Pagi menjelang. Matahari mengeluarkan cahaya hangatnya yang tembus melalui tirai putih dari jendela.
Aku sudah bangun dan membersihkan tubuh terlebih dahulu sebelum Ra dan Ri datang. Kini mereka sedang merias wajahku seperti biasa. Mengoles berbagai warna pada wajahku. Hasilnya pun tetap terlihat sangat natural. Tidak menor sedikit pun.
“Dari mana kalian belajar menghias? Kalian seperti sangat profesional.” Pujiku setelah Ra dan Ri menyelesaikan tugasnya.
“Para kaum mermaid sangat suka akan kecantikan Putri. Kaum mermaid suka merias dirinya sendiri.” Jelas Ri membuatku membulatkan mata lalu mengangguk kemudian.
“Pantas saja kalian seperti ahlinya.” Gumamku.
“Maaf Putri?”
Aku terserentak lalu menggeleng lalu tersenyum kemudian. “Ah tidak. Aku hanya bergumam saja. Oh ya, sekarang apa yang akan kalian lakukan?”
Ra dan Ri menunduk, “Kami menunggu perintah dari Putri.”
Aku mengibaskan tangan, “Anggap aku teman kalian.” Aku berdiri lalu menuju pintu. “Aku ingin jalan-jalan. Apakah kalian bisa menemaniku?”
“Perkataan Putri adalah perintah yang harus di jalankan. Dengan senang hati hamba akan menurutinya.” Kata Ra lalu menunduk semakin hormat, di ikuti Ri yang berdiri disampingnya.
“Ah sudahlah. Kalian semakin formal saja. Baiklah, aku ingin berjalan-jalan mengelilingi taman istana.”
Ra membuka pintu untukku lalu mempersilakan aku untuk keluar. Lalu mereka mengekoriku dibelakang. Beberapa kali aku menarik mereka agar berjalan disampingku, tetapi mereka malah meringsut kembali kebelakang.
“Kenapa kalian tak mau berjalan disampingku? Sangat tak sopan jika hanya berdiri dibelakang.” Yah, menurutku sih.
Ra dan Ri semakin menunduk, “Maaf membuat Putri merasa risih.”
Aku melangkah mendekati mereka yang masih menunduk. “Kalian takut?” Tanyaku sambil menaikkan satu alisku. “Apa yang kalian takutkan? Aku tak akan menggigit kalian kok. Lagi pula tidak ada yang akan memarahi kalian. Tenanglah.” Ujarku sambil memegang bahu mereka. Mereka kembali menegakkan punggung dengan kepala yang masih menunduk. Aku tersenyum lalu meraih kedua tangan mereka dan kembali berjalan.
“P-putri...”
Aku menatap Ra dan Ri yang berada di samping kiri dan kananku bergantian. Aku tersenyum manis sambil mengeratkan genggamanku pada kedua tangan mereka karena mereka sedari tadi ingin melepaskannya.
“Sudahlah. Tak perlu merasa sungkan. Kalian bilang perkataanku adalah perintah bukan? Jadi, aku memerintahkan kalian untuk berjalan disampingku!”
“B-baik Putri.”
Merasa mereka tidak akan kembali berjalan dibelakangku, aku melepaskan genggaman tanganku pada mereka. Aku tersenyum lebar ketika kami sudah sampai di taman yang berada di bagian barat istana.
Sungguh indah. Aku yang sudah beberapa kali mengunjungi tempat ini tidak pernah bosan melihatnya. Seakan tempat ini terus menjadi tempat yang baru aku lihat. Tidak pernah membosankan.
“Tempat ini sangat indah. Kalian tahu siapa yang merawatnya?” Tanyaku sambil mengelus kelopak bunga mawar yang bermekar indah. Dari sekian bunga yang berada disini, aku paling tertarik pada bunga mawar ini. Bunga mawar ini berbeda dari yang pernah ku lihat. Aromanya lebih harum dan tak ada duri ditangkainya.
“Kaum Fairy yang telah merawatnya Putri.” Jawab Ra membuatku tersenyum sambil memandang mereka.
“Apa yang kalian ketahui tentangku?” Tanyaku langsung membuat Ra dan Ri terserentak. Mereka saling bertatapan lalu kembali menunduk.
“Anda adalah Putri.”
Aku mendengkus pelan mendengarnya. “Selain itu. Mm, seperti statusku disini sebagai apa?”
Jika Kendrick tidak mau menjawab semua itu, maka aku akan bertanya pada orang lain. Aku terlalu berharap jika pria itu akan menjawab semua, tetapi dia malah mengancing mulutnya dengan rapat saat bersama denganku.
Katanya perlahan-lahan aku akan mengetahuinya semuanya nanti. Dan aku pun perlahan-lahan mencari tahu. Tidak mungkin aku hanya berdiam diri dan menunggu waktunya tiba untuk mengetahui semua. Sesuatu harus dilakukan secara perlahan-lahan. Maka aku akan mengetahuinya walaupun waktunya belum tepat.
“Putri adalah calon ratu kami.”
Pikiranku buyar saat mendengar itu. Aku menatap Ri sambil berjalan mendekat ke arahnya lalu memegang bahunya. “Apa katamu?”
Ri menunduk dalam. “P-putri adalah calon ratu kami.” Ulangnya.
Aku menatapnya tak percaya. Tanganku yang memegang bahunya langsung terjatuh dengan lemahnya. Perlahan aku mundur sambil tertawa gentir. “R-ratu? Bagaimana bisa? Aku hanya orang asing disini.” cicitku sambil menutup mulut.
Pikiranku kembali terngiang layaknya kaset yang diputar ulang saat aku pertama kali berada disini.
Pantas saja semua menunduk hormat. Pantas saja aku dihormati padahal aku orang asing disini. Pantas saja mereka tak mau menatap langsung mataku. Pantas saja aku diperlakukan dengan sangat baik disini.
Jadi... ini rahasianya?
Semua hal yang aku dapat disini karena aku calon ratu mereka? Bagaimana bisa? Aku bahkan belum terlalu mengenal tempat ini. Kenapa aku?
“Siapa yang mengatakan itu pada kalian? Lalu, jika aku adalah calon ratu kalian, siapa rajanya?” Aku menatap Ra dan Ri butuh penjelasan. Otakku seakan kosong mendengar fakta yang mengejutkan ini.
“Yang Mulia Lord.”
Deg!
Mendengar itu jantungku berdetak cepat. Aku mundur beberapa langkah. Kenapa orang itu memilihku? Banyak orang di dunia ini. Kenapa dia memilihku yang notabene adalah manusia dari bumi? Bukankah disini banyak? Bahkan bukan hanya manusia yang berada disini. Ini semua sungguh tak logis.
Plak!
Kepalaku tertoleh kesamping. Rasa perih perlahan menjalar diarea pipi kananku.
“Putri?!”
Aku menatap tanganku yang baru saja kugunakan untuk menempeleng pipiku. Tanganku gemetar. Ini semua nyata.
“Berhenti disitu.” Suaraku gemetar. Aku menggeleng kearah Ra dan Ri agar tidak mendekatiku. Aku berbalik lalu berjalan meninggalkan taman.
Suara derap langkah terdengar mengikutiku. Aku menghentikan langkahku. “Aku ingin sendiri. Jangan mengikutiku.” Ujarku tanpa berbalik lalu kembali berjalan.
Semua pemandangan ini tak dapat menarik perhatianku lagi. Aku berjalan dengan tatapan kosong. Melewati prajurit-prajurit yang menunduk hormat padaku.
Langkahku terhenti. Perkataan itu terus menggerogotiku. Aku tertawa gentir. “Mereka sangat lucu.... mana mungkin aku calon ratu mereka. Benarkan Ken?” Sunyi menjawab pertanyaanku. Bisa kurasakan pipiku terasa basah. Air mataku terus berjatuhan membasahi pipiku.
Aku menoleh kiri-kanan. Mencari sosok yang selalu datang disaat aku sendirian. “Kendrick?” Gumamku mencari sosok itu.
Aku kembali berjalan menyusuri halaman yang luas tanpa memerhatikan sekitar. Rasanya akal pikiranku sudah menghilang. Rohku sudah meninggalkan tubuhku. Seakan diriku hanya tersisa raga tanpa adanya roh.
Langkahku kembali terhenti. Aku mengusap air mataku yang ternyata sudah mengering. Kupandang sekitarku.
Danau dengan teratai dan bunga yang mekar diatasnya. Aku semakin mendekat. Menatap air danau yang tenang dengan semilir angin yang menghembus mengenai wajahku.
Bagaimana bisa mereka mengatakan hal itu jika aku saja belum melihat Lord itu? Bahkan Lord itu tidak mau memperlihatkan dirinya didepanku.
Aku duduk di rerumputan. Menekuk kedua kakiku dengan tangan yang berada diatasnya. Aku menaruh daguku diatas tanganku.
Lalu, setelah mengetahui hal ini, memangnya aku bisa apa. Ini bukan tempatku. Aku tak dapat melakukan apapun yang kumau. Bahkan semua kaum yang berada disini saja dibawah perintahnya. Tidak mungkin aku berlari dari sini dan membiarkan nyawaku dalam bahaya. Aku masih ingin pulang kerumah dan bertemu Mom dan Yuli.
Takdir tak sedang berpihak padaku. Tidak. Takdir bahkan tak pernah mau berpihak padaku. Dulu hingga kini. Kukira saat berada disini, aku akan menemukan kebahagiaan yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Kupikir takdir sudah berada di pihakku. Tetapi lagi-lagi tidak.
Jadi, yang menyapa adalah kebenaran yang menyakitkan. Kebenaran yang indah kuharapkan pun pupus. Aku tak bisa kembali ke rumah. Rumahku di bumi.
Lord dunia ini. Bagaimana dengannya? Dia saja tak pernah mau menemuiku. Didalam benakku, aku masih penasaran dengan sosok itu. Apa dia akan membunuhku jika aku tak mau bersamanya? Mengingat apa yang dikatakan Ra dan Ri tentang sifatnya itu.
Aku tersenyum samar. Kurasa aku tak akan hidup untuk waktu yang lama di dunia ini.
Suara langkah kaki terdengar. Gemerisik rumput-rumput yang terinjak terdengar mendekat. Seakan mengetahui siapa itu, aku menoleh kebelakang dengan wajah berbinar.
“Ken—” ucapanku terhenti ketika melihat sosok asing didepanku. Warna rambutnya putih, ia menunduk sambil berlutut dengan satu kakinya.
“Putri, sudah saatnya Anda masuk kedalam istana.”
Aku menatap sendu sosok itu. “Kamu siapa?”
“Saya Alfred Raxeth, tangan kanan Yang Mulia Lord.” Katanya dengan wajah yang masih tertunduk.
Mendengar pemimpin dunia ini disebut lagi-lagi membuatku tersenyum miris.
“Benarkah?” Aku bangkit dari dudukku. Aku menepuk pelan gaun belakangku lalu berjalan begitu saja melewatinya.
Dalam perjalanan pikiranku melayang-layang pada satu sosok.
Aku menuduk. Disaat aku seperti ini dan membutuhkanmu, kenapa kau tak menunjukkan dirimu didepanku? Bukankah kau sering muncul secara tiba-tiba saat aku sedang sendirian? Kendrick.