Selasa (01.37), 01 Juni 2021
---------------------
Sepanjang perjalanan, Agam tidak mengatakan apapun hingga membuat Nesha cemas. Lelaki itu hanya menatapnya kagum saat Nesha membuka pintu rumah, lalu terus membungkam hingga kini. Nesha bahkan tidak tahu lelaki itu akan membawanya ke mana.
Sekitar dua puluh lima menit kemudian, mobil yang dikendarai Agam melambat di sebuah restoran tepi pantai. Nesha belum pernah ke restoran itu, hanya mendengar cerita bahwa restoran itu cukup romantis. Hal itu membuat degup jantung Nesha meningkat dan mendadak dia merasa gugup.
“Kita akan makan malam di sini.” Akhirnya Ezio berbicara setelah dia mematikan mesin mobil.
Dia benar-benar terpukau dengan penampilan Nesha. Dan entah mengapa, kemampuan komunikasi Ezio mendadak menghilang karena perasaan gugup yang melandanya. Ya, dia gugup mengenai apa yang akan dilakukannya nanti, khawatir akan reaksi Nesha.
Nesha hanya mengangguk sebagai tanggapan lalu bersiap membuka pintu. Namun gerakannya terhenti saat merasakan genggaman lembut Ezio pada pergelangan tangannya.
Nesha berbalik dan mata hitamnya bertatapan dengan mata hazel Ezio. “Ada apa?”
Tanpa kata Ezio mengambil sesuatu dari saku jasnya yang ternyata adalah sebuah kalung liontin. “Maukah kau mengenakannya?”
Wajah Nesha memerah. Dia tidak sanggup mengatakan apapun dan hanya mengangguk malu-malu.
Melihat isyarat itu, Ezio segera memasang kalung liontin ke leher Nesha. Lalu sejenak, keduanya hanya saling pandang.
“Kau sangat cantik.” Ezio melontarkan pujian yang semakin membuat Nesha memerah. Beruntung suasana di dalam mobil agak gelap, hanya diterangi cahaya lembut lampu taman tak jauh dari lokasi mobil Ezio diparkir.
“Terima kasih,” gumam Nesha lembut. “Kau juga terlihat sangat tampan dengan setelah jas seperti itu.”
Ezio tertawa kecil. “Terima kasih juga.” Keduanya kembali saling pandang. Lalu perlahan, tubuh Ezio mendekat. Terlihat jelas dia mulai tidak sanggup menahan diri untuk tidak mengecup bibir Nesha. Tapi sebelum hal itu terjadi, Ezio ingat rencananya nanti lalu buru-buru menegakkan tubuh. “Ehm, kita masuk sekarang?” entah mengapa suaranya berubah serak.
Lagi-lagi Nesha hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia tahu bahwa tadi Agam hendak menciumnya dan Nesha sama sekali tidak akan menolak. Namun ternyata Agam menarik diri dan itu membuat sebersit rasa kecewa timbul di hati Nesha.
Sial! Ternyata dirinya benar-benar sudah berubah menjadi jalang.
Keluar dari mobil, Ezio meletakkan tangan Nesha di lekukan lengannya lalu mereka berjalan layaknya sepasang kekasih. Namun lagi-lagi keduanya memilih bungkam. Nesha masih belum bisa mengatasi perasaan gugupnya berjalan di samping Ezio untuk menikmati makan malam berdua sementara Ezio juga gugup memikirkan rencananya, khawatir tidak berjalan lancar.
Mengenali Ezio, seorang pelayan menghampiri lalu mengantar mereka menaiki tangga menuju lantai dua. Nesha mengerutkan kening bingung karena setahunya, yang paling menarik dari restoran itu adalah area makan di alam terbuka, tepatnya di tepi pantai.
Di lantai dua, pelayan terus memandu mereka menuju area belakang restoran, tempat debur ombak semakin jelas terdengar. Hingga mereka sampai di balkon luas dengan pemandangan laut lepas. Yang membuat Nesha ternganga takjub adalah sebuah meja dengan dua kursi di tengah balkon. Hidangannya lengkap dan dihiasi lilin cantik di tengahnya. Ditambah lagi di sisi kanan dan kiri balkon terdapat masing-masing tiga orang yang duduk memegang alat musik, seolah memang tengah menunggu kedatangan mereka.
“Kau menyiapkan semua ini?” tanya Nesha tanpa menyembunyikan perasaan takjubnya.
“Ya, kuharap kau suka.”
“Mana mungkin aku tidak suka? Ini indah sekali.”
Ezio tersenyum. “Senang mendengarnya.”
Sampai di meja, Nesha mengagumi hidangan yang ditata dengan cantik, membuatnya tidak tega memakan makanan itu. Bahkan ada hidangan penutup berupa cake berbentuk mawar.
“Kau pasti mengeluarkan banyak uang.”
“Uang sama sekali tidak penting asalkan aku bisa melihat binar takjub itu di matamu.”
Nesha terkekeh. “Kau semakin pandai merayu.”
“Karena kau.”
Ezio tersenyum dan dibalas senyum juga oleh Nesha. Kemudian Nesha menatap sekeliling, memperhatikan para pemain musik yang diam menunggu sambil memperhatikan mereka dengan senyum di bibir. Sedikit membuat Nesha tidak nyaman karena jadi pusat perhatian.
“Kenapa mereka tidak—”
Nesha tidak sempat menyelesaikan kalimatnya saat ia merasakan Ezio menyampirkan jasnya di bahu Nesha yang terbuka.
“Maaf memintamu mengenakan gaun yang terbuka tapi malah mengajakmu ke tempat dingin seperti ini.” Ezio benar-benar menyesal. Yang dia pikirkan hanya tempat romantis untuk membuat Nesha terkesan, tapi sama sekali melupakan kenyataan pakaian yang ia minta Nesha pakai tidak bisa menghalau udara dingin menerpa tubuh wanita itu.
Nesha berdecak. “Jangan rusak malam ini dengan wajah jelekmu.”
Ezio menyeringai. “Tadi kau bilang bahwa aku tampan.”
“Ya saat kau tidak menampakkan wajah bersalah itu.”
“Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi.”
“Kalau begitu pakai kembali jasmu. Aku baik-baik saja.”
Ezio menahan tangan Nesha yang bersiap melepas jasnya lalu menggenggamnya erat. “Jangan. Aku tidak akan bisa menikmati malam ini dengan perasaan cemas memikirkan bahwa kau kedinginan.”
“Oke, baiklah.” Nesha mengalah. “Bisa kita makan sekarang?”
“Hmm, tunggu dulu. Bagaimana kalau kita menikmati pemandangan laut sebelum makan?”
“Kau yang punya rencana. Jadi pasrah saja.” Nesha menyeringai.
Ezio terkekeh lalu menuntun Nesha menuju pagar balkon. Di bawah sana tampak area restoran tepi pantai cukup ramai pengunjung. Mereka menikmati makan malam bersama pasangan atau keluarga ditemani debur ombak. Namun laut nampak hanya berupa hamparan tanah luas nan gelap.
Mendadak Ezio menjentikkan ibu jari dan jari tengahnya sebanyak tiga kali, membuat Nesha menoleh ke arah lelaki itu penuh tanya.
Tapi belum sempat ia bertanya, mendadak laut di depan mereka berubah terang dengan lampu-lampu kuning yang membentuk rangkaian tulisan:
Maukah kau menjadi kekasihku?
Nesha ternganga dengan kedua tangan menutup mulut. Perlahan dia menoleh ke arah Ezio yang ternyata juga sedang menatapnya dengan serius.
“Nesh, ini memang terlalu cepat. Kita baru saling kenal tapi aku bersungguh-sungguh saat mengajukan pertanyaan ini. Maukah kau menjadi kekasihku?” Jantung Ezio bertalu-talu saat menanti jawaban Nesha. Dia benar-benar cemas.
Nesha memang menyukai Ezio dari awal. Meski perasaannya belum bisa digolongkan cinta, namun ia benar-benar merasa nyaman bersama Ezio. Lelaki itu seperti tempatnya pulang. Selalu menjadi penghibur di antara pekerjaan yang serasa membuat kepala Nesha nyaris pecah.
Karena itu tidak ada keraguan dalam hatinya saat ia mengangguk, menerima lelaki itu menjadi kekasihnya. Kekasih pertama Nesha. Sungguh, rasanya saat ini dia ingin berlari menemui ketiga Kakaknya lalu menceritakan hal ini dengan perasaan bahagia yang meluap.
“Kau menerimaku?” Nada suara Ezio terdengar tidak percaya.
Nesha kembali mengangguk seraya berkata, “Ya, aku bersedia menjadi kekasihmu.”
Tangan Ezio mengepal senang, nyaris saja melompat gembira. Rasa bahagianya tidak dapat dilukiskan.
Perlahan, musik lembut mulai terdengar. Para pemain musik itu mengalunkan lagi cinta yang begitu indah, membuat suasana malam ini semakin terasa romantis sekaligus magis.
“Mau berdansa denganku?” Ezio mengulurkan tangan ke arah Nesha.
Nesha tersenyum seraya meletakkan tangannya di atas tangan Ezio. “Dengan senang hati.”
Keduanya saling melempar senyum saat tubuh mereka mendekat lalu mulai bergerak mengikuti alunan musik.
***
Ezio melangkah santai mendekati rumah berpagar tinggi dengan penjagaan ketat itu. Tapi bukannya menuju pintu gerbang, dia malah berjalan memutar memasuki area hutan pinus lalu mendekati pagar tinggi rumah itu dari samping.
Begitu mencapai area rumah yang Ezio tahu luput dari pengawasan kamera CCTV, dia segera memanjat pagar lalu melompat ke halaman belakang rumah itu. Kemudian dia mengendap-endap menuju sebuah jendela yang menghadap kolam renang di samping rumah.
Bukan tanpa alasan Ezio memilih jendela itu. Orang yang hendak ditemuinya biasanya lebih banyak menghabiskan waktu dalam ruangan dibalik jendela dan tempat itu jarang dimasuki sembarang orang.
Klek.
Jendela berhasil Ezio buka dengan mudah. Sejenak ia mengintip lalu segera melompat masuk setelah yakin hanya orang yang ingin ditemuinya di dalam sana.
Begitu kakinya menjejak bagian dalam rumah yang merupakan ruang kerja seseorang, Ezio buru-buru menutup jendela lalu kembali berbalik menghadap lelaki yang masih asyik menulis sesuatu sambil duduk dibalik meja besarnya. Senyumnya merekah saat ia mendekati orang itu seraya menyapa, “Hai, Kak.”
Lelaki dibalik meja menghentikan gerakan tangannya lalu mendongak, membalas tatapan mata hazel Ezio dengan mata ambernya.
------------------------
♥ Aya Emily ♥