Selasa (01.42), 01 Juni 2021
--------------------
Nesha keluar dari dalam kamar, pura-pura mengambil minum di dapur sambil memperhatikan keadaan sekitar. Tidak ada suara apapun. Tampaknya Gavin dan Mark sudah terlelap. Mungkin ini kesempatan Nesha untuk keluar.
Dengan langkah tenang, Nesha kembali ke kamar. Dia tidak mau mengambil resiko dengan keluar melalui pintu depan. Jadi dia memilih jalan sulit dengan keluar melalui balkon kamarnya di lantai dua.
Setelah mengenakan jaket tebal dan syal, Nesha menuju balkon lalu mulai memanjat keluar pagar. Sama sekali tidak sulit karena Nesha sudah pernah mencobanya hanya untuk sekedar latihan. Yah, menjadi anggota The Hackers mereka tidak hanya belajar membunuh menggunakan komputer. Tapi juga belajar menggunakan senjata dalam arti sebenarnya dan harus gesit saat situasi memaksa mereka menyelamatkan diri.
Saat jaraknya kurang lebih satu meter dari tanah, Nesha memutuskan melompat ke rerumputan. Dalam hati dia berdoa semoga posisi mendaratnya tidak salah. Kalau tidak, jelas malam ini tidak akan menjadi kencan romantis.
Dalam hitungan ketiga, Nesha melompat dan menyiapkan diri untuk menerima rasa sakit. Namun mendadak seseorang menangkapnya, membuat dia dan orang itu berguling di atas rerumputan, lalu berhenti dengan tubuh Nesha di bawah sementara orang itu di atasnya.
“Agam?” Nesha bertanya dengan nada berbisik saat ia mengenali sosok di atas tubuhnya.
Ezio tersenyum seraya menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah Nesha. “Ya. Kita pergi sekarang?”
“Tentu saja.” Nesha tersenyum lebar.
Ezio segera bangkit seraya membantu Nesha turut berdiri. Lelaki itu menggenggam jemari Nesha erat saat mereka melintasi halaman samping rumah, menuju mobil Ezio yang sudah siap di depan café.
“Kita mau ke mana?” tanya Nesha setelah beberapa menit mereka berkendara.
Ezio tersenyum saat menoleh menatap Nesha. “Penculik tidak mungkin membocorkan rencananya pada korban.”
Nesha berdecak. “Kau mengaku penculik tapi kenyataannya aku sendiri yang datang padamu.”
“Yah, itu karena aku sangat ahli dalam pekerjaan ini. Korbanku sampai tidak sadar bahwa dirinya diculik.”
“Oh, jadi aku diculik? Kalau penculiknya setampan dirimu, kurasa aku tidak akan memohon untuk dilepaskan.” Mata Nesha berkilat jahil, mengikuti permainan Ezio.
Ezio tertawa. Tak disangka ia meraih tangan Nesha lalu mencium lembut punggung tangan Nesha tanpa mengalihkan perhatian dari jalanan di depannya.
Nesha tersenyum melihat itu tapi kemudian dia menguap.
Ezio terkekeh. “Tidur saja. Nanti kubangunkan setelah kita tiba di tempat tujuan.”
“Tempatnya jauh, ya? Mark dan Gavin pasti akan mencincangku kalau mereka sampai tahu apa yang sudah kulakukan.”
“Aku janji akan memulangkanmu sebelum mereka bangun.”
“Kalau begitu baiklah. Aku akan tidur sebentar.”
“Hm.”
Nesha menyandarkan kepala di jok mobil, mencari posisi yang nyaman untuk tidur sementara salah satu tangannya masih berada dalam genggaman Ezio.
Ezio tersenyum melihat Nesha mulai memejamkan mata. Entah mengapa mudah sekali dia jatuh hati pada wanita itu. Padahal bisa dibilang mereka masih asing satu sama lain.
Ya, asing. Benar-benar asing karena keduanya sama-sama tidak tahu kehidupan satu sama lain.
Kau juga sebaiknya jauhi wanita itu.
Senyum Ezio langsung memudar begitu dia ingat peringatan sang Kakak.
Nesha adalah anggota tim The Hackers. Dan yang lebih buruk lagi, Nesha serta Gavin dan Mark adalah para pemimpin The Hackers. Mereka sengaja bekerja terpisah dari markas pusat The Hackers untuk menghindari kelompok New World. Dan kalau perlu menangkap kelompok New World secara diam-diam.
Ezio kembali melirik Nesha. Melihat lebih seksama wajah wanita itu. Tidak ada apapun yang bisa Ezio jadikan petunjuk untuk membenarkan penjelasan Ozzie. Kecuali, yah kecuali kenyataan bahwa Nesha memang memiliki kemampuan meretas yang tidak bisa dianggap enteng.
Ezio mengalihkan perhatian kembali pada jalanan di depannya dengan tatapan menerawang. Beruntung jalanan sepi dan mereka tidak sedang berkendara di tengah kota. Saat ini kanan kiri mereka merupakan pepohonan lebat dan tampak gunung di kejauhan.
Dada Ezio sesak. Dia merasa sedang berjalan di seutas tali. Di satu sisi ada Nesha yang berhasil memberi warna dalam hidupnya meski perkenalan mereka terbilang singkat. Di sisi lain ada Ozzie yang sudah bersamanya sejak dia lahir. Jadi ke arah mana Ezio harus melangkah? Atau dia diam saja di tempat, menunggu tali itu putus hingga ia jatuh ke dalam jurang yang dalam?
Akhirnya mobil melambat di dekat ujung tebing tinggi. Terdengar jelas suara ombak saat menghantam bebatuan di bawah sana. Langit masih gelap. Cahaya bulan hanya mampu menyinari lembut membuat suasana remang berbalur magis.
Selalu, tiap kali hati Ezio tidak tenang, dia akan melarikan diri ke tempat ini. Biasanya dia akan duduk dengan kaki menggantung di ujung tebing, memperhatikan kejauhan tempat dulu rumahnya berada.
Kini dia datang ke tempat itu dengan alasan yang sama. Namun yang berbeda kali ini dia tidak datang seorang diri. Ada Nesha yang menemaninya. Satu-satunya wanita yang Ezio akui sebagai kekasih dan ingin sekali ia perkenalkan pada Kakaknya, Ozzie.
“Kenapa mobil berhenti? Apa kita sudah sampai?” tanya Nesha dengan nada mengantuk.
Lagi, Ezio mencium punggung tangan Nesha. “Ya, tapi sebaiknya kita di dalam mobil saja. Anginnya lumayan keras. Pasti udara dingin sekali.”
Nesha menggosok mata dengan tangan yang tidak sedang digenggam Ezio lalu menatap sekeliling. “Kita di mana?”
“Di tempat yang kusuka untuk menyendiri,” jelas Ezio tanpa mengalihkan perhatian dari Nesha.
“Menyendiri?”
“Hm.”
“Lalu kenapa sekarang kau membawaku?”
“Sekarang aku ingin berduaan denganmu di sini.”
Nesha menahan senyum saat membalas tatapan Ezio. “Kedengarannya menyenangkan.”
“Padahal kau sedang diculik.”
Nesha tertawa geli. Lalu tangannya yang bebas terangkat, menyentuh pipi Ezio lembut. “Aku merasa kau sedang terganggu karena sesuatu. Apa itu berhubungan denganku?”
Seketika wajah Ezio yang semula cerah berubah redup. Senyum yang berusaha ia paksakan muncul sama sekali tidak bisa menutupi kegalauan hatinya.
“Apa aku berbuat salah?” tanya Nesha hati-hati.
Ezio menggeleng pelan. “Bukan tentangmu. Tapi ini tentangku.”
“Kalau kau mau bercerita, aku akan mendengarkan. Dan mungkin memberi masukan jika bisa.”
“Ya, terima kasih.”
Setelahnya Nesha diam menunggu.
Butuh beberapa detik sebelum Ezio menghela napas lalu berkata, “Aku punya banyak rahasia. Dan rahasia-rahasia itu hampir semuanya adalah sesuatu yang buruk. Entah mengapa aku jadi berpikir terlalu jauh. Bagaimana jika rahasiaku itu terungkap dan ternyata tidak sesuai denganmu. Akankah kau marah lalu meninggalkanku?”
Nesha tersenyum menenangkan. “Aku juga punya banyak rahasia yang tidak berani kuungkap padamu. Yah, namanya manusia, wajar jika dia memiliki masa lalu dan sesuatu yang disembunyikan. Tapi bukan berarti hal itu akan menjadi ganjalan dalam suatu hubungan. Yang penting kita jalani apa yang membentang di hadapan kita dan berusaha menjaga privasi masing-masing.”
Tapi bagaimana jika kau tahu bahwa kita berada di sisi yang berlawanan? Tanya Ezio dalam hati. Akankah kau memilih mengakhiri hubungan ini atau tetap pada pendirianmu itu?
Ezio menahan diri untuk bertanya demikian. Sepertinya sudah cukup apa yang dia ungkapkan pada Nesha. Jangan sampai Nesha mulai curiga dan penasaran dengan rahasia yang Ezio maksud. Dia belum ingin kehilangan Nesha. Belum mau mengakhiri hubungan ini.
CUP.
Ciuman tiba-tiba itu mengagetkan mereka berdua. Bahkan Nesha yang melakukannya juga langsung mundur sambil menutup mulut dengan satu tangan.
Sungguh, dia tidak bermaksud seliar itu. Tadi dia merasa gemas melihat raut wajah Agam saat sedang banyak pikiran. Lalu pandangan Nesha jatuh pada bibir Agam yang menipis, mulai membayangkan bagaimana rasanya saat bibir itu menyentuh bibirnya.
Ya, memang itu yang Nesha lakukan. Membayangkan. Jadi dia tidak tahu bagaimana wajahnya mendekat pada lelaki itu lalu mengecup singkat bibir Agam yang sedang diperhatikannya sejak tadi.
Lepas dari rasa terkejutnya, perlahan sudut bibir Ezio terangkat membentuk senyum nakal. Raut wajahnya yang semula kalut langsung cerah seketika.
“Wow, ciuman pertama kita yang mengejutkan. Sepertinya kau sungguh tidak sabar untuk mendapatkan hakmu.” Kali ini Ezio menyeringai.
“Hak apa?” Nesha melotot dengan wajah memerah. Tidak bisa digambarkan betapa malunya dia saat ini.
“Kau sudah mencuri ciuman pertamaku,” gumam Ezio seraya menggosok bibir bawahnya dengan ibu jari.
“Tidak mungkin kau belum pernah berciuman sebelumnya,” sangkal Nesha, semakin merasa gelisah.
“Ya, aku serius. Itu ciuman pertamaku setelah empat tahun. Jadi aku mau minta ganti rugi.”
“Dasar!”
Ezio nyengir. “Aku tidak bercanda soal ganti rugi.”
“Terserahlah. Aku tidak peduli.”
“Terima kasih,” ujar Ezio seraya pindah ke jok mobil yang ditempati Nesha, membuat wanita itu tersudut di pintu mobil.
“Kau mau apa?”
“Minta ganti rugi.”
Sebelum Nesha menanggapi, Ezio sudah membungkam bibir Nesha sementara kedua tangannya menahan kepala wanita itu.
***
Jemari lelaki itu mengepal kuat melihat adegan yang terjadi dalam mobil. Jelas dia bisa melihatnya karena lampu dalam mobil dibiarkan menyala hingga orang dari luar bisa melihat apa yang terjadi di dalam mobil melalui jendela kaca.
Mata serigalanya berkilat terang, menunjukkan amarah terpendam. Dia tidak bisa pura-pura bahagia melihat itu. Hatinya sakit. Dia yang sudah mengawasi Nesha sekitar tiga tahun lamanya dan tanpa sadar mulai memupuk perasaan cinta di hati, harus rela melihat Nesha berciuman dengan lelaki lain.
Ah, tidak. Bukan lelaki lain sebenarnya. Karena kalau lelaki lain, dia dengan senang hati akan menyeret lelaki itu keluar mobil lalu mematahkan lehernya.
Tapi malangnya dia, lelaki yang telah mendahuluinya memiliki Nesha adalah adik kandungnya sendiri. Adik yang begitu dia sayangi. Bahkan dia rela mati demi kebahagiaan sang Adik.
“Ozzie, seharusnya kau menuruti kata-kataku tadi. Seharusnya kita tidak mengikuti mereka.”
Ya, lelaki itu adalah Ozzie. Sementara lelaki di sebelahnya adalah Ben, kaki tangannya. Mereka tadi tidak sengaja melihat mobil Ezio saat sedang berkeliling memantau situasi. Hal itu sering mereka lakukan untuk memastikan tidak ada para pengkhianat di pihak mereka dan semua rencana terus berjalan lancar.
Ozzie sama sekali tidak menanggapi ucapan Ben. Dia terus memperhatikan apa yang kedua orang itu lakukan dalam mobil.
Sungguh lucu, bukan? Sudah tahu hatinya terluka melihat adegan itu tapi dia tetap tidak bisa memalingkan wajah.
“Sudahlah, ayo kembali. Aku benci melihat raut tak berdaya itu di wajahmu.”
“Aku ingin sekali menghajar lelaki yang sudah mencium Nesha,” geram Ozzie. “Tapi aku tidak bisa karena lelaki itu adalah Ezio, adikku,” nadanya berubah pilu.
“Karena itu kubilang sebaiknya kita kembali saja. Untuk apa kau terus di sini? Hanya menambah lebar luka hatimu.”
“Tunggu sebentar.”
Ben mendesah seraya geleng-geleng kepala. Tidak mengerti bagaimana cara berpikir Ozzie. “Pokoknya setelah ini kau harus segera menemui Bos Besar untuk melaporkan apa yang sudah terjadi. Dia akan curiga kau menyembunyikan sesuatu jika kau terus mengatakan semua baik-baik saja. Terkendali.”
Ozzie hanya mengangguk, tidak sepenuhnya memperhatikan ucapan Ben. Pandangannya masih fokus pada dua orang dalam mobil yang kini tampak saling tersenyum diiringi candaan.
-------------------
♥ Aya Emily ♥