Enam

1226 Kata
Senin (23.42), 31 Mei 2021 ---------------------- Lelaki bermata amber itu bersandar di dinding memperhatikan orang-orang di bandara yang lalu lalang menuju area keberangkatan pesawat. Bahasa tubuhnya tampak santai. Kedua tangan dilipat di depan d**a, kaki menyilang dan kepala sedikit menunduk. Sama sekali tak tampak berbahaya. Namun siapa sangka, dia selalu menyimpan sebilah belati di sepatu ketsnya yang sudah didesain khusus dan bisa diraih dengan cepat. Jangan lupakan juga pistol yang terselip di bagian belakang celana jins dan tertutup jaket. Lalu tudung jaket yang tidak pernah dibuka itu, sengaja menyembunyikan wajah dan mata serigalanya yang pasti akan menarik perhatian karena sangat rupawan. Dia tidak ingin dikenali, apalagi sampai wajahnya terekam CCTV. Tidak ada yang tahu kapan lelaki itu harus mengotori tangannya dengan darah. Diam bak patung hampir lima menit lamanya, lelaki lain mendekati lelaki bermata amber itu. Lelaki yang baru datang tampak jauh lebih tua, terlihat dari rambutnya yang memutih dan kerut di wajah. “Sebentar lagi mereka akan melewati area ini.” Lelaki yang baru datang memberitahu. Sudut bibir lelaki bermata amber terangkat, menunjukkan senyum yang membuat wajahnya semakin tampan seperti malaikat terdampar. Tapi hanya segelintir orang yang tahu betul bahwa senyum itu berarti kematian bagi orang lain. “Apa semuanya sudah siap?” “Ya, sesuai instruksimu.” “Kalau begitu, kita tinggal menonton.” Lelaki yang lebih tua turut tersenyum, senang membayangkan ledakan besar yang sebentar lagi akan terjadi. “Ngomong-ngomong Ben, bisakah lain kali kau tidak menggunakan dandanan seperti orang tua begitu? Kau membuatku jijik.” Mengabaikan nada mencela lelaki bermata amber, lelaki yang dipanggil Ben mengeluarkan ponsel pintarnya lalu berkaca. “Tidak ada yang aneh dengan penampilanku. Kakekmu juga tua tapi kau tampak biasa saja dengan wajah keriputnya.” “Terserah kau sajalah.” Lelaki bermata amber mengibaskan tangan menyuruh Ben diam. Tak lama kemudian, tampak rombongan orang datang. Rombongan ini jelas merupakan orang penting jika dilihat dari angkatan bersenjata yang mengawal. “Itu mereka.” Ben memberitahu. “Ya.” Kedua lelaki itu diam memperhatikan. Rombongan yang baru datang pun tampak tak berbahaya. Kebanyakan masih muda. Namun mengingat mereka adalah orang-orang terpilih dari berbagai belahan dunia, jelas mereka memiliki potensi untuk jadi senjata. Hanya sedikit latihan khusus, mereka pun siap menjadi pasukan yang bisa merepotkan. Sesuatu yang tidak diharapkan pimpinan New World. “Dia?” mendadak lelaki bermata amber menegakkan tubuh, lebih tajam memperhatikan gadis di barisan paling belakang dari rombongan. Lelaki bermata amber sama sekali tidak mengenal gadis itu. Dia hanya tanpa sengaja melihat si gadis di taman ketika ia berkunjung ke Indonesia. Gadis bermata hitam itu menarik perhatian si lelaki hanya karena berbincang dengan Bapak penjual bunga. Lelaki itupun tidak tahu kenapa. Dia hanya suka melihat gerak-gerik si gadis. Niat hendak menghirup udara segar, lelaki itu malah membuntuti si gadis hingga sifat isengnya muncul lalu merebut salah satu bunga milik si gadis bermata hitam. Tidak berhenti sampai di situ, dia juga meremas p****t si gadis dan membuat gadis itu mengejarnya. Andai saat itu lelaki bermata amber sedang tidak ada tugas penting, pasti dia akan tergoda membuntuti gadis itu sampai ke rumahnya. “Kenapa? Kau mengenali seseorang?” Ben bertanya. Lelaki bermata amber diam. Dia terus memperhatikan hingga si gadis melewati dirinya, menuju arena kematian yang telah disiapkan si lelaki dan timnya. Kening lelaki bermata amber berkerut. Ada sesuatu yang mengganggu perasaannya. Seperti rasa gelisah dan khawatir terhadap gadis itu. Padahal seumur hidup, lelaki bermata amber tidak pernah sekalipun mengkhawatirkan apapun, meski pistol diacungkan tepat di kepalanya. “Kau kenapa?” lagi-lagi Ben bertanya. “Sial!” lelaki bermata amber mengumpat lalu beralih pada Ben. “Kita bertemu di luar bandara.” Selesai berkata demikian, lelaki bermata amber bergegas pergi menuruti kata hatinya. *** Lagi-lagi Nesha menarik nafas panjang ketika rombongan telah mendekati area keberangkatan pesawat. Sungguh, perasaan gugup melingkupi hatinya. Terbiasa pergi ditemani ketiga kakaknya membuat Nesha merasa yang dilakukannya sekarang merupakan hal besar. Dia masih tidak tahu apa yang akan terjadi, masih tidak tahu apa yang akan dihadapi. Dan itu semua membuat perasaannya campur aduk. “Kau terlihat gugup, Nesh. Santai saja.” Mark merangkul bahu Nesha memberi semangat. Berbeda dengan Gavin, bersama Mark membuat Nesha merasa di dekat salah satu kakaknya. Baru satu minggu mereka saling mengenal, Nesha sudah merasa kenal lama dengan Mark karena lelaki itu mudah bercerita banyak hal dan pintar memancing Nesha untuk bercerita juga. Sempat Nesha bertanya mengapa Mark tidak bersama rekan satu negaranya. Menurut Mark dirinya kurang cocok dengan rekan senegaranya itu. Tampaknya orang itu adalah tipe yang selalu merasa dirinya paling pintar dan orang lain hanya pantas jadi pesuruhnya. Mendengar itu Nesha maklum. Sepertinya masih lebih beruntung dirinya. Meski Gavin terkesan dingin, setidaknya dia tidak seperti rekan senegara Mark. “Ini sesuatu yang besar bagiku. Aku tidak bisa berhenti merasa gugup.” Nesha menyeringai malu. “Dasar manja!” cibir Gavin yang berjalan di sisi Nesha yang lain. Nesha menjulurkan lidah pada Gavin kesal sementara Mark terkekeh melihat tingkah kedua orang itu. Setelahnya mereka kembali berjalan dalam diam, tapi tiba-tiba— “Aw!” Nesha memekik lalu buru-buru berbalik sambil memegang pantatnya yang baru saja diremas seseorang. Lalu tatapan Nesha terpaku pada orang bertudung jaket yang berjalan santai. Matanya terbelalak saat orang itu menoleh dan dengan sengaja menyeringai pada Nesha. “Kenapa, Nesh?” “b******n!” Nesha mengabaikan pertanyaan Mark. Dia langsung berlari mengejar lelaki yang telah melecehkannya. Naluri wanitanya tidak terima diperlakukan demikian. Salah seorang pengawal dengan sigap mengejar Nesha. Panggilannya sama sekali tidak dihiraukan gadis itu. Mark dan Gavin yang sempat bengong segera tersadar lalu turut mengejar Nesha. Meski sama-sama baru saling kenal, mereka merasa Nesha sudah jadi bagian dari mereka hingga secara refleks kaki mereka turut berlari. Keributan kecil yang terjadi di barisan belakang membuat semua anggota rombongan berhenti lalu menoleh. Mereka saling pandang penuh tanya sementara para pengawal segera membentuk tameng pelindung. Di tempat lain, Ben ternganga akan tingkah tak biasa sahabat sekaligus bosnya yang menciptakan kehebohan. Dia sungguh tidak mengerti apa yang ada di otak lelaki bermata amber itu sekarang. Padahal rencana sudah jelas mereka susun. Kalau seperti ini, bisa-bisa rencana mereka gagal mengingat rombongan itu sekarang berhenti dan lebih fokus pada keributan daripada penerbangan mereka. “Apa yang terjadi?” terdengar pengawal yang menjaga di barisan depan bertanya pada pengawal yang menjaga barisan belakang. “Salah satu peserta tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.” “Mengejar apa? Dia kira kita sedang bermain-main sekarang?” pengawal yang tampak memiliki jabatan tertinggi di situ bertanya dengan nada kesal. “Entahlah, kami tidak sempat menghentikannya. Beberapa anggota tim sudah ada yang berusaha mengejar.” “Sepertinya lebih dari satu orang.” Ini komentar salah satu peserta rombongan. “Iya. Dua lainnya turut mengejar ketika gadis itu berlari.” “Menyusahkan saja. Sebentar lagi pesawat kita akan lepas landas.” Geram pimpinan pengawal. “Kalau begitu tinggal saja. Daripada kita semua yang ketinggalan pesawat. Mereka kan bisa menyusul dengan penerbangan berikutnya.,” usul peserta rombongan lain yang juga terlihat kesal. “Iya, setuju.” Lainnya menyahut. “Baiklah, kalau begitu kita berangkat duluan.” Si Pimpinan berujar lalu beralih pada anak buahnya yang tadi dia tanyai. “Segera hubungi anggota tim yang bersama ketiga orang itu. Bilang kita berangkat duluan dan mereka menyusul dengan penerbangan berikutnya.” “Baik, Pak.” Ben yang mendengar percakapan itu menghembuskan napas lega. Segera dia berbalik menjauh, keluar dari bandara dan menunggu si lelaki bermata amber selesai bermain-main. -------------------- ♥ Aya Emily ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN