Semua terasa hampa. Seharian ini aku terus mengurung diri dalam kamar. Tidak ingin bertemu dengan siapa pun, termaksud Ra dan Ri yang sedari tadi mengetuk pintu dan memohon mengambil makanan yang mereka bawa.
Aku meringkuk diatas kasur. Menatap isi ruangan ini yang sama sekali tak berubah. Tata letak semua barang disini tetap sama. Aku bahkan tak pernah menyentuh barang-barang itu karena aku tak terlalu berminat pada barang-barang yang ada disini.
Setelah kejadian pagi tadi, tangan kanan Lord dunia ini yang bernama Alfred itu memberitahu bahwa aku harus tetap berada didalam istana, membuatku semakin bingung dengan semua ini.
Biasanya aku bebas berkeliling di sekitar istana. Mengapa hari ini mereka malah menyuruhku untuk tetap berada didalam istana? Pasti ada sesuatu yang terjadi.
Ah, tentang Kendrick. Entah dimana dia sekarang berada. Biasanya dia yang akan menemani hari-hariku disini. Entah sudah terbiasa dengannya, atau memang aku sudah mulai bergantung padanya, aku mulai merasa hal yang aneh. Seperti merindukannya. Kata-katanya yang sarkas, kekehannya, dan kemunculannya yang tiba-tiba. Aku sudah berusaha bertanya pada Alfred, tetapi dia tidak menjawab.
Aku menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. Mana mungkin dengan cepatnya aku mengatakan merindukannya. Padahal baru sehari ini aku tak bertemu dan melihatnya.
Perlahan aku turun dari atas kasur berukuran queen size ini, melangkah mendekati jendela yang menampilkan matahari yang perlahan terbenam. Aku terus menatapnya hingga tanpa sadar langit sudah gelap.
Menghela napas pelan, aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diriku. Aku menuangkan parfum beraroma bunga mawar beserta kelopak bunga mawar yang ada.
Ra dan Ri selalu menyediakan ini disini. Membuatku dengan mudah mendapatkannya. Perlahan aku melepaskan gaun lalu berendam. Mendesah pelan ketika merasakan segarnya air beraroma bunga yang sudah menjadi kesukaanku ini.
Tanganku memainkan kelopak-kelopak bunga mawar. Aku kembali menghela napas. Mataku terpejam beberapa saat sambil menghirup aroma menenangkan ini.
Beberapa saat setelah membersihkan diri, aku keluar dari kamar mandi dengan gaun tidur berwarna putih. Sekali lagi aku menatap langit dari jendela. Tetapi mataku melihat cahaya yang remang-remang. Sangat banyak. Aku tertegun beberapa saat. Senyuman tipis terukir di bibirku tatkala mengingat danau itu.
Aku menutup jendela dengan tirai putih yang setiap pagi kugeser kesamping. Aku berjalan menuju meja rias lalu duduk didepannya. Meraih sisir lalu menyisir perlahan rambutku. Aku membiarkan rambut panjangku tergerai tanpa ada hiasan atau pernak-pernik yang menghiasi seperti yang Ra dan Ri lakukan setiap pagi. Aku berdiri sambil melirik pintu. Menimbang-nimbang apakah keputusanku ini sudah benar atau tidak.
Dengan segala keberanian yang kupunya, aku membuka pintu lalu keluar dari kamar. Mataku dengan waspada menatap sekitarku. Tujuanku saat ini adalah keluar dari istana tanpa bertemu dengan seorang pun. Baik itu para dayang maupun prajurit.
Kepalaku menyembul dibalik tembok. Menatap ruang yang tak jauh dari ruangan utama tempat pintu keluar berada. Aku tersenyum miring. Untung saja aku kemarin berkeliling hingga menemukan suatu tempat yang sangat menguntungkan.
Aku mengangkat gaun tidurku agar tak mengeluarkan suara gesekan pada lantai. Mengendap-ngendap masuk kedalam ruangan yang penuh dengan lukisan disini yang tampak sepi. Pandanganku tertuju pada pintu kecil dipojok. Dengan cepat aku melangkah mendekatinya.
Krekk
Pintu terbuka. Angin malam berhembus mengenai wajahku membuat sensasi dingin seperti waktu pertama aku keluar di malam hari tempo lalu.
Aku berjalan setelah menutup pintu itu kembali. Berjalan menuju danau tempat yang selalu kutuju. Tempat yang akan menjadi tempat pertama yang ingin kukunjungi.
Kutatap hamparan danau. Ada rasa lega ketika sampai disini tanpa diketahui orang lain. Membutuhkan beberapa menit untuk sampai disini. Dan beberapa kali pula aku bersembunyi saat ada prajurit yang lewat.
Terdiam menatap danau yang hening ini, aku kembali mengedarkan pandanganku. Diujung kiri danau terdapat sebuah hutan. Aku mengambil lampion yang bertengger pada pohon yang tak begitu jauh dari ku lalu melangkah mendekati hutan itu.
Entah keberanian ini datang dari mana, aku berjalan menyusuri hutan ini. Semakin dalam, langkahku terhenti. Disini terdapat sungai kecil yang menghubungkan dengan danau tadi. Ada beberapa teratai dengan bunga yang mekar diatasnya. Bunganya mengeluarkan cahaya sama seperti di danau. Beberapa kunang-kunang pun turut menerangi tempat ini walau tak cukup.
Aku menggantungkan lampion yang kujadikan sebagai senter pada dahan pohon didekatku. Aku melangkah mendekati sungai kecil ini. Ada sebuah dahan pohon yang memanjang hingga sampai ditengah sungai. Menggunakan itu, aku menapaki kakiku pada dahan pohon yang tak begitu besar ini. Perlahan-lahan aku melangkah hingga tiba ditengah. Aku duduk dengan kakiku yang tertekuk. Aku tersenyum. Tempat ini sangat strategis dan sempurna untuk menghilangkan rasa sedihku.
Srekk.
Aku spontan menoleh kesegala sisi. Mendengar suara aneh itu membuat bulu kudukku meremang. Aku menarik napas lalu menghembuskannya pelan. Tak mungkin itu hantu.
Srekk ... srekkk ...
Mataku terpejam. Aku mengeratkan tanganku yang memeluk kakiku.
Kurasakan ada sesuatu yang menarik-narik gaunku. Aku membuka mata lalu menunduk. Mendapati hewan kecil yang aku pun tak tahu termasuk jenis hewan apa. Bulunya berwarna putih. Ia menatapku sambil menggosok-gosokkan pipinya pada gaunku.
“Apa yang membuat suara tadi itu kau?” Tanyaku sambil tersenyum. Hewan ini hanya menatapku dengan wajah imutnya. Membuatku tertawa kecil lalu mengelus kepalanya.
Hewan ini menutup matanya ketika aku mengelus kepalanya, seolah ia tengah menikmatinya.
“Aku sedang sendirian disini. Maukah kau menemaniku?” Mungkin jika ada orang lain disini, mereka akan menertawakanku. Berbicara pada hewan? Yang benar saja! Tetapi aku sedikit melebarkan mata ketika melihat hewan ini mengangguk. Ekor kecilnya bergoyang kekanan dan kekiri.
Senyumanku semakin mengembang. “Kau mengerti apa yang aku katakan?” Hewan itu hanya terdiam menatapku. Aku kembali mengelus kepalanya. “Kita sekarang berteman. Namaku Elica. Namamu siapa?”
Hewan itu tak menjawab lagi. Ia hanya terus menatapku membuatku terkekeh melihat wajah imutnya. “Biarkan aku menamaimu. Emm, kau sangat imut dan lucu. Mungkin nama Piya cocok untukmu.” Hewan yang kuberi nama Piya ini langsung menggosok-gosokkan pipinya pada gaunku lagi.
Aku tertawa pelan, “Ternyata kau menyukainya ya? Baiklah Piya. Kita sekarang berteman.” Kataku sambil mengelus kepalanya lagi. Bulunya sangat lembut. Aku tersenyum melihatnya kini telah tertidur tak jauh dariku.
Aku kembali tertawa melihat cara tidurnya yang berbeda dengan hewan lainnya. Perlahan senyumanku luntur. Aku menghela napas pelan. Menatap sekitarku lalu kembali melihat Piya.
Setidaknya malam ini aku tidak sendiri. Piya disini. Menemani tanpa berbicara. Ah, hewan ini sangat menggemaskan. Sekarang dia sedang tertidur pulas.
Udara malam sangatlah dingin. Aku mendongak, bulan yang bulat sempurna terlihat jelas dibalik ranting-ranting pepohonan. Bulan yang berwarna putih keemasan.
Aku memeluk erat kakiku yang tertekuk. Merasakan dingin yang menusuk. Tetapi aku masih bergeming ditempat. Tak berniat beranjak pergi walau udara malam seolah menyerang dengan kedinginannya.
Kurasa malam ini sangat indah. Mungkin akan sangat indah jika Kendrick disini. Menemaniku yang tengah bimbang dengan hati yang hampa.
Padahal kemarin aku bersamanya. Dia yang menemaniku saat di danau kemarin. Sekarang kemana dia? Dia sangat misterius dan aneh. Datang dan menghilang semaunya. Apa dia tidak tahu aku sedang menunggunya? Aku merutuk dalam hati. Sungguh bodohnya aku terus memikirkannya.
Memangnya dia mengingatku sekarang? Pasti tidak. Dia hanya pengawal pribadiku. Itu yang dia katakan dulu. Tetapi bukankah pengawal pribadi harus terus ada disamping tuannya? Kenapa dia malah meninggalkanku dan pergi tanpa berbicara dulu denganku? Ah, aku mungkin sudah sangat gila terus memikirkannya.
Aku meringis pelan. Merasakan dingin yang terus mendera. Aku menggosok kedua telapak tanganku lalu meniupnya dan menempelkan kedua telapak tanganku pada pipiku. Terasa lebih hangat. Namun belum cukup. Dengan gaun tidur tipis ini, dingin tentu saja lebih kuat.
Suara binatang malam terdengar jelas. Kunang-kunang perlahan lebih banyak bermunculan.
Apa orang-orang di istana sedang mencariku? Apa mereka sadar jika aku tak ada didalam kamarku? Aku menggeleng pelan. Kurasa tak ada yang menyadari aku keluar.
Tempat ini lebih nyaman dan menyenangkan karena aku bisa melihat hal yang indah. Daripada didalam kamar istana yang hangat tetapi yang bisa kulakukan hanyalah bersedih dan seperti orang bodoh disana. Disini aku dapat sedikit tenang dan damai.
Aku menatap air dibawah yang memantulkan diriku. Walaupun malam, aku masih bisa melihat dasar sungai ini karena sangat bening.
Kuulas senyuman tipis membuat pantulan wajahku pun tersenyum. Aku yakin. Aku bisa bertahan dan kembali ke duniaku. Walaupun itu sebuah peluang yang sangat kecil.