"Kenapa kau terus mengikutiku?" Desisku tanpa melihat orang itu. Orang yang sedari tadi terus mengekoriku.
"Maaf Putri. Saya hanya menjalankan perintah." Jawabnya membuatku memutar bola mata jengah.
"Hari ini kau sudah mengatakan itu hampir lima belas kali, Alfred." Kesalku lalu kembali berjalan. Lagi-lagi suara derap langkah mengikuti dari belakang. Aku hanya menghela napas pasrah. Pasrah membiarkan dia terus mengikutiku.
Dua hari ini aku kembali ke rutinitasku mengelilingi istana setelah mengurung diri seharian. Dan sudah genap tiga hari ini aku tak pernah bertemu lagi dengan Kendrick. Tapi sudahlah. Aku tak mau memikirkannya sekarang.
Aku duduk di bangku taman. Menatap bunga-bunga yang bermekaran dengan indahnya. Sudah setengah hari ini aku berjalan-jalan mengelilingi istana yang berulang kali kulihat. Entah sudah berapa kali aku melewati tempat-tempat disekitar halaman istana.
Tetapi satu tempat yang tak pernah kukunjungi lagi. Danau dengan ikan pemakan daging yang hidup disana. Hanya dengan melewatinya saja membuatku bergidik ngeri dan langsung melangkah pergi menjauhinya. Padahal tempat itu adalah tempat yang pertama kali aku kagumi dan bertemu dengan Kendrick. Ah, kenapa aku selalu mengingatnya.
Pandanganku terhenti pada sosok Alfred yang berdiri tak jauh dariku, sedang menatap sekitar. Aku tersenyum tipis, "Alfred." Mendengar aku memanggilnya, pria itu melirikku. Aku melambai-lambaikan tangan. Seakan mengerti maksudku, Alfred melangkah mendekat.
"Apa Putri memerlukan sesuatu?" Tanyanya sambil menunduk hormat.
Aku menggeleng. "Duduklah disampingku. Apa kau tak lelah terus berdiri seperti itu?"
Alfred terserentak menatapku kaget lalu menunduk kembali dengan cepat.
"Maaf Putri. Saya tidak pantas duduk disamping Putri. Jika Yang Mulia Lord meliha--"
"Tenanglah. Lord-mu tak ada disini. Duduklah." Aku menepuk tempat duduk yang masih kosong disampingku.
"Tapi Putri, saya--"
"Kau tak mau mendengarkan perintahku? Jika Lord tahu kau begini mungkin...." Aku menggantungkan kalimatku. Melirik Alfred yang kini mematung membuatku tertawa dalam hati.
Aku tersenyum sambil menatapnya. "Aku tak akan memberitahunya. Tenanglah. Tapi kau harus duduk. Aku sangat risih jika seharian ini kau terus menjagaku."
Kali ini Alfred menurut. Ia duduk namun sangat memberi jarak. Melihat itupun aku tersenyum lega. Kenapa dia naif sekali? Aku saja belum pernah bertemu sosok Lord-nya itu, bagaimana mungkin aku dapat melaporkan keluh kesalku?
"Yang Mulia Lord tidak akan menyukai ini Putri."
"Ya. Aku tahu." Aku menunduk, "Sebelum kau, ada seseorang yang mengatakan dia adalah pengawal pribadi-ku. Namanya Kendrick." Aku menoleh menatap Alfred yang juga menatapku tetapi saat aku menoleh, ia langsung menatap kearah lain. "Apa kau mengenalnya?"
"Maaf Putri. Saya tidak mengenalnya."
Aku mengangguk-ngangguk. "Dia selalu datang saat aku sendirian. Katanya dia pengawal, tapi sikapnya tak seperti itu. Kau tahu? Dia sering duduk disampingku. Dia selalu berada disampingku dan menatap tepat manik mataku." Aku terdiam sesaat lalu menatap Alfred serius.
"Alfred. Coba tatap aku." Alfred bergeming. Ia bahkan tak menoleh kearahku sedikit pun. "Alfred, aku memintamu melihatku sekarang..."
"Maaf Putri. Saya tidak bisa."
Aku menatap kedepan sambil tersenyum kecut. "Bahkan kau saja yang dua hari belakangan ini menemaniku tak mau menatapku."
Aku mendesah pelan sambil mendongak menatap langit biru tanpa adanya awan. "Kau pasti orang terpercayanya Lord bukan?"
Suara langkah kaki terdengar mendekat dengan tergesah-gesah. Alfred kini bangkit dari duduknya. Seorang prajurit mengatakan sesuatu padanya yang diangguki olehnya.
"Ada apa?" Tanyaku penasaran melihat perbincangan mereka yang serius setelah beberapa menit berlalu.
Alfred berbalik lalu menunduk didepanku. "Yang Mulia Lord memanggil saya. Mari Putri, saya akan mengantar Anda kembali ke kamar Anda."
"Aku masih ingin berjalan-jalan. Kau boleh pergi tanpa mengantarku." Melihatnya yang menatapku ragu-ragu membuatku tersenyum tipis lalu bangun dari dudukku. "Tenanglah. Aku tak akan kabur seperti malam itu." Kataku lalu berbalik dan berjalan meninggalkannya.
Mengingat tiga hari yang lalu saat aku mengendap-ngendap keluar dari istana malam-malam dan menghabiskan waktuku di hutan dan ditemani Piya, aku tertangkap saat keluar dari hutan karena tak bisa menahan dinginnya udara malam itu oleh beberapa prajurit dan Alfred yang ternyata menyadari kepergian diriku. Alhasil aku dibolehkan keluar tetapi dia harus terus memantauku dari belakang dan didekat kamarku telah dijaga oleh beberapa prajurit.
Aku berjalan sambil menghirup udara dengan bebas. Setiap hari Alfred terus mengikutiku. Walaupun dia tak salah karena dia diperintah oleh Lord itu. Ah, aku semakin penasaran dengan sosok Lord itu. Apa dia tak mau bertemu denganku? Lalu kenapa dia menjadikanku sebagai pasangannya? Sungguh menggelikan.
Seekor kupu-kupu dengan sayap berwarna biru yang indah melintas didepanku. Aku menatapnya yang terus menggepak sayapnya kearah samping. Karena menyukainya, aku melangkah mengikutinya. Berjalan terus hingga tiba-tiba kupu-kupu itu menghilang.
Langkahku refleks terhenti. Kemana kupu-kupu itu? Padahal mataku tak terlepas darinya sejak tadi. Aku mengedarkan pandangan. Aku sekarang sudah sedikit jauh dari istana membuatku sedikit resah. Aku berbalik dan hendak melangkah pergi tetapi langsung kuurungkan ketika mendengar suara derap langkah dari belakangku.
"Apakah benar Anda Nona Elica?"
Perlahan aku berbalik ketika mendengar pertanyaan itu. Menatap seseorang yang memakai tudung dikepalanya, menatapku sambil tersenyum.
"Ternyata saya benar. Bagaimana bisa Nona- Ah, maksudku Putri Elica berjalan sendirian? Apakah tak ada prajurit atau pengawal yang mengikuti Anda?" Katanya panjang lebar. Aku mengernyit melihatnya sangat asing di mataku. Setahuku dia bukan orang dari istana ini karena aku tak pernah melihatnya. Atau mungkin aku memang belum mengenal orang-orang istana. Buktinya aku baru mengenal Alfred.
"Siapa kau?"
Orang bertudung itu terkekeh pelan. "Saya sangat tersanjung karena Putri menanyakan tentang saya. Nama saya Dileon Arslek dari kaum Witch." katanya sambil menunduk.
"Kaum Witch?"
"Benar Putri. Dan soal kupu-kupu tadi, itu adalah sihir." Aku melebarkan mata. Jadi kupu-kupu indah tadi hanyalah sihir?
"Kupu-kupu? Jadi kupu-kupu tadi kau yang membuatnya? Kau sengaja memancingku agar aku kesini bukan?" Aku memicingkan mata ketika melihatnya tertawa.
"Putri sangat pintar. Ya, saya sengaja agar Putri datang kesini."
"Apa tujuanmu?" Kataku tenang. Dia menatapku lalu berjalan memutariku.
"Sebenarnya saya hanya penasaran dengan Anda, Putri. Saya lelah memerhatikan Anda dari kejauhan. Ternyata Anda sangat cantik jika dilihat dari dekat."
Aku menatapnya datar ketika dia kembali berdiri beberapa meter didepanku. "Jelaskan tujuanmu yang sebenarnya."
Orang bernama Dileon itu menyeringai, "Sudah saya duga. Anda benar-benar pintar. Hm, sebenarnya saya tidak mempunyai tujuan memancing Anda kesini." Seringaian Dileon melebar, "Lebih tepatnya belum."
Aku terserentak mundur melihat seringaiannya. Auranya begitu menyeramkan.
"Apakah saya menakuti Anda? Jika benar, maafkan saya." Dileon terkekeh pelan dengan seringaiannya yang perlahan menghilang. "Tujuan saya hanya ingin melihat Anda. Anda tahu? Yang Mulia Lord tak pernah mengangkat makhluk lain menjadi pasangannya. Apa lagi mengangkat Anda yang sebenarnya hanyalah seorang manusia dari bumi. Apa Putri sudah mengetahui jika Putri adalah calon ratu dunia ini? Ratu dari segala makhluk yang hidup di dunia ini?"
"Ya."
Dileon mengangguk-angguk lalu menatapku sambil menyeringai tipis. "Tapi saya rasa Anda tidak pernah tahu bagaimana sosok Yang Mulia Lord. Apakah saya benar?" Aku tertegun. Bagaimana dia tahu?
"Melihat Anda yang terdiam, saya menganggap jika itu benar, Anda belum bertemu dengannya."
"Vionetta Cathalina Elica. Pemimpin yang tenang, sempurna, dan mulia. Ah, artinya sangatlah cantik dan pas untuk seorang Calon Ratu diatas segala Ratu dunia ini." Dia terdiam sebentar. Lalu tersenyum miring, "Sayang sekali. Padahal Yang Mulia Lord sering berada disekitar Anda."
Tubuhku mematung. Disekitarku? Siapa? Aku tak pernah merasakannya. "Disekitarku? Kenapa aku tak pernah melihatnya?" Aku melihat sekeliling. Tidak ada. Dileon tidak ada disini. Apa dia sudah pergi? Tetapi kenapa cepat sekali? Padahal aku baru memalingkan mataku sebentar darinya. Ah ya, diakan dari kaum Witch. Tentu saja menghilang seperti itu sangat mudah baginya.
Tetapi yang baru saja dia katakan membuatku penasaran. Kenapa dia pergi saat memberi informasi yang penting? Padahal aku sangat ingin mengetahuinya.
Aku berbalik lalu melangkah kembali menuju istana. Percakapan antara aku dan Dileon terus terngiang. Sebenarnya apa maksudnya?
"Putri."
Aku menoleh kaget dari lamunanku. Di depanku sekarang ada Ra dan Ri yang menunduk hormat. Aku mendekati mereka sambil menatap mereka heran. "Apa yang kalian lakukan disini? Bukankah kalian harus kembali berada di air?"
"Sebenarnya kami bisa bertahan seharian penuh dengan meminum ramuan dari kaum Witch dua kali." Jelas Ri. Aku pun mengangguk lalu berjalan memasuki istana.
"Aku lelah. Bisakah kalian menyiapkan air untukku berendam?" Ra dan Ri yang berada dibelakangku pun mengiyakan.
Setelah sampai di kamarku, Ra dan Ri langsung mempersiapkan air untukku berendam. Hari semakin malam. Hanya itu yang bisa kulihat dari jendela kamarku.
"Putri, semuanya sudah siap." Aku mengangguk lalu berjalan menuju kamar mandi.
Beberapa saat setelah berendam dan menyegarkan diri, aku yang kini sudah memakai gaun tidur naik ketempat tidur. Ra dan Ri sudah pamit untuk pergi beberapa saat yang lalu.
Entah sudah berapa lama aku berusaha untuk tertidur, tetapi mataku terus terbuka. Aku kembali memejamkan mata tetapi gagal ketika suara angin yang masuk dari jendela dan tirai yang tertiup kencang terdengar.
Aku membuka mataku kembali lalu terduduk. Ada seseorang yang berdiri didekat jendela dan memunggungiku. Aku berusaha menajamkan mataku, melihat siapa orang itu.
"Kendrick?" Seseorang itu berbalik. Aku melebarkan mata lalu turun dari kasur untuk mendekatinya. "Kau benaran Kendrick, kan?"
Kendrick melangkah mendekatiku. "Apa aku membangunkan tidurmu?"
Aku menggeleng lemah. Tanpa kusadari air mataku turun membasahi pipiku. Kendrick semakin mendekat lalu menghapus air mataku. "Kenapa kau menangis? Apa ada yang menyakitimu saat aku tak ada?"
Aku kembali menggeleng lalu mendongak menatap Kendrick. Ah, aku sangat rindu wajah ini. Matanya yang selalu menatapku hangat, perlakuannya yang membuatku nyaman, dan aku sangat merindukan semua yang ada padanya.
"Kemana saja kau selama ini? Aku mencarimu!" Kendrick semakin menunduk menatapku. Lalu ia menarik punggungku dan mendekapku. Air mataku kembali terjatuh.
"Maafkan aku jika aku yang membuatmu menangis." Katanya dengan suara yang rendah. Aku perlahan membalas pelukannya. Menggerakkan kepalaku yang bersandar di d**a bidangnya.
Beberapa menit dengan posisi seperti ini, aku terserentak mundur. "Dari mana kau selama ini?"
"Aku mempunyai beberapa pekerjaan."
"Pekerjaan apa?"
Kendrick menggeleng pelan. "Lalu apa yang bisa kulakukan untuk menebus kesalahanku?"
Aku menatapnya lalu tersenyum tipis. "Tetaplah disisiku selalu."
Kendrick terkekeh. "Hanya itu?"
Aku mengangguk. "Memangnya apa lagi yang bisa kuminta?"
"Bukankah kau ingin melihat dunia ini selain sekitar istana yang selalu kau pandangi setiap saat tanpa bosan?" Aku melebarkan mata. "Bolehkah?"
Kendrick mengangguk. "Tentu saja."
"Bukankah kemarin kau bilang tidak bisa?"
"Jadi kau tak mau? Baikla--"
"Aku mau!" Sergahku membuat Kendrick lagi-lagi terkekeh.
"Baiklah. Sebaiknya kau tidur sekarang. Aku akan datang menjemputmu besok." Katanya membuatku mengangguk semangat dengan mata yang berbinar.
Akhirnya aku bisa melihat dunia luar besok. Ah, aku sangat tak sabar menunggu esok hari. Dan yang membuat jantungku berdebar lebih cepat karena Kendrick sudah kembali dan kami akan pergi berdua.