Sepuluh

1105 Kata
Selasa (00.09), 01 Juni 2021 --------------------- Memanfaatkan waktu senggang versi Nesha adalah berselancar di dunia maya. Begitu kembali ke kamar, dia langsung duduk bersandar di ranjang dengan laptop di atas pangkuan. Yang membuat Nesha betah di rumah dua lantai yang mereka bertiga tempati saat ini, ada café ramai pengunjung tak jauh dari sana yang menyediakan akses wifi berbayar. Cukup murah sebenarnya. Tapi untuk apa bayar jika Nesha bisa mengakses wifi di café itu dari kamarnya secara gratis? Biasanya orang lain akan kesal saat hendak menggunakan layanan wifi tapi ternyata cukup banyak yang menggunakan. Tentu hal itu mengurangi kecepatan akses internetnya. Namun bagi Nesha, semakin banyak pengguna malah semakin menyenangkan. Karena ada banyak komputer target yang bisa dia hack. Ya, Nesha memanfaatkan jaringan wifi untuk menyusup ke komputer lain yang terhubung pada wifi yang sama. Tujuannya apa? Mencurikah? Tidak juga. Dia hanya ingin melihat-lihat. Atau lebih kerennya disebut mata-mata. Namun jika ada barang bagus, Nesha tidak akan segan menduplikatnya. Apa masih bisa dikatakan mencuri jika pemiliknya tidak merasa kehilangan sesuatu? Bayangkan saja, Nesha bisa membuat dirinya sendiri tidak tampak. Lalu dia berjalan-jalan dengan santai di sebuah dunia yang disebut dunia maya. Saat dua orang di dunia itu sedang berbincang, bisa saja Nesha ada disebelah mereka, mendengarkan tiap percakapan mereka, bahkan pembicaraan rahasia atau intim sekalipun. Yang lebih menyenangkan, Nesha bisa menghampiri rumah manapun yang dia temui. Kenyataannya, rumah itu adalah komputer target. Biasanya dia akan berdiri di depan rumah tanpa ada seorang pun yang menyadari. Memperhatikan sekitar. Memperhatikan apa rumah itu memiliki pagar atau tidak. Jika iya, dia akan memperhatikan lebih seksama kunci jenis apa yang digunakan, apa ada jendela yang terbuka, apa dia bisa melompati pagarnya. Hal-hal sederhana yang kerap kali diabaikan si pemilik rumah. Lalu setelah berhasil masuk, dia akan memperhatikan seluruh isi rumah itu. Tersenyum sendiri saat menemukan benda-benda rahasia seperti buku-buku atau video p***o yang berusaha disembunyikan di bawah ranjang. Dia akan berjalan dari satu ruangan ke ruangan yang lain, membaca semua dokumen, mengcopynya jika merasa itu bermanfaat baginya. Dan yang lebih mengerikan yang bisa dilakukan seorang peretas, bisa saja dia mengambil data-data akun bank yang tersimpan di komputer itu lalu menguras uangnya. Beruntung Nesha bukanlah orang semacam itu. Informasi yang dia ambil hanya digunakan untuk tujuan baik dan sebisa mungkin tidak merugikan orang lain. Tapi yah, namanya mencuri informasi dari seseorang atau masuk ke tempat orang lain tanpa izin, tentu si pemilik akan merasa kehilangan privasi jika mengetahui hal tersebut. Dan sepertinya, itu tidak bisa dikatakan ‘baik’, kan? Nesha akui, meski ada istilah black hacker atau white hacker, kenyataannya tidak ada hacker yang benar-benar baik dan putih. Yang ada hanya hidup di dunia abu-abu atau hitam. Seorang hacker bisa menjadi seperti Nesha; mencuri, masuk tanpa izin, dan mengganggu privasi orang lain demi tujuan baik. Atau hacker bisa menjadi seperti kelompok New World. Perhatian Nesha kembali pada kegiatan meretas yang sedang ia kerjakan lalu senyumnya merekah saat menyadari sesuatu. Ada seorang script kiddies yang berusaha masuk ke komputernya. Istilah itu digunakan pada seseorang dengan kemampuan hacking yang minim dan hanya menggunakan aplikasi buatan orang lain untuk melakukan aksinya. Tentu saja, Nesha juga pernah menjadi seorang script kiddies sebelum mencapai tingkatan yang sekarang. Terhibur, Nesha membiarkan keamanan di komputernya mengendur agar peretas pemula itu bisa menyusup masuk. Otak Nesha sudah menyusun rencana, bertekad mengosongi komputer yang digunakan lawannya kali ini begitu ia berhasil membobol sistem keamanan Nesha. Namun— Shit! Nesha mengumpat begitu kesadaran menyentaknya. Segera dia mematikan koneksi internet lalu mengaktifkan kembali seluruh lapisan keamanannya. Bahkan kali ini lebih kuat daripada sebelumnya. Setelah itu dia memindai seluruh software dalam laptopnya secara menyeluruh, memastikan peretas tadi tidak sempat memasang malware berbahaya yang bisa merekam seluruh kegiatannya saat menggunakan laptop itu. “Dasar b******k!” Nesha mengumpat lagi. Ternyata peretas tadi sudah mengambil isi folder fotonya. Catat! Mengambil! Dengan sombongnya peretas itu mengambil, bukannya menduplikat file yang dia curi. Beruntung Nesha tidak pernah menggunakan komputer khusus pekerjaan untuk kegiatan main-main macam ini. Jadi dia tidak khawatir ada file penting dan rahasia yang hilang. Tapi tetap saja, kini peretas sombong itu memiliki fotonya. Baiklah, Nesha juga sombong tadi. Karena mengira peretas yang hendak menyusup adalah seorang script kiddies, dia jadi lengah. Namun ternyata yang dia lawan adalah seorang hacker profesional yang berpura-pura layaknya script kiddies. Double s**t! Tanpa mematikan laptop, Nesha turun ke lantai pertama. Dia bertekad mencari tahu siapa yang tadi telah berani bermain-main dengannya. Namun sayang Nesha harus melalui tempat Mark dan Gavin bekerja untuk keluar rumah. Dia sama sekali tidak ingin menceritakan hal ini dan membuat dua rekannya itu memiliki alasan mengolok-olok dirinya. Ayolah, Nesha sudah berkecimpung di dunia hacking selama belasan tahun dan untuk pertama kalinya dia ditipu mentah-mentah seperti ini. Sungguh sangat memalukan dan merusak reputasinya. “Mau ke mana?” Nesha berhenti lalu mendesah seraya memejamkan mata sejenak. Tidak ada pilihan selain menjawab pertanyaan Mark. Dia berbalik dengan senyum riang di bibirnya. “Aku mau makan siang di café sebelah. Kalian mau sesuatu? Tapi aku agak lama karena ingin makan di sana.” Gavin mendongak menatap Nesha. “Café itu masih buka? Kudengar pemiliknya pindah rumah jadi menjualnya kepada orang lain.” “Sepertinya masih buka. Tadi aku lihat cukup ramai pengunjung seperti biasa,” celetuk Mark. “Mungkin pemiliknya yang baru tetap meneruskan usaha yang lama.” Nesha berusaha menanggapi pembicaraan kedua rekannya dengan tenang untuk menyembunyikan perasaan kesal dalam hati. Sungguh saat ini dia sama sekali tidak peduli café itu dijual atau digusur sekalipun. “Jadi, kalian mau titip sesuatu?” Gavin menggeleng. “Aku mau membuat makan siang sendiri.” “Mark?” tanya Nesha. “Aku akan makan bersama Gavin saja. Jarang-jarang dia mau masak.” Mark nyengir. “Kalau begitu aku pergi dulu.” Nesha segera berbalik seraya melambai. Di antara mereka bertiga, memang hanya Gavin yang bisa memasak. Tapi sayang dia sangat pelit. Dia hanya akan masak saat dia ingin. Mark? Jangan tanya. Mie instan bisa berubah jadi bubur atau berubah warna jadi hitam di tangannya. Sementara Nesha, dia cukup pandai mengolah makanan instan dan masak air. Di luar itu, jangan coba suruh Nesha memasak atau dapur akan berubah jadi arena perang karena banyak bahan makanan berhamburan namun tidak ada satupun yang aman untuk dikonsumsi. Untuk urusan memasak, Gavin selalu mengingatkan Nesha pada Rico. Tapi tetap saja di lidah Nesha, belum ada yang menandingi masakan Rico. Dan itu membuatnya semakin rindu pulang ke tempat ketiga kakaknya berada. Ugh! Baiklah, lupakan. Tidak ada waktu untuk bersedih sekarang. Nesha harus fokus mencari tahu peretas yang baru saja mencuri fotonya. Kalau orang itu memiliki niat buruk, maka Nesha benar-benar berada dalam bahaya. ---------------------- ♥ Aya Emily ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN