“Mas, aku nggak suka dengarnya,” ucap Nayla pelan, suaranya mengandung kesal yang tak bisa disembunyikan. “Maksudnya apa?” tanya Raivan masih dengan mata terpejam. Pelukannya tak mengendur sedikit pun. “Aku cuma nggak sabar pengen cepat ketemu kalian lagi, itu aja.” Nayla mengembuskan napas panjang. Ada lega yang menyelinap di d**a. “Kalau bicara itu tolong susun kalimatnya sebaik mungkin, Mas. Supaya nggak menimbulkan persepsi yang salah,” ujar Nayla. Ia membalas pelukan Raivan, lebih erat dari sebelumnya. “Aku juga selalu ingin melihat kamu, Mas,” bisiknya. Dalam diam itu, mereka saling menyerap hangat satu sama lain. Tak ada kata lanjut. Hanya tubuh yang saling mendekap. Keesokan harinya Pagi itu, bias lembut sinar mentari mengusik Nayla yang masih tertidur dalam pelukan Raivan. T

