Entah sejak kapan, rasa itu tumbuh—perlahan, diam-diam, tapi tak bisa lagi disangkal. Kini, ia menjadi sesuatu yang tak ingin Raivan pendam lebih lama. Nayla menunduk. Suara itu menembus jauh ke dalam dirinya. Hangat dan tajam di saat bersamaan. Ada yang runtuh pelan-pelan di dadanya, sesuatu yang lama ditahan akhirnya meleleh begitu saja. Air mata jatuh, mengalir tanpa diminta. Raivan menyipitkan mata saat melihat butir bening itu jatuh dari sudut mata istrinya. “Sayang sekali aku tidak bisa menghapus jejak air mata itu, Nay. Peluk dan ciumku untukmu.” Suaranya meredam lembut, membalut sendu di hati Nayla. “Kamu, wanita luar biasa, Nay. You deserve to be happy.” Nayla mengatupkan bibir, matanya masih berkabut. “Tolong ... katakan kalau aku akan bahagia bersama kamu, Mas.” Raivan tak

