Sembilan Belas

1584 Kata
Selasa (01.34), 01 Juni 2021 -------------------- BRAK! Gerakan lelaki bermata amber yang sedang menggulung mie instan dengan garpunya terhenti mendengar suara keras itu. Tapi kemudian dia melanjutkan acara makannya dengan lahap. “Cih, menyedihkan sekali. Seorang senator hanya makan mie instan.” Lelaki berambut hitam tebal dan bermata biru pucat itu mengejek seraya mengambil botol whisky di mini bar sudut ruangan lalu membawanya ke sofa tempat Senator Leighton masih asyik melahap makan malamnya. “Aku tidak malu makan mie instan di rumahku sendiri. Coba lihat dirimu! Hanya demi sebotol whisky saja kau harus mengendap-endap seperti maling.” Senator Leighton balas mengejek. “Seharusnya kau berterima kasih padaku. Aku rela mengendap-endap seperti maling dan hanya menukar informasi berharga dengan sebotol minuman semacam ini.” Mendengar kata informasi, sudut bibir sang Senator melekuk membentuk senyuman. “Sepertinya informasi yang benar-benar berharga hingga kau mau repot-repot datang sendiri, Ben.” “Tentu saja.” Ben tersenyum sombong. “Baiklah, apa itu? Aku tidak punya banyak waktu.” Ben terkekeh. “Calon Jenderal PBB memang tidak perlu diragukan lagi kesibukannya. Jadi aku langsung saja. Mau mendengar berita baik atau berita buruknya dulu?” Kening Senator Leighton berkerut. “Aku tidak suka pilihan yang kau berikan. Kenapa harus ada berita buruk?” “Oh, ayolah. Tanpa berita buruk, hidup kita akan terasa membosankan. Apalagi berita buruk yang satu ini. Aku tidak sabar menunggu reaksimu.” Kerutan di kening sang Senator semakin dalam, menunjukkan bahwa Ben telah berhasil memancing rasa penasaran si pemilik mata amber itu. “Jangan terlalu dipikirkan. Pilih saja dulu.” Ben menahan senyum geli. “Kalau begitu berita buruknya dulu.” Mendadak Ben berdecak. “Kenapa pilih berita buruknya dulu? Seharusnya berita baik dulu baru berita buruk.” Senator Leighton melotot. “Untuk apa kau memberi pilihan jika aku tetap harus memilih sesuai kehendakmu?” “Agar kau tidak menyalahkanku lalu berkata bahwa aku tidak memberimu pilihan.” Dengan kesal, Senator Leighton merebut botol di tangan Ben lalu meneguk isinya. “Pergi saja kalau kau hanya ingin bermain-main.” Satu teguk lagi diminumnya lalu sebuah u*****n terdengar dari sela  bibir sang Senator saat ia menyadari sesuatu. “Sial! Aku masih harus memeriksa beberapa laporan setelah ini. Harusnya aku tidak minum.” Ben terkekeh tapi lalu dia memutuskan berhenti bermain-main. “Jadi berita baiknya, tim The Hackers tampaknya mulai kewalahan mencari tahu asal-usul dirimu.” Senator Leighton manggut-manggut. “Itu bagus sekali. Tapi tetap awasi mereka. Mereka tidak sebodoh wartawan-wartawan itu yang dengan mudahnya menerima informasi palsu.” “Ya, tentu saja.” “Lalu apa berita buruknya.” Mendadak Ben menyeringai lebar, berbanding terbalik dengan perkatannya bahwa dia akan menyampaikan berita buruk. “Kau yakin ingin mendengarnya sekarang?” “Kalau masih bisa ditunda, katakan saja lima tahun lagi.” Ben malah terbahak. “Kalau menunggu lima tahun lagi, pasti masalah ini akan semakin membesar.” “Kalau begitu katakan sekarang! Kau ingin kubunuh dengan botol ini?!” Bukannya takut, Ben malah semakin terbahak lalu buru-buru mengangkat tangan saat melihat sang Senator sudah siap menghantam kepalanya dengan botol kaca. “Baiklah, baiklah. Jadi berita buruknya, wanita incaranmu itu tampaknya sudah memiliki kekasih sekarang.” Kening sang Senator kembali berkerut. “Maksudmu Nesha?” “Memangnya kau punya wanita incaran lain?” “b******k! Siapa lelaki yang berani melangkahiku itu?” “Nah, itu dia berita yang lebih buruk lagi. Kekasih wanita itu adalah Ezio Dero.” “APAA?!!” *** “Aku menemukan alamat tempat tinggal tiga orang dalam foto itu yang selamat dari tragedi kebakaran. Tapi sayang, hanya tinggal seorang yang masih hidup hingga kini.” “Tidak apa-apa. Satu saja sudah cukup. Besok kita akan langsung mendatangi kediamannya. Jangan lupa ajak Rowan. Kemampuan hacking via ponselnya sangat berguna dalam situasi darurat.” “Baiklah. Kalau begitu sampai ketemu besok.” “Oke.” Gavin memutus sambungan telepon lalu mendongak menatap Mark yang tampak menunggu dengan penasaran. “Bagaimana?” tanya Mark. “Farlo berhasil mendapatkan alamatnya. Tapi ternyata hanya satu orang yang masih hidup.” Mark geleng-geleng kepala dengan ekspresi kagum. “Kalau berhubungan dengan manipulasi gambar, kemampuan Farlo tidak perlu diragukan lagi.” “Ya. Sekali lihat saja, dia langsung tahu ada yang aneh dengan foto itu. Tapi sayangnya, orang yang merekayasa foto itu juga sangat lihai. Sama sekali tidak ada petunjuk bahwa wajah sang Senator hanya tempelan. Bahkan Farlo pun tidak bisa membuktikannya.” “Jadi sekali lagi, kita hanya berpegang pada dugaan.” Mark mendesah. “Dimulai dari dugaan Nesha bahwa Senator Adlan Leighton adalah orang yang melecehkannya di bandara tiga tahun lalu. Jika benar demikian, berarti dia jugalah tersangka utama tragedi meledaknya pesawat di bandara saat itu. Dilanjutkan dengan dugaanmu bahwa masa lalu sang Senator yang diketahui publik hanyalah cerita karangan. Dan sekarang dugaan Farlo bahwa foto yang ditunjukkan Mr. Ersandio sudah direkayasa. Tapi semua itu sama sekali tidak terbukti. Dengan kata lain, kita hanya menuduh.” Gavin angkat bahu. “Setidaknya ada yang bisa kita kerjakan sekarang selain memperbaiki laptop rusak.” “Benar juga. Ngomong-ngomong bagaimana cara kalian mendapatkan salinan foto itu?” “Aku memasang kamera yang terlihat seperti anting di telingaku.” “Maksudmu, kamera buatan Nesha?” Gavin mengangguk. “Itu keren sekali. Apa kau masih menyimpan rekamannya?” Mendadak Mark tampak bersemangat. “Tentu saja.” “Berikan padaku.” “Untuk apa?” “Mungkin aku bisa menemukan sesuatu.” Gavin mengangguk lalu menghadap layar laptopnya untuk menyalin rekaman video kunjungannya ke rumah Mr. Ersandio. “Oh ya, aku masih penasaran. Bagaimana cara kalian menemukan bahwa ada tiga orang yang selamat dari tragedi kebakaran itu?” “Sama seperti sebelumnya, itu hanya dugaan. Foto itu diambil sekitar tiga tahun sebelum tragedi terjadi. Selama itu, proses adopsi bisa saja terjadi, seperti yang dialami sang Senator. Berarti kemungkinan ada orang lain dalam foto itu yang juga selamat. Tragedi itu terjadi pada tahun 2037. Jadi aku meminta Rowan untuk meretas data penduduk, terutama perihal proses adopsi sejak tahun 2034 hingga 2037.” Mark mengangguk. “Bisa dibilang ini sebuah keberuntungan. Tapi yang masih membuatku heran, kenapa kita sama sekali tidak bisa menemukan foto-foto penghuni panti. Padahal di tahun itu internet dan sosial media sudah menjadi keseharian masyarakat. Sangat aneh kalau semua penghuni panti tidak satupun yang memiliki gadget.” Kening Gavin berkerut. “Maksudmu, seolah semua informasi tentang panti dan seluruh penghuninya sengaja ditutupi atau bahkan dihapus setelah kebakaran terjadi?” “Sangat aneh, kan? Apa hal itu memang perlu dilakukan hanya untuk memperkuat masa lalu Senator Adlan Leighton atau memang ada sesuatu yang lebih besar dibalik tragedi itu?” Mendadak suasana menjadi hening. Di ruang tengah rumah tempat mereka bersembunyi selama tiga tahun itu, keduanya bungkam dengan pikiran masing-masing. “Hei, bagaimana penampilanku?” Suara Nesha yang muncul tiba-tiba menarik kedua lelaki itu kembali ke alam nyata. Nyaris bersamaan Mark dan Gavin menoleh lalu kedunya sama-sama ternganga. Nesha memang cantik. Tapi dalam balutan gaun hitam itu, dia jadi tampak semakin cantik dan seksi. Rambutnya disanggul untuk memamerkan lehernya yang dilingkari kalung emas putih. Dan bagian punggungnya yang terbuka, hanya terdapat jalinan tali, jelas akan memancing banyak mata menoleh dua kali ke arahnya. “Mau ke mana?” tanya Mark begitu lepas dari rasa terkejut. “Makan malam.” Nesha nyengir, tidak bisa menutupi binar bahagia di wajahnya. “Apa maksudmu?! Kau mau keluar dengan pakaian kurang bahan seperti itu?!” Gavin bertanya dengan nada tinggi. Nesha merengut mendengar pertanyaan Gavin yang lebih menyerupai bentakan. “Apa yang salah dengan gaun ini?” “Kau tidak bercermin? Gaun itu menunjukkan lekuk-lekuk tubuhmu. Lalu bagian leher, lengan, dan punggungmu juga terbuka. Apa kau tidak pikir panjang sebelum membeli gaun semacam itu di cuaca sedingin ini?” Gavin melotot, Nesha semakin merengut, sementara Mark nyaris saja terbahak. Lucu sekali melihat reaksi dua orang yang telah dianggapnya adik itu. Ya, di antara mereka bertiga memang Mark lah yang paling tua. Tahun ini dia sudah berusia dua puluh delapan tahun, sementara Gavin dua puluh enam dan Nesha dua puluh dua. Nesha tidak mau kalah begitu saja. “Aku tidak peduli pendapatmu! Yang penting teman kencanku menyukainya dan ingin aku mengenakan gaun ini!” “O’oo.” gumam Mark sambil menggaruk tengkuknya. Hati Gavin pasti berdarah sekarang. “Kau—mau pergi kencan?” Mendadak nada suara Gavin berubah lemah. Melihat itu Nesha merasa telah berhasil mengalahkan Gavin dalam adu pendapat. Dia mendongakkan dagu dengan angkuh seraya berkata, “Tentu saja.” Belum sempat Gavin berkomentar kembali, mendadak suara bel pintu berbunyi. Mark buru-buru berdiri mendekati Nesha. “Sepertinya itu teman kencanmu. Pergilah dan semoga kencan kalian menyenangkan. Ohya, jangan pulang larut malam atau lain kali aku tidak akan mengizinkanmu keluar malam lagi.” Lagi-lagi Nesha merengut. “Kenapa semua orang memperlakukanku seperti anak kecil?” “Karena kau memang lebih cocok jadi adik kecil daripada wanita dewasa.” Adik kecil? DEG. Nesha menelan ludah karena tiba-tiba tenggorokannya tercekat. Panggilan itu mengingatkan Nesha pada ketiga kakaknya, membuat kerinduan di d**a Nesha semakin terasa menyakitkan. Tidak mau hari ini rusak, Nesha menghela napas sejenak lalu mengulas senyum kepada Mark. “Terserah kau sajalah. Aku pergi dulu. Bye Mark, bye Gavin.” Sepeninggal Nesha, Mark kembali duduk di samping Gavin yang kini terdiam. “Hei, ada apa dengan wajahmu?” goda Mark. “Diam, Mark!” “Jangan bilang bahwa kau marah karena Nesha pergi berkencan. Ayolah, Gave. Lelaki sejati harus memegang ucapannya sendiri. Bukankah kau bilang tidak peduli Nesha pergi dengan siapapun?” Tanpa menanggapi perkataan Mark, Gavin berdiri lalu bergegas menuju kamarnya. -------------------- ♥ Aya Emily ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN