Raila - 5

1240 Kata
Bau liburan yang menyenangkan. Biasanya jam segini gue udah woro-wiri di kamar kost. Ngubek nyari ini itu udah kayak setrikaan. Dan inilah hari yang dinanti. Minggu pagi. Uuhh, masih betah lenjeh-lenjeh di kasur. Beruntung kemarin Dani ngasih makanan sejabrek. Jadi gak perlu nyari makan buat makan. Pilihan gue sekarang main game sambil guling di sini guling sana di atas kasur. Menghayati permainan motorGP. Ya, biar serasa balap beneran kan? Sedikit lagi jadi juara .... dan arghh !! Gak jadi. Ponsel gue ada yang manggil. Ini dia gangguannya. "Hallo? Apa kabar, Ma?" "La, kapan kamu mau pindah? Katanya kamu naik jabatan?" "Iya, ntar tanggal dua, Ma. Kan aku masih belum gajian buat jabatan yang sekarang." "Mama udah capek, La. Ngadepin rentenir di sini. Bapak kamu ngutangnya segunung, mana penagihnya galak-galak lagi." "Iya, aku ngerti kok. Pokoknya, Mama tenang aja, ntar aku kirim dua kali lipat dari biasanya." "Kok bisa? Emang kerjaan kamu di sana apa sekarang?" Kasih tahu jangan ya? Kalo dikasih tahu ntar ngarep lebih. Takut Mama kecewa. "Sekretaris," jawab gue akhirnya. "Apa ?! Kamu jadi sekretaris? Kok bisa?" "Ya bisa, Ma. Buktinya sekarang aku jadi sekretarisnya Bos." "Bujuk pake apa kamu? Kamu kan gak doyan dandan? Kamu ajakin tidur Bosnya ya ?! Nyebut La! Dosa!" Busyet! Gue dikira nyogok pake ena-ena. "Enggaklah, Bu. Aku masih takut kok kok." "Atau jangan-jangan kamu santet Bos kamu ya? Pake pelet ?!" "Ih, kagaklah, Ma. Anak Mama kan anak baik, masa buat kayak gituan?" "Iya, baik, tapi kadang-kadang rada sableng juga. Inget La, walau kita miskin, harus hidup pake cara yang lurus, cukup bapak kamu aja yang diambil pelajaran. Hidup kayak bapak kamu tuh bikin semua orang susah." "Iya, aku ngerti. Tenang aja, aku pake cara bersih kok. Pokoknya Mama doain biar aku bisa cepet transfer dan lunasin semua hutangnya Bapak." "Iya, Mama tunggu Cipta ya?" "Iya, pasti. Mama baik-baik ya di sana." "Ya, kamu juga, jangan bikin jengkel orang! Usilnya dikurangin! Apalagi sama kamu Bos! Ntar gagal gajian kan merepotkan!" Mama gak tahu, usil gue bikin si Bos naikin gaji 2 kali lipat, mwehehe. Wokeh, lanjut motoGP-nya pemirsa, ya, dikit lagi gue juara dann ..... yuhuu! Jagoan gue nyampe garis selesai bersamaan dengan kembali menyiarkan ponsel gue. Nomor siapa ini? "Ya, hallo? Siapa ya?" "Ini milikku, Omanya Dani." "Lah, kok nelpon aku, Nek? Cucunya kan Si Bos? Bukan aku?" "Memangnya siapa yang bilang kamu cucu saya?" "Terus Nenek nelpon saya ngapain?" "Kamu di mana sekarang?" Lah, ini nini gaul malah nanyain malah gue, mau ngapain dia? "Kenapa emangnya, Nek?" "Kamu di mana? Ditanya orang tuh harus jawab." Elah, maksa banget deh, "saya di kost, Nek. Kalo mau ngajakin berkebun, gak ah. Badan saya lagi pegel semua." "Saya gak ngajakin berkebun, cepat kemari!" "Kemari kemana, Nek?" "Ke rumah sayalah." "Ngapain, Nek?" "Pokoknya kamu kemari aja. Kamu sekretarisnya Dani kan? Ini tentang Bos kamu." "Kamu kok bisa gitu? Ini kan hari Minggu, Nek. Masa harus ngurusin si Bos juga sih?" "Ya udah kalo kamu mau gagal gajian gak apa-apa." "Eh jangan dong, Nek! Kejam amat sih, iya aku datang!" Dasar orang kaya! Bisanya ngancam, baru aja nikmatin hari merdeka gue, biang rusuh datang menyapa. Tapi apalah daya, mengatur pun iya-in aja. Walau dengan misuh-misuh akhirnya pulang ke rumah Sang Nenek dari Bos Dani. Mandi dan mengambil seadanya. Toh bukan ke acara resmi ini kan? Motor butut kesayangan udah meluncur. Saat gue nyampe ke depan rumah Dani, satpam langsung membukakan gerbang. "Makasih, Mang!" Dan dijawab dengan anggukkan Mang Satpam. Rumahnya gede banget, menantang jamin kalo gue keliling nyampe ke belakang, gue bakal bingung jalan pulang. "Nona Raila?" Gue menoleh ke sumber suara. Menghindari pelarian pelayan. Keren, pelayan aja ada seragamnya! Gajinya gede kali ya? "Neneknya ada? Aku dipanggil kemari katanya!" Si pelayan kebingungan, "nenek? Maaf, Anda ditunggu Nyonya besar di dalam." "Ah, gue lupa! Maksud saya, Nyonya Besar nunggu saya kan?" "Iya, Nona. Silakan masuk!" Pelayan itu masuk lagi dengan gue mengekor di belakangnya. Dia membawa masuk ke kamar yang sangat mewah. Banyak hiasan dan barang antik dipajang di sini. Lalu tunggu itu pergi. Mana Si Nenek? Katanya gue udah ditunggu. Tetap, sambil nunggu, lihat-lihat barang-barang di sini. Bagus banget, berapa harganya ya? "Sini kamu! Masuk! Ngapain lihat barang-barang saya? Kalo rusak gak bakal bisa ganti kan?" "Eh? Nenek di mana?" "Gak ketemu ya? Aku di ruangan sebelahnya." Hm? Mana Ah ini! Di ruangan besar ini, terdapat pintu lagi. Jangan kira pintu, lebih mirip lemari kaca. Tampilan gue jatuh pada Nenek yang sedang asyik membuat ramuan. Eh? Apaan itu? "Lagi ngapain, Nek?" "Saya lagi bikin masker buat saya. Tugas kamu nanti pijat wajah saya dengan masker ini." "Busyet! Serius, Nek?" "Iya, ngapain saya bohong?" Gila, udah tua renta begini masih ngurusin topengan? Gue aja yang muda kalah total! "Jadi ceritanya sekarang aku bukan tukang kebon nih? Jadi tukang salon?" "Iya, cepetan!" "Emang gak ada pelayan lain apa? Kan bisa nyuruh orang lain, Nek?" "Kalo ada kamu yang bisa, ngapain aku harus bayar orang lagi? Ingat, kaya jadi harus bayar anggaran." Njir, nenek peyot doyan juga cari gratisan! "Terus menganggap topeng sama bos Bos apa? Katanya ini berhubungan dengan si Bos!" Tanya gue sambil memijat-memijat, yang dipijat langsung merem-melek, dasar ijem! "Ya tentu saja ada yang diminta. Nanti siang calonnya Dani datang kemari buat nemenin Dani di acara kolega bisnisnya. Aku harus tampil sempurna di depan calon cucu mantu." "Acara apaan, Nek?" "Masa kamu gak tahu?" Kolega bisnis ... jangan-jangan acaranya Vira ?! "Tahulah, jadi Bos mau berangkat ke sana sama saja calon bininya eh diundang?" "Iya, makanya aku mau topengan biar tampil cantik juga." Kok gue kesel ya? Dani dan dia mau datang sama gue ntar malam dengan perjanjian gue pura-pura jadi pasangannya. Lah ini? Kok malah mau sama prospektif ya Beneran sih? Tolong garis bawah ya, gue kesel bukan cemburu, jauh banget! Gue kesel karena aku gini, upah naik gaji 2 kali lipat bisa melayang tuh! Kekesalan ini sedikit terlampiaskan pada pijatan tangan gue yang agak menguat. "Aduduh, pelan-pelan dong! Wajah saya bisa rusak!" Biarin! Udah peyot juga kok! Kesel gue! "Ini udah pelan, Nek!" Dengan mengembalikan pijatan tangan gue melembut kembali. Walau sangar, terima kasih juga lihat Si Nenek yang kesakitan kayak tadi. Ponsel gue berdering, "bentar Nek, ada telpon!" Si Bos rupanya. "Ya, hallo?" "Kamu di mana?" "Saya di rumah Bos." "Lho, ngapain?" "Lagi beralih profesi menjadi tukang salon dadakan." Tiba-tiba pintu terbuka, Dani muncul dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. "Bos?" "Kamu sejak kapan di sini?" Tutup ponsel dan segera pijatan untuk si Nenek. "Oma yang nyuruh, kenapa?" Dani menggaruk tengkuknya, "itu ... Oma, calon Dani sebenarnya .." "Kenapa? Jangan bilang batal lagi, kamu udah berkali-kali mau mau calon, tapi selalu gak jadi. Yang sekarang, Oma gak mau dibohongi lagi. Dani mengerjap dan menatap gue. Kenapa dia? Lalu dia menghembuskan nafasnya kasar, "baiklah, sesuai janji, aku akan membawakan dia ke depan Oma sekarang." "La, ini!" Tangan gue tiba-tiba saja ditarik Dani, "apaan sih, Bos?" "Eh kenapa Raila ditarik? Mau dibawa kemana? Oma lagi dimasker sama dia! Pinjam bentar!" Yah ditarik sama cucu dan neneknya. Nih gimana urusannya sih? "Bentar, aku bukan layangan yang kamu tarik-ulur begini, tanganku sakit tahu!" Dani gak dengerin omongan gue, dia masih belum melepaskan tangan gue. Lalu dengan sekali hentakan buat merangkul bahu gue. "Oma mau tahu kan? Nah, ini dia calon aku, Raila, sekarang aku gak bohong kan?" "Apa ?!" Gue melotot. Kaget? Tentu saja! Dan lebih kaget lagi saat melihat tampilan Sang Oma yang marah dengan topeng belepotan dan mata yang lebih loncat keluar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN