Ia ingin sekali pulang ke Semarang seperti Amira, tapi Ayu butuh pemasukan yang sudah sesuai dengan pekerjaannya di Jakarta. “Ami, masih ada tidak sih pria seperti dokter Kaflin?” tanya Ayu di tengah-tengah obrolan. Ayu menyuguhi Amira makanan, berupa cemilan. Amira mengunyah biskuitnya dulu, menelannya baru menanggapi. “Maksudnya?” “Ya, siapa tahu nasibku bisa seberuntung kamu.” Amira malah kehilangan senyumnya, yang seperti Ayu pasti melihat dirinya beruntung. Dinikahi pria seorang dokter dan kaya raya, sudah begitu pria yang Amira cintai tanpa Ayu tahu dibalik itu ada luka luar biasa yang Amira dapatkan karena masa lalu Kaflin yang muncul di awal pernikahan. Terlihat beruntung, terlihat enak, terlihat bahagia, semua itu belum tentu sama seperti yang dirasakan oleh yang menjala