlu lagi menggaji double seseorang untuk membersihkan rumahnya. Dengan adanya Siti di apartemennya akan memberikan beberapa keuntungan, salah satunya bisa meyakinkan ibunya bahwa ia tengah serius menikahi Siti. Ide bagus.
"Oke sebagai gantinya kamu harus tinggal di sini." Regan memberikan ekspresi datarnya seperti biasa. "Kamu bisa bekerja jadi pembantu dirumahku mulai besok."
Siti awalnya mengangguk antusias. Namun detik selanjutnya wajah Siti terlihat berubah murung membuat Regan menjadi bingung.
"Tapi Om. Nanti cara izin ke Mba Ratna dan Tuan Bara gimana ya. Siti pasti ndak akan diizinin tinggal di sini Om."
Regan terdiam sejenak. Detik kemudian tatapannya sudah bertemu kembali dengan mata tetes embun Siti.
"Akan aku pikirkan."
***
Regan berkutat dalam beberapa berkas di meja kerjanya. Sebelum fokusnya terbelah saat suara ponsel berdering. Tanpa menunggu lama Regan meraih ponsel tersebut.
"Ada apa Ma?" Regan menjawab telepon dari orang yang biasa merecoki hidupnya dengan nada cukup terganggu.
Suara ibu Devi menyahut girang di seberang sana.
"Gan, Mama berhasil."
Kening Regan mengerut. "Berhasil apa maksudnya?"
"Mama berhasil bujuk Bara dan Ratna buat izinin Siti kerja di apartemen kamu."
Lagi-lagi Regan menghela napas. Malas sebenarnya jika pembahasan ibunya menyangkut lagi tentang Siti. Tetapi mau bagaimana lagi bukankah lebih bagus jika ibunya berhasil. Ia tidak perlu repot merangkai alasan pada Bara untuk membawa Siti tinggal di rumahnya.
"Jadi Bara izinin Siti tinggal di rumahku Ma?"
"Iya, meskipun Mama sedikit beralasan Siti kerja jadi tukang masak di rumah kamu. Karena Bara tahu kamu sakit kemarin jadi dia ngizinin cuman beberapa bulan. Sebelum Siti masuk perguruan tinggi."
Regan mengangguk mengerti dengan penjelasan ibunya. Setidaknya itu lebih baik dari pada bocah sialan itu tinggal di apartemennya seumur hidup. Regan melakukan ini juga bertujuan untuk membuat ibunya percaya bahwa selama ini ia belum mau menikah memang karena menunggu Siti. Walaupun itu hanya sebuah kebohongan semata.
"Jadi Mama percaya kan? Aku memang gak bohong. Aku nyerah karena Siti memang masih terlalu kecil untuk menikah."
"Ya sekarang Mama percaya. Karena kamu sudah punya Siti, Mama harap kamu berhenti gonta-ganti wanita lagi. Tunggu Siti sampai lulus. Awas jika kamu berani memasukan wanita lain lagi ke apartemen, Mama dengan senang hati akan membuatmu jadi impoten, mengerti?!"
Regan mendengus, memutar bola matanya malas saat ancaman itu kembali terdengar.
"Siap Bu Boss, saya akan patuh pada bu Boss."
"Regan! Mama lagi gak ngajakin becanda ya. Awas kamu kalau sampai ketahuan bawa wanita lagi ke apartemen. Mama gak akan lagi bersabar langsung tendang kamu ke tempat sampah!"
Regan menggelengkan kepala mendengar gerutuan ajaib ibunya. Merasa heran mengapa ayahnya dulu menikahi wanita bermulut rajin seperti ini.
Cinta buta ayahnya mengingatkan Regan dengan cinta butanya di masa lalu. Terlalu fokus pada keindahan yang dihasilkan oleh cinta itu sendiri. Sampai membuat ia menanamkan kesalahan yang ia yakini itu adalah bukti sebuah cinta.
Regan tidak mau merasakan kebutaan itu dengan menaruh rasa lagi pada wanita lain. Rasa yang sama besarnya, rasa yang membuat Regan kalut.
Bergonta-ganti wanita hanya alasan saja agar hatinya bisa melupakan wanita itu.
Cinta masa lalunya.
Kesalahan fatal masa lalu membuat Regan tidak cukup nyali untuk meminta hati itu kembali.
Wanita itu pasti sudah sangat membencinya dan mungkin sudah menemukan hati yang layak bukan lelaki pengecut seperti dirinya.