"Lara, aku bisa menjelaskan semuanya. Aku tak merebut dia darimu. Aku hanya..."
Seorang wanita yang berada di hadapan Laras terlihat marah serta sedih bersamaan. "Sudahlah jangan omong kosong! Dia tidak mungkin melihatmu kalau tidak ada kesempatan, mengaku saja kau juga menyukai dia dari awal! Setelah aku pergi kau mendapat kesempatan untuk mendekatinya."
Laras menggeleng cepat. "Tidak, aku tak pernah berniat seperti itu."
"Kau selalu saja bermuka dua. Kenapa Laras? Kenapa kau selalu menginginkan apa yang aku punya? Apa mengalahkanku dalam peringkat tidak puas dan sekarang kau ingin merebut pacarku? Kau jalang, tak berperasaan!" Sebelum sempat Laras membela diri tangan Lara melayang, memberikan sebuah tamparan kuat.
Tepat saat itu juga Laras membuka mata. Napasnya tersengal sementara di pelipis bulir-bulir keringat dingin terlihat. Dia melihat ponselnya, menemukan jika telah pagi.
Setelah merapikan tempat tidur dan menggosok gigi, Laras keluar dari kamar menghampiri Ibunya yang mencuci piring. "Ma, mana Papa? Sebastian juga kok tidak kelihatan?" tanya Laras menyadari tidak ada kehadiran kedua pria itu.
"Papa kerjalah. Sebastian bilang ada urusan jadi pergi kamunya saja yang bangun telat bikin sarapan kamu sendiri Mama mau ke pasar beli beberapa bahan makan." Gerak tangan Mama berhenti dan membalikkan badan melihat pada putrinya dengan pandangan penasaran.
"Laras, kamu serius tidak ada hubungan sama Sebastian itu?" Laras mengangguk malas.
"Kenapa? Mama tidak percaya?" Laras balik bertanya. Mama tertawa kecil.
"Tahu tidak kami mengobrol dan dia kelihatan sekali suka sama kamu." Ekspresi Laras langsung berubah, dia menolak segala ucapan yang keluar dari mulut sang Ibu.
"Ini hanya kesimpulan aku dan Papamu tapi jelas sekali, kalau tidak kenapa dia mengakrabkan diri dengan kami. Ditambah dia cakap sekali memuji makanan Mamamu ini yang katanya enak."
Laras lantas berhenti mengoles sepotong roti dengan selai. Sepengetahuannya Sebastian tidak suka makanan yang bukan seleranya tapi dia memuji makanan Ibunya. Jelas ini salah.
Sebastian cari muka itu adalah hal baru. "Perasaan Mama saja. Dia memang begitu kalau makanan enak pasti dia memuji kokinya." Laras menjawab dengan berbohong.
"Ah benarkah? Tapi Laras kalau memang kamu berjodoh sama Sebastian, Mama dan Papa setuju saja. Dia tampak pria yang baik."
Pria baik apa yang mencoba dekat dengan seorang wanita lain sementara dia memiliki kekasih? Laras sendiri kehilangan kata-kata dengan tindakan Sebastian. Bagaimana ia bisa menyadarkan pria itu bahwa Lucy adalah wanita baik dari perempuan lain termasuk Laras sendiri.
***
Malam akhirnya tiba. Laras keluar dari mobil milik Sebastian bergerak menuju sebuah cafe yang cukup besar tempat diselenggarakan reuni. Entah dari mana biaya yang dihasilkan dan bisa menyewa satu tempat.
"Laras!" seorang wanita yang akrab di pandangan mata menyapa Laras sambil melambaikan tangan. Laras mengangguk kemudian berjalan mendekat. Seperti wanita pada umumnya, Laras dihadiahi pelukan dan cium pipi kanan serta pipi kiri.
"Aku tidak sangka kau akan datang ke reuni kita. Oh iya kau datang sendirian?" tanya wanita itu.
"Aku datang..."
"Dia datang bersamaku," potong Sebastian sambil berjalan menghampiri. Sekelompok wanita itu menatap penuh kagum kemudian tersenyum saat mengedarkan pandangan kepada Laras dan Sebastian.
"Dia siapa? Pacarmu?" tanya si wanita mencoba menggoda.
"Perkenalkan Nona-Nona yang cantik, aku Sebastian aku calon suami Laras." Laras membulatkan mata. Dia melihat ke arah Sebastian sembari menyikuy lengan pria itu.
Di sisi lain mereka tertawa mendengar pujian Sebastian. "Calonmu ini lucu dan tampan, kau pasti bahagia memilikinya."
Laras mendecak sebal. "Ayo kita berkeliling, aku ingin mengobrol banyak hal dengan kalian." Laras lantas menarik teman-temannya bergerak menjauh dari Sebastian.
Terdengar suara yang protes tapi mereka kalah dengan keinginan Laras. Reuni ini untuk bertemu rindu dengan orang-orang di sekolah bukan penasaran kehidupan satu orang saja.
"Kau calon suami Laras?" tanya seorang pria yang berdiri tak jauh dari tempat Sebastian berdiri.
Sebastian mengangguk meski agak canggung berhadapan dengan pria asing ini. Sementara pria itu tampak menatapnya menyelidik. "Sepertinya aku pernah melihatmu tapi di mana ya? Apa kita pernah bertemu?" Lagi pria itu bertanya.
"Tidak, aku tak pernah bertemu denganmu."
"Hmm, aneh sekali. Aku yakin kita pernah mengobrol tapi sudahlah, aku masih kaget Laras yang tengil itu punya calon suami. Kau tahu tidak kalau dulu Laras itu sering terlibat banyak kasus kenakalan sekolah?" Sebastian menautkan alisnya, dengan kaku dia menggeleng.
Si pria tersenyum jahil. "Wah berarti ini adalah hari keberuntunganmu. Aku akan mengatakan betapa nakalnya calon istrimu di sekolah. Kau mau tidak mendengar ceritaku soal masa sekolah Laras?" Mata Sebastian mengerjap. Ini adalah kesempatan untuk mengorek banyak informasi tentang Laras.
"Dulu saat kami masih kelas 2, Laras pernah berkelahi di belakang sekolah gara-gara dilabrak sama kakak kelas. Gosipnya sih Laras dituduh menyebarkan video nakal dari salah satu senior karena hanya Laras yang mendapati senior ini lagi bermesraan sama pacarnya." Sebastian diam saja, dia ingat betul ketika hari itu terjadi tapi sepengetahuannya bukan Laras melainkan mantan pacarnya.
"Lalu Laras juga kedapatan merokok di gudang dan berakhir beberapa hari tidak masuk sekolah. Setelah dia masuk lagi, Laras jadi aneh. Dia sering bawa dua bekal makan siang." Sebastian mematung. Kenapa cerita pria di depannya ini persis sekali dengan apa yang terjadi dengan mantan pacar.
"Bukankah yang ketahuan merokok itu Lara bukan Laras?" tanya Sebastian memastikan.
"Lara? Kau kenal dengan Lara juga? Oh benar juga kau, kan calon suami Laras pasti tahu siapa itu Lara." Si pria meyimpulkan sambil tertawa.
"Jawab saja pertanyaanku. Yang dilabrak itu Lara atau Laras? Yang kedapatan merokok itu siapa? Lalu gadis yang membawa dua bekal di sekolah itu..." Sebastian terkesan memaksa tapi lawan bicaranya terlihat santai. Dia membuang napas kasar dan kembali menjelaskan.
"Lara itu beda dengan Laras. Kalau Laras sering kali berhadapan dengan guru BK, Lara sebaliknya dia siswi teladan. Semua kasus itu menimpa Laras bukan Lara."
Layaknya sebuah benang yang kusut kini telah rapi. Itu sebabnya Sebastian sering merasa ada sesuatu yang salah. Segala gundah akhirnya terjawab. Dimulai dari surat-surat cinta yang ditemukan oleh Laras bukan Lara. Mengapa masakan Ibu Laras begitu enak. Mengapa tidak ada suatu perasaan ketika bersama Lara dan begitu Laras ada, semuanya berubah.
Dari awal harusnya Sebastian sadar. Wanita yang dia sukai itu bukanlah Lara melainkan sahabatnya, Laras. Gadis yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali dengan sebuah tindakan sederhana.
Laras adalah gadis yang dia cari. Kehadiran Lara di hidupnya hanyalah sebuah kesalahpahaman semata. Sebastian bahagia. Sangat bahagia. Karena sejak awal dia jatuh cinta pada orang yang sama.