T W E L F T H ; Events In The Clan Of Human

1663 Kata
Aku terserentak ketika seseorang berbisik dari arah belakang, membuatku merinding karena hembusan napasnya yang hangat dan suaranya yang sangat rendah. Aku berbalik, menatap Kendrick yang kini tersenyum. “Lagi-lagi kau mengagetkanku!” Seruku kesal sambil melangkah mundur, memberi jarak dengannya yang begitu dekat denganku. “Saat aku pergi tadi, apa ada yang datang?” Apa aku harus mengatakannya pada Kendrick jika aku bertemu dengan Realixi tadi? Sepertinya tidak. Realixi orang yang baik. Aku dalam menggeleng pelan, membuat Kendrick menatapku heran. “Ah, tidak ada yang datang. Kenapa kau datang begitu lama? Kau membuatku kedinginan disini.” Aku memeluk diriku sendiri sambil mengusap-ngusap lenganku. Kabut tipis keluar dari mulutku saat aku menghela napas. Menatap Kendrick yang terus menatapku sambil menaikkan satu alisnya. Aku menatapnya kesal lalu menarik tangannya. “Ikut aku. Kita akan ke daerah kaum manusia sekarang. Dan caranya adalah dengan jalan kaki.” Kataku sambil terus menariknya. Tak ada tanda-tanda perlawan darinya karena sedari tadi dia terus melangkah mengikutiku. Kekehan dari Kendrick membuatku menoleh menatapnya heran. “Kau yakin tahu daerah kaum manusia dimana?” Langkahku terhenti. Kini aku berbalik penuh kearahnya. “Y-ya...” Aku menelan salivaku gugup melihat Kendrick yang lagi-lagi menaikkan satu alisnya. Aku membuang muka kesamping dengan wajah yang memanas. “...tentu saja tidak! Aku 'kan pendatang baru disini.” Kendrick tersenyum lalu menarik balik tanganku. “Kalau begitu biarku tunjukkan pada pendatang baru sepertimu jalan yang benar.” Wajahku terasa semakin memanas mendengar perkataannya. Kendrick menarik tanganku lembut kearah sebaliknya dari arahku tadi. Aku merutuk diriku sendiri. Pantas saja Kendrick mengatakan itu. Kukira jalan yang Reliaxi lewati tadi adalah jalan untuk kedaerah manusia. Ah, sangat memalukan. Jalanan yang penuh salju perlahan diganti dengan tumbuhan dan bunga-bunga kecil yang telah bermekaran. Kendrick masih menggenggam tanganku, berjalan memasuki tempat dengan sederetan rumah yang tampak sederhana. Aku menatap sekitarku kagum. “Inikah daerah kaum manusia?” Gumamku sangat pelan. Pandanganku tertuju pada segerombolan anak kecil laki-laki yang sedang tertawa. Aku mendekati mereka dan nampak seorang gadis kecil yang sedang meringkuk sambil menahan tangis. “Hei. Apa yang kalian lakukan?” Gerombolan anak laki-laki itu menoleh menatapku. Pandangan mereka begitu tak bersahabat. “Apa urusanmu? Jika kau tak mau sepertinya, menjauh sana!” Kata salah satu anak laki-laki yang bisa kutebak umurnya berkisar 13 tahun itu. Aku berdecak pelan mendengar kata kasar yang dilontarkan anak laki-laki itu. Dari gaya bicara dan penampilannya, kurasa dia adalah ketua dari kelompok anak laki-laki ini. “Bukankah kalian sesama kaum harus saling menghormati?” Anak laki-laki itu mendengus. “Buat apa aku menghormati anak dari golongan rendah seperti dia. Dan siapa kau yang berani ikut campur?” “Kau tanya aku siapa?” Aku melipat kedua tanganku didepan d**a. “Aku adalah super hero yang akan menyelamatkan anak yang kalian tindas ini.” Laki-laki itu mengernyit. “Super hero? Makhluk dari kaum apa itu? Dan apa kau salah satu dari kaum super hero itu?” Aku berjalan melewati mereka dan berjongkok, mensejajarkan diriku dengan anak gadis itu. Aku memegang pundak gadis itu, dan bisa kurasakan tubuhnya sedikit gemetar. Aku tersenyum lembut sambil menuntunnya berdiri. “Jawab, sialan.” Aku menatap anak laki-laki itu. Menatapnya sedikit tajam. “Apa kau tak tahu berkata lebih baik? Kau sungguh tak berkelas.” Anak laki-laki itu berdecih. “Siapa kau yang berani mengatakan aku tak berkelas? Kau pasti salah satu dari anak sampah ini kan? Terbukti dari tadi kau membelanya dan pakaianmu.” Mendengar itu aku terkekeh. “Lalu, jika benar kau mau apa, anak kecil?” Laki-laki itu menggeram. “Tutup mulut angkuhmu itu!” Ia menunjuk tepat diwajahku dengan wajah merah menahan amarah. Baru aku ingin menjawab, tiba-tiba suara lain sudah mendahuluiku. “Siapa kau berani menunjuk tepat diwajahnya?” Aku mendongak. Mataku sedikit melebar menatap Kendrick yang sudah berdiri tepat dibelakang anak laki-laki itu. Mereka pun ikut menoleh. Anak laki-laki yang sedari tadi mengataiku itu tertegun melihat wajah Kendrick yang datar namun tajam tengah menatapnya. Laki-laki itu menggeleng pelan lalu tersenyum sinis, “Aku adalah anak dari Jendral Yu yang sangat disegani disini. Kenapa?” Melihat Kendrick yang masih menatapnya dalam diam membuat anak laki-laki itu tertawa, “Lihat. Kau sudah tahukan siapa aku? Kau pasti termasuk dalam manusia sampah seperti mereka.” katanya sambil menunjukku dan gadis kecil yang sedang kurangkul. “Kau terlalu meninggikan dirimu.” Kata Kendrick. “Luka goresan kurasa cukup untuk anak kecil sepertimu.” Kata Kendrick membuat anak laki-laki itu menggeram. “Apa kau biㅡ AKH!” Aku menatap kaget anak laki-laki itu yang sudah memegang tangan kirinya. Ia mengerang kesakitan diikuti dengan darah yang mengalir perlahan dari tangannya. Teman-teman dari anak laki-laki itu kebingungan melihatnya. Aku menatap kaget anak laki-laki itu yang sedang menahan rasa sakit lalu menatap wajah Kendrick yang datar. Tiba-tiba segerombolan prajurit datang mendekat. Membuat perhatianku teralih pada prajurit-prajurit itu. “Apa yang terjaㅡ Herkie!” Seseorang yang berada paling depan dari barisan prajurit itu berlari mendekat, membuat anak laki-laki lainnya memberi jalan untuknya lalu memegang kedua bahu anak laki-laki itu. Wajahnya terlihat khawatir. “Kenapa kau, Nak? Siapa yang berani melakukan ini padamu?!” Pria yang sedikit berumur itu mengedarkan pandangannya dengan tatapan tajam. Anak laki-laki yang dipanggil Herkie itu menunjuk Kendrick. Pandangan pria itu tertuju pada Kendrick dengan tatapan tajam yang menusuk dengan Herkie yang sudah menyeringai melihatnya. Penduduk yang rumahnya tak begitu jauh dari tempat ini menutup pintu dan jendela mereka rapat. “Kau?! Berani sekali kau melakukan itu?! Apa kau tak tahu siapa aku?!” Katanya tajam. Aku menatap khawatir kearah Kendrick yang menatap pria itu dingin. Aku mengeratkan gadis kecil yang kurangkul kearahku. Mengkhawatirkan sesuatu yang tak terduga terjadi. Pria yang bisa kutebak ayah dari Herkie itu menggeram lalu menatap prajuritnya. “Tangkap laki-laki itu dan masukkan kedalam penjara bawah tanah!” Prajurit-prajurit itu mendekat kearah Kendrick. “Kenㅡ” “Atas dasar apa kau berhak memasukkanku kesana?” Kendrick menatap pria itu dingin. Prajurit-prajurit itu semakin mendekat. “Mati.” Gumam Kendrick yang bisa kudengar. Aku mengernyit dan menatap Kendrick khawatir. Saat prajurit-prajurit itu hendak menyentuhnya, tiba-tiba saja mereka terjerembab ke tanah dengan darah segar yang keluar dari mulut mereka. Aku terbelalak sambil menutup mulutku melihat kejadian itu. Ayah Herkie yang melihat itupun terbelalak. Ia menatap Kendrick tajam lalu menegakkan tubuhnya sambil memegang pedangnya yang hendak ia keluarkan dari sarungnya. Suara ringkikan nyaring kuda terdengar. Seseorang yang berpakaian biru langit turun dari kuda yang di tumpanginya. Ia menatap prajurit-prajurit yang telah tergeletak di tanah lalu menatap kami semua. Ia melangkah mendekat kearah ayahnya Herkie itu. “Jendral Yu, apa yang terjadi?” Kata pria itu sambil menatap heran sekelilingnya. Ayah Herlie yang dipanggil Jendral Yu itu menunduk hormat. “Lapor Pangeran. Ada orang yang melukai anak hamba dan melukai seluruh prajurit hamba.” “Itu tidak benar!” Sergahku cepat. Pria yang dipanggil Pangeran itu menoleh menatapku. “Kau siapa?” Aku menatap Kendrick yang menatapku dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Aku menatap Jendral Yu beserta anaknya itu tegas. “Anak dari Jendral Yu itu menganiaya gadis ini. Ia pun mengatakan kata-kata kasar yang tak sepatutnya ia lontarkan. Bukankah itu sangat tak sopan mengingat dia adalah anak dari seorang Jendral?” Pangeran itu menatap Herkie, “Benarkah begitu?” Jendral Yu menatapku tajam, “Tutup mulutmu, Nona! Kau tak tahu apa yang kau katakan?!” “Tundukkan kepalamu. Kau tak pantas menatapnya.” Kendrick tiba-tiba mengeluarkan suara. Ia berjalan mendekatiku dan berdiri disampingku. “Memangnya siㅡ” Kendrick menatap Pangeran dan Jendral Yu dingin. “Aku tak menyuruhmu menatapnya seperti itu. Menunduk hormatlah.” Tubuh Jendral Yu tiba-tiba terjatuh berlutut. Kepalanya langsung menunduk. “A-ada apa d-denganku?” Kendrick menatapku. Aku terserentak kaget lalu menunduk menatap gadis kecil yang sedari tadi ku rangkul. “Pulanglah ke rumahmu.” Kataku sambil tersenyum lembut. Gadis kecil itu mengangguk kaku lalu pergi dari sini. Aku menatap Kendrick yang kini menatap Jendral Yu yang sedang berlutut itu datar. Tiba-tiba Pangeran itu berlutut dengan satu kakinya sambil memegang d**a kirinya dengan kepala yang tertunduk hormat. “Hormat hamba padaㅡ” “Aku tak menyukai ini semua. Katakan pada Raja kaum Manusia untuk mencabut Jendral ini dari jabatannya dan hukum dia sebelum aku yang bertindak.” Potong Kendrick saat Pangeran itu berbicara. “Baik. Akan hamba sampaikan pada Raja. Mohon maaf atas ketidaktahuan hamba dengan kehadiran Anda.” Kata Pangeran itu membuatku menatap Kendrick dengan penuh tanda tanya. “Aku tak ingin kejadian ini terulang lagi. Dan aku serahkan Jendral ini padamu.” “Akan hamba laksanakan.” Kendrick menatapku lembut. Lalu mengulurkan tangannya yang langsung kusambut. Kendrick menuntunku pergi dari sana dengan keadaan Pangeran dan Jendral Yu yang masih menunduk hormat. “Kenapa mereka seperti itu? Dan kenapa Pangeran itu sangat menghormatimu? Dan oh ya! Kenapa anak dari Jendral Yu dan prajurit-prajurit itu terluka?” Tanyaku yang langsung membuat Kendrick melirikku. “Pertanyaanmu sangat banyak.” Ujarnya membuatku mengerucutkan bibir kesal. “Ya karena aku sangat penasaran. Oh, biar kutebak. Kau pasti sangat kuat dan berpengaruh di dunia ini. Mm, kau pasti salah satu tangan kanan Yang Mulia Lord itu kan? Tapi kenapa Alfred tak mengenalmu?” Kataku panjang lebar dan bergumam saat kalimat terakhir. Kendrick melepaskan tanganku, membuatku menatapnya sambil mengerjap pelan. Kendrick tersenyum, “Kita terlalu banyak membuang waktu disana. Kau masih ingin lanjut melihat daerah kaum lainnya?” Aku langsung melebarkan mata. “Ah! Aku hampir saja melupakannya. Ayo kita pergi.” “Mm, Ken, apa kita akan terbang lagi?” “Ya.” Suara Kendrick yang tepat dibelakangku membuatku terserentak. Aku menoleh kearah samping, Kendrick sudah tidak berada ditempatnya. “Akh! Hei, turunkan aku!” Aku mendorong d**a Kendrick yang sudah menggendongku seperti tadi. Kendrick menunduk lalu menyeringai tipis. Sayapnya kembali muncul dari punggungnya membuatku terbelalak lalu menatapnya kesal dan berhenti memberontak saat kedua sayap hitamnya mengepak, membuat debu sedikit terangkat karena kepakan sayapnya. “Berpeganganlah jika kau tak ingin jatuh dari ketinggian seperti ini.” Katanya membuatku mengalungkan kedua tanganku pada lehernya dengan cepat. Menatap sebal wajahnya dari bawah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN