Jaga Jarak

1055 Kata
Laras berusaha mengejar Sebastian. Jenjang kaki yang panjang milik pria itu menciptakan jarak antara keduanya, dia pun tampak terburu-buru. Pada akhirnya Laras mendengus kesal. Dia memutuskan untuk berhenti mengejar dan mulai mencoba mengirim pesan singkat dari ponselnya. "Ok kalau kau tak mau memberikan izin, aku pun akan pergi sendiri tanpa persetujuanmu," tulis Laras di aplikasi chat dan mengirim ke ponsel Sebastian. Dari kejauhan Sebastian berhenti pandangannya terarah ponsel sebentar kemudian memandangi Laras. "Jangan macam-macam ya, kau tinggal di rumahku. Kalau kau pergi, aku akan menangkapmu." Sebastian langsung membalas pesan singkat Laras. "Aku tak peduli, memangnya siapa juga yang mau tinggal di rumah besar itu?" Laras mematikan nada notifikasi dari ponsel, sengaja agar tak ingin melihat balasan dari Sebastian dan bergerak menuju kantor HRD. Sebastian berdecak kesal, dia pun melangkah pergi sambil mengomel. Sampai jam pulang mereka tak berbicara, Laras berusaha beberapa kali meyakinkan Yanti bahwa dia tak akan mendapat masalah besar. Beda lagi dengan Sebastian masih saja jengkel dengan sikap Laras. Perasaan buruk itu terus mengikuti sampai menghancurkan fokus kerja Sebastian. Jika ini Lucy pasti Sebastian akan mendapat maaf langsung. Jangankan meminta maaf Laras saja tidak pernah datang ke kantor Sebastian. Dia sama keras kepalanya dengan pria itu. Tidak, Sebastian tak marah malah merasa senang. Sebastian senang sebab Laras memang berbeda dari Lucy. Caranya berbicara, menyelesaikan masalah dengan dia, juga gestur tubuhnya. Sebastian menyukai segala hal tentang Laras. Mereka berada di SMA yang sama lalu mengapa dia menyukai Lucy lebih dulu? Sungguh bodoh sekali. "Tuan, apa kita menunggu seseorang?" tanya seorang supir. Ternyata sekian lama Sebastian melamun, dia akhirnya sadar jika waktu pulang telah terlewat. Entah berapa lama Sebastian diam di dalam mobil tapi langitnya sudah gelap. Beberapa karyawan termasuk beberapa rekan kerja Laras berjalan pergi hendak pulang termasuk Yanti. Sebastian lantas bergerak keluar menghampiri Yanti bersama dua teman lainnya. "Maaf, tapi apa kau tahu di mana Laras sekarang? Aku sudah menunggunya lama sekali." Yanti tampak terkejut dan sedikit gugup berhadapan Sebastian. Meski agak terbata-bata wanita muda itu menjawab, "Dia pulang lebih dulu katanya mau ke kos buat ambil barang." Sebastian mengucapkan terima kasih kemudian meminta supirnya untuk bergerak cepat menuju sebuah tempat. *** Laras baru saja masuk setelah membersihkan diri. Dua bulan berlalu begitu saja, membuat kamarnya jadi berdebu. Dia sangat merindukan kamar ini, kamar yang menjadi zona nyamannya selama beberapa tahun. Dengan rutinitas malam, Laras bersiap untuk membereskan beberapa baju ingin pulang dari kampung. Rencananya pagi nanti dia akan mengejar pesawat. Pak Karim memberikan izin begitu saja entah sebab apa. Mungkin sebab tak mau beradu argumen dengannya. Pintu kamarnya tiba-tiba diketuk. Laras membuka pintu menemukan teman satu kosnya, Lili berdiri. "Ada apa?" tanya wanita itu. "Ada tamu kakak tuh, katanya cari kakak." Laras mengkerutkan dahinya, dia sedang tak menunggu seseorang. "Siapa tamunya? Laki-laki atau perempuan?" tanya Laras menyelidik. "Cowok kak, ganteng malah. Pacar kakak ya?" terka Lili. Laras makin saja bingung, dengan tidak yakin dia menggelengkan kepala. Dia lalu bergerak menuju ruang tamu. Kamar kos Laras ada di lantai dua yang mana ada tangga menghubungkan langsung menuju ruang tamu. Lili mengikuti dari belakang, ikut penasaran dengan Laras dan pria tampan tadi. Tinggal beberapa anak tangga, Laras berhenti. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat sepatu pemilik sepatu yang mengkilap hitam khas sepatu branded. Laras otomatis berbalik, dia berbisik sementara tangan lain membekap mulut Lili agar tak bersuara. "Bilang sama tamunya, aku tidak ada. Usir dia apapun caranya." Lili melepas tangan Laras dari bibirnya dan ikut berkata pelan, "Memangnya siapa itu kak? Kok kakak kelihatannya takut sekali?" "Pokoknya aku tak mau dia tahu aku ada di sini." "Wah kayaknya nggak bisa kak. Aku sudah bilang sama dia, kakak ada di sini, aku juga nggak bisa mengusirnya tanpa ada alasan yang jelas." Laras berdecak. Dia tak punya piihan selain bertemu dengan Sebastian. Lantas Laras turun dengan raut wajah masam menghampiri atasannya itu. "Mau apa kau ke sini?" tanya Laras. "Ya ingin bertemu denganmu, kenapa tiba-tiba pergi tanpa minta izin padaku," ucap Sebastian ketus. "Aku kan sudah bilang mau aku pergi pulang kampung, aku tidak perlu meminta izin darimu. Pergilah pulang ke rumahmu, aku sibuk sekarang." Laras membalikkan badan hendak menjauh. "Tunggu dulu kita belum selesai bicara." Sebastian segera menarik lengan Laras. Karena itu pula tubuh Laras terhuyung dan menabrak Sebastian. "Apaan sih kau ini? Gara-gara kau..." Laras tercengang. Saat ini dia wajahnya begitu dekat dengan Sebastian. Lantas wanita itu langsung mendorong Sebastian menjauh. "Sudah pergi sana, aku mau membereskan barang-barangku dulu." "Baiklah kau terus saja mengepak barang tapi aku tetap di sini," kata Sebastian bersikukuh. "Kamu gila ya, ini kost putri tidak bisa ada lelaki yang datang msnginap." Sebastian berdecak kesal. Dia kemudian mendengarkan suara rekaman suara dari seseorang yang dikenal oleh Laras. "Iya Tuan saya mengerti kok, Tuan bisa kapan saja datang ke kos saya. Sekali lagi terima kasih buat hadiahnya Tuan." Laras mengembuskan napas pendek, seharusnya dari awal dia tahu jika Sebastian telah mengatasi apapun masalah yang ada termasuk menyogok Ibu Sri. Wanita itu mata duitan pasti langsung tergiur melihat "hadiah" dari pria itu. Tangan Laras mendadak disentuh oleh Sebastian sebelum sempat dia sadar dari lamunan. "Eh apa yang kau lakukan?" tanya Laras terkejut. "Kita ke kamarmu." Sia-sia saja, gerakan Sebastian dan tenaganya yang kuat membuat Laras tak berkutik bahkan saat keduanya melewati Lili, dia hanya bisa melirik sekilas menemukan Lili mengulum senyum malu. Itu adalah sebuah pertanda jika Lili tidak akan membantunya. Sampai di kamar Sebastian menarik Laras dan meraih pintu agar ditutup. "Jangan di tutup, aku tak mau ada orang yang salah paham." "Salah paham apanya? Tidak ada yang tahu aku ada di sini selain temanmu yang tadi..." "Pokoknya tidak boleh!" seru Laras memotong ucapan Sebastian. "Kalau begitu katakan pada mereka agar tidak salah paham." Laras yang pada awalnya menatap Sebastian memandangi arah pintu, kaget menemukan beberapa penghuni kos menatap keduanya dengan pandangan aneh. "Dia siapa dek?" tanya salah seorang wanita bernama Dewi, dari semua penghuni kos dia wanita paling tua dan semua penghuni menganggap Dewi adalah ketua. Semua sebab Dewi selalu peduli pada penghuni lain. Selain itu ikap keibuan dan melindungi orang membuatnya banyak dipercaya oleh teman satu kos. "Dia temanku kak, mau tolong packing barang. Besok mau pulang kampung dulu." Laras memberi alasan yang masuk akal. "Oh kalau gitu dibuka pintunya, ingat ya aturan di sini." Laras mengangguk sebagai tanggapan. Dewi dan beberapa penghuni kos lainnya kemudian pergi menuju kamar mereka masing-masing sementara Laras sendiri mengelap keringat dingin di pelipis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN