Suara langkah sepatu Regan diiringi langkah kaki kecil Siti menggema di koridor apartemen. Sampai suara langkah itu berhenti tepat di depan pintu baja. Tangan panjang Regan mengetikan beberapa angka password sedangkan gadis itu hanya diam memperhatikan di belakang.
"Kamu ingat baik-baik passwordnya," ucap Regan melirik gadis itu yang langsung mengangguk mengerti.
"Baik Om."
Pintu terbuka, Regan segera memasuki apartemennya di ekori Siti. Gadis itu terlihat kerepotan dengan beberapa kantung belanjaan yang mengait di jemari mungilnya.
Setelah menjemput Siti dari rumah Bara. Mereka mampir dulu ke fresh market terdekat. Membeli beberapa sayuran dan danging segar untuk pengisi kulkas di dapur Regan yang sudah semakin menipis.
Lampu-lampu dalam apartemen Regan menyala secara otomatis. Siti hanya memperhatikan suasana itu dengan mata terkagum-kagum.
"Wah lampunya nyala sendiri Om."
Tidak menanggapi Regan malah berdecih saat jiwa kampungan Siti mulai keluar.
"Kamu bereskan belajaan. Dan masakan aku sesuatu yang enak. Aku akan mandi dulu."
Regan bersiap menyingkir dari jangkauan Siti namun suara cempreng itu membuat Regan seketika menghentikan langkahnya.
"Om, bayaran Sitinya mana?"
Lelaki itu melirik tangan Siti yang terjulur dengan ekspresi wajah tanpa dosa. Kening Regan mengernyit setahunnya baru malam ini Siti menjadi sugar babynya dan bocah sialan ini sudah meminta bayaran? Oh s**t! Begitu matre sekali bocah tengik ini!
Helaan napas Regan terdengar. "Dengar Siti. Aku baru jadi sugar daddy mu beberapa jam yang lalu dan kamu dengan seenak jidat sudah meminta bayarannya? Apa kamu waras?"
Tatapan Regan terlihat menusuk sampai membuat Siti bungkam dan mulai menurunkan tangannya perlahan. Gadis itu mengigit bibir bawahnya karena tidak nyaman dengan wajah tersinggung Regan kali ini.
Siti menunduk. "Siti ndak punya uang Om. Sengaja tadi gak ambil uang dari Tuan Bara. Tadi juga Siti harus bujuk Tuan Bara nya susah. Tuan baru ngizinin Siti kerja di tempat Om selama 3 bulan saja. Selebihnya Tuan bilang Siti harus fokus kuliah dan jadi seorang yang sukses Om. Karena itu Siti perlu uang untuk ongkos ke sekolah besok Om dan untuk jajan juga."
Regan lagi-lagi menghela napas. Tubuhnya lelah dengan kelakuan Siti yang begitu sangat menyebalkan.
"Aku akan bayar setelah kamu menyajikan makanan enak malam ini. Jadi cepat sana masak dulu baru setelahnya minta bayaran."
Siti terlihat tersenyum semringah menatap Regan.
"Alhamdulillah. Makasih Om."
Regan tidak memedulikan senyuman cantik itu. Ia kemudian berbalik melanjutkan langkahnya menuju arah kamarnya.
Mungkin hari ini ia harus berendam air dingin untuk membekukan otaknya. Tingkah Siti benar-benar membuat Regan sakit kepala.
***
Regan keluar kamar dengan tubuh yang sudah bersih terbalut piama birunya. Sedangkan tangannya masih menggosok handuk di atas kepala mengeringkan rambut yang masih menetes basah.
Dari sana Regan bisa melihat punggung sempit itu tengah mondar-mandir memasak makanan terbaik untuk perutnya yang mulai kelaparan.
Regan dudukan tubuhnya di kursi meja makan. Memperhatikan Siti yang begitu fokus pada pekerjaannya.
Di telinga gadis itu terdapat earphone yang tengah menyelip, pembicaraan mereka juga cukup terdengar di gendang telinga Regan.
"Ndak papa Mba. Cuman tiga bulan di sini Mba ndak perlu khawatir."
"..."
"Iya Mba. Siti pasti jaga diri baik-baik."
"..."
"Ndak ndak, jangan kasih Siti uang, Siti juga sekalian ngurus Om Regan juga, dapat gaji di sini Mba, jadi ndak perlu kasih uang lagi ke Siti."
Melihat Siti berbicara dengan seseorang yang Regan yakini adalah Ratna membuat Regan menyimpulkan gadis itu benar-benar tidak mau merepotkan kakaknya. Padahal hidup Siti sangat nyaman dengan mempunyai kakak ipar seperti Bara. Namun gadis itu tidak memanfaatkan uangnya sedikitpun. Apa mungkin gadis itu hanya matre padanya saja?
Siti terlihat mengakhiri panggilan. Dan buru-buru kembali fokus pada masakan. Regan berdiri dari duduknya. Melangkah ke arah tempat di mana Siti berada lalu menyodorkan sebuah kartu pada gadis itu.
Tentu saja Siti hanya melongo melihat kartu tersebut. Lalu bertanya pada Regan apa yang sedang lelaki itu lakukan.
"Ini apa Om?"
"Bayaranmu."
"Bayaran Siti? Itu bukan uang Om, masa Om bayar Siti cuman pake benda itu doang Om. Siti maunya yang lembaran Om yang warna merah," cengir Siti lagi. Membuat Regan mendengus kesal.
"Ini sama saja bodoh! Di dalam kartu ini ada sejumlah uang. Kamu bisa memakainya saat lagi butuh."
Siti semakin bingung. Sebelumnya ia tidak pernah di berikan benda seperti ini oleh kakak iparnya.
"Siti ndak tau cara ambil uangnya Om. Itu uangnya di simpan di mana. Kartunya pun tipis Om. Apa jangan-jangan Om kasih Siti uang cuman seribu ya? Jangan gitu dong Om. Perjanjiannya kan Siti dapat uang banyak dari sugar daddy."
Regan memejamkan matanya. Gertakan giginya menandakan lelaki itu benar-benar tengah kesal dengan keudikan Siti.
"Kamu banyak tingkah ya!"
Kaki Regan bergerak maju selangkah membuat gadis itu refleks melototkan mata, beringsut memundurkan tubuhnya. Regan sengaja mengintimidasi Siti dengan tatapan tajam nan menyeramkan.
"Jika mau bayaran yang sesuai pekerjaanmu pun harus sesuai Siti. Kamu hanya bekerja jadi pembantuku apa itu layak untuk disamakan dengan gaji seorang sugar baby?"
Siti semakin memundurkan tubuhnya. Dan Regan kali ini sedang dalam mode ingin memberikan pelajaran pada jiwa matre Siti yang keterlaluan.
"Om mau apa?" tanya Siti cemas. Gadis itu mencoba menghindar dari lelaki buas di depannya. "Sesuai perjanjian Siti cuman kerja jadi pembantu kan di rumah ini."
Regan terkekeh menyebalkan. Urat lehernya menegang dan tetap berjalan menyudutkan Siti sampai langkah gadis itu terbentur lemari dapur.
"Kamu tadi bilang ingin bayaran banyak. Aku cuman mengingatkan jika mau bayaran yang sesuai kamu harus kerjakan pekerjaan sugar baby dengan memuaskan hasratku. Mau?"
Siti sontak menggeleng. Ia tidak mau melakukannya. Karena Diana mengatakan melakukan pekerjaan itu sangat menyakitkan. Dan terlebih Siti harus memberikan mahkota keperawanannya. Tidak, itu pasti akan mengecewakan Bapak dan Mbaknya.
Jemari Siti berpegangan di meja pantry dan menggeleng dengan air mata yang mulai menetes.
"Siti ndak mau Om."
"Kenapa nangis? Kemarin kamu bahkan menciumku dan rela memberikan bibirmu padaku? Kenapa sekarang malah menangis?"
"Tapi kemarin Om sudah menolaknya."
Ya, Regan sudah menolak mentah-mentah tawaran Siti tentang memberikan bibirnya untuk Regan nikmati.
Regan menghela napas. Menyudahi aktingnya dan bergegas menjauhi tubuh Siti. Gadis itu masih menatap Regan dengan ekspresi takut.
Lelaki itu menyodorkan kartu miliknya di depan wajah Siti.
"Ambil. Besok akan aku ajarkan gimana cara pakainya." Regan terlihat mengalihkan tatapan tidak tega juga ia mengerjai gadis udik ini dengan cara seperti tadi. Regan hanya kesal saja Siti terus mengoceh tak penting mempermasalahkan bayaran uang yang diterimanya. Bahkan pekerjaanya tidak ada yang becus satu pun. Malah terus komplain dengan apa yang ia berikan.
"Cepat selesaikan masaknya. Aku lapar."
Setelah mengatakan itu Regan berlalu pergi ke tempat semula. Duduk dengan tenang di kursi makan.
Sedangkan Siti kini hanya bisa terdiam menggengam kartu sultan milik Regan dan menatap wajah tampan lelaki itu dengan perasaan tak tenang.