Raivan membungkukkan tubuhnya sedikit, lalu menangkup wajah Nayla dengan lembut. Matanya menatap dalam, kemudian mendaratkan ciuman lembut di kening Nayla. Nayla memejamkan mata sejenak, membiarkan—merasakan kehangatan ciuman itu. Entah, kenapa Nayla merasa sedikit lega. Namun di saat yang sama, sebuah pertanyaan pelan-pelan menyeruak di relung hatinya ‘bolehkah ia menyerahkan dirinya seutuhnya pada lelaki ini—hanya jika cinta itu benar-benar telah tumbuh, bukan sekadar karena hasrat semata?’ “Nayla sayang,” gumam Raivan pelan, kali ini mengecup puncak kepala istrinya. Nayla membuka matanya, lalu mendesah pelan sambil tersenyum miring. “Tidak kreatif,” katanya datar, meskipun hatinya sempat bergetar mendengar panggilan itu. Raivan mengernyit bingung, lalu melepaskan pelukannya sedikit

