BAB TIGA PULUH DUA

1767 Kata
   Hari Minggu tiba, dan Chaerin sudah menunggu di depan bioskop dengan gugup. Rambutnya yang sengaja ia biarkan terbuka, kaos kuning polos lengan pendek dengan rok pendek berwarna putih di tambah tas punggung kecil di punggungnya, Chaerin mengabaikan udara musim gugur yang dingin.     Setengah jam telah berlalu, dan ia masih menunggu. Kali ini ia mulai kedinginan karena ia menunggu di luar gedung dan bukannya di dalam gedung. Sesekali ia melihat jam di ponselnya sambil menunggu dengan cemas. Ia khawatir Seowoo akan lupa dengan janjinnya. Chaerin tidak masalah jika Sora tidak datang, yang ia khawatirkan hanya tentang Seowoo.  “Dia pasti akan datang, kan?” , tanyanya harap - harap cemas pada dirinya sendiri. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri mencari tanda - tanda orang yang ia tunggu - tunggu.     Benar saja, di antara orang - orang yang berlalu lalang di depannya, ia melihat seseorang yang tampak familiar datang ke arahnya dari arah kanannya. Orang yang datang adalah orang yang ia tunggu - tunggu sejak tadi hingga merelakan kakinya kedinginan diterpa udara musim gugur.  “Maaf aku terlambat. Busnya terlambat tadi. Apa kau sudah lama menunggu disini?” , ujar Seowoo begitu ia sampai tepat di hadapan Chaerin.  “Ah tidak, aku juga baru sampai. Kemana Sora?” , tanya Chaerin berusaha mencari topik pembicaraan.  “Dia bilang tidak bisa pergi karena ada acara keluarga. Apa dia tidak bilang padamu?” Chaerin mengedipkan matanya beberapa kali. Hampir saja ia ketahuan berbohong pada Seowoo, “Ah iya benar. Aku lupa, ha ha.” , jawab Chaerin menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal.  “Hanya kita berdua saja, apa tidak apa - apa?”  Chaerin menahan nafasnya sejenak mendengar Seowoo bertanya padanya, ‘TENTU SAJA ITU TIDAK APA - APA! BAGUS! BAGUS SEKALI!’ , teriak batin Chaerin sambil melompat - lompat di atas tempat tidurnya.  “Na gwaenchanhayo (aku tidak apa - apa).”  “Kalau begitu, ayo masuk.” , ajak Seowoo yang berjalan lebih dulu dari tempat itu.  “Jamkkan (tunggu)!” , ujar Chaerin sambil menarik jaket berwarna hijau tentara yang dipakai Seowoo untuk menutupi kaos putih dengan tulisan Do It di bagian dadanya.  Seowoo berhenti dan berbalik menghadap Chaerin, ia diam menunggu Chaerin melanjutkan perkataannya dan Chaerin pun melepaskan tangannya. "Na (aku).. Hal mari isseoseo (Ada satu hal yang ingin aku katakan).." , Seowoo diam mendengarkan。 Melihat Seowoo yang diam menunggunya untuk terus bicara, membuat Chaerin merasa lebih gugup, "Johahaeyo (aku menyukaimu). Johaheyo, sunbae (aku menyukaimu, sunbae)." , lanjut Chaerin.  "Sasil (sebenarnya), aku ingin megnatakan ini sejak waktu itu di atap sekolah. Tetapi tiba - tiba aku mengurungkannya dan beralasan ingin mengajakmu pergi menonton film dengan Sora." , tambah Chaerin ingin mengatakan lebih banyak selama ia masih memiliki keberanian untuk itu.  "Dan sekarang aku merasa inilah kesempatanku jadi aku mengatakannya padamu."  "Kenapa kau mengatakannya padaku?" , balas Seowoo.  "N-ne (i-iya)?" , Chaerin tidak mengerti mengapa Seowoo justru bertanya seperti itu.  "...Karena.. aku ingin kau tahu." , Chaerin tidak tahu jawaban apa yang lebih baik lagi dari ini. Untuk saat ini, hanya ini jawaban terbaik dan terjujur yang bisa ia katakan. Namun, biasanya jawaban - jawaban yang lebih baik dan lebih bermakna akan bermunculan saat situasi ini sudah berakhir. "Lalu apa? Kau ingin aku menjawabnya?" , Chaerin terdiam. Kali ini ia merasa Seowoo di hadapannya sangat berbeda dengan Seowoo yang ia sukai selama ini.  "Soljikhi malhaebwa (Ayo kita jujur saja), kau sudah tahu jawabanku, kan?" , lanjut Seowoo.     Kepercayaan diri Chaerin runtuh seketika. Satu - satunya hal yang ingin ia lakukan saat ini hanyalah lari sejauh mungkin dimana ia tidak akan bertemu lagi dengan Seowoo.  "Mianhae (maafkan aku)." , ujar Chaerin dengan wajah penuh penyesalan dan rasa sakit dalam hatinya.  "Aniya (tidak), aku tidak mengatakan bahwa kau telah melakukan hal yang salah. Itu perasaanmu, aku menghargainya, terima kasih untuk itu." , jelas Seowoo.     Chaerin sekuat tenaga menahan agar air matanya tidak keluar karena rasa sakit yang ia rasakan. Penantiannya selama ini untuk pangeran yang ia impi - impikan selama setahun lebih, tanda - tanda akan kandas sudah terlihat di depan mata.  "Geundae (tetapi), aku sedikit menyesal kau mengatakannya padaku. Tadinya kupikir kita bisa berteman seperti kau berteman dengan Sora. Tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi. Mianhae (maaf)." , tambah Seowoo.     Chaerin menarik nafas sambil berusahan memberikan senyumannya dan tertawa garing untuk menahan air mata agar tetap berada di dalam kelopak matanya dan tidak jatuh.  "Ahaha, yah benar. Sepertinya aku mengacaukannya." , ucapnya dengan senyuman juga matanya yang berkaca - kaca memantulkan sinar lampu berwarna - warni dari lampu - lampu papan iklan di sekitar mereka.  Seowoo menatap Chaerin dengan kasihan, "Ah iya, walaupun begitu, aku tidak keberatan untuk menonton filmnya bersama."  "Ne (iya)? Ah begitu.. Tapi sepertinya aku tidak bisa. Aku lupa aku belum mengerjakan tugas presentasiku."  "Benarkah? Sayang sekali.."  "Tapi sunbae bisa memiliki tiket ini jika tetap ingin menontonnya." , Chaerin mengeluarkan selembar tiket dari dalam tas kecilnya, ia mengambil satu tiket dari total tiga tiket yang ia beli sebelumnya.  Seowoo dengan ragu menerimanya, "Ah.. gomawo (terima kasih)."  Chaerin masih teteap teruas berusaha untuk terseanyum walaupun air matanya mendesak untuk keluar.  "Kalau begitu.. Aku pulang dulu ya, sunbae. Terima kasih sudah datang." , pamit Chaerin dengan sedikit membungkukkan tubuhnya memberi hormat sebelum berbalik pergi dan air matanya mengalir tumpah dari pelupuk matanya.  "Tunggu!" , sahut Seowoo sambil menahan bahu Chaerin dari belakang. Chaerin berhenti tanpa membalikkan tubuhnya.  "Terima kasih." ,ujar Seowoo yang justru membuat air mata Chaerin mengalir semakin deras. Ia melanjutkan langkahnya tanpa membalas perkataan Seowoo ataupun berbalik menatap Seowoo.     Chaerin hanya pergi mengikuti kemana langkah kakinya membawanya pergi sambil terisak dalam diam dan hanya air matanya yang meluapkan rasa sakit yang tengah ia rakan saat ini.     Dalam hatinya ia merasa sesak sekaligus merasa lega. Walaupun rasanya sangat sesak saat menerima penolakan dari seseorang yang di impi - impikan selama ini, namun di sisi lain, ia merasa lega karena semuanya sudah berakhir. Rasa yang sma ini telah menghantuinya telah menghilang digantikan oleh tusukan ribuan jarum dalam dadanya. Walaupun begitu, Chaerin yakin rasa sakit ini akan terobati dengan waktu.  ***     Sudah beberapa hari ini Sora tidak melihat Chaerin. Biasanya, ia melihat Chaerin akan ada di ruang aula sekolah untuk mampir sebentar hanya melihat Seowoo latihan pagi. Namun beberapa hari ini, Sora tidak melihat siswi tersebut di manapun. Ia khawatir jika sesuatu terjadi padanya dan ada hubungannya dengan Seowoo ataupun dirinya.     Sora ingin menanyakannya langsung pada Seowoo ataupun teman sekelas Chaerin. TEtapi Sora tidak memiliki keberanian untuk itu. Ia merasa dirinya tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan mereka. Sora takut jika Chaerin menghindarinya, oleh sebab itu ia tidak melihatnya beberapa hari ini.     Saat di tempat les pun Seowoo tidak mengatakan apa - apa perihal Chaerin. Hal itu benar - benar mengganggu Sora dengan rasa penasaran.     Sampai suatu hari saat waktu istirahat setelah ujian mata pelajaran pertama, Sora memutuskan pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku bahasa Inggris dengan grammar lengkap untuk ia hafalkan secepat mungkin sebelum jam ujian selanjutnya yaitu mata pelajaran bahasa Inggris dimulai. Saat sedang mencari - cari buku dengan mengamati baik - baik judul buku - buku yang disusun rapi sesuai abjad dan jenis buku, Sora berpapasan dengan Chaerin yang sedang membawa beberapa buku di tangannya.  "Eoh? Chaerin-a?" , tegur Sora dengan wajah terkejut sekaligus berseri, "Annyeong (hai)." Chaerin hanya memberikan senyum kecil dan canggung, "Eoh, Sora-ya, Annyeong (oh, Sora, hai)."  Sora dapat melihat raut wajar Chaerin yang benar - benar berbeda dengan dirinya beberapa hari yang lalu saat bertemu dengannya di kantin. Raut wajah Sora pun berubah menjadi khawatir, "Chaerin-a, wae geurae (Chaerin, apa yang terjadi)?"  'Apa Seowoo tidak menceritakannya padanya?' , pikir Chaerin dalam hati.  "Aniya (tidak). Amugeotdo (tidak ada). Apa kau juga sedang bersiap - siap untuk ujian setelah istirahat ini?" , tanya Chaerin mengalihkan mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.  "Ah iya. Aku sedang mencari buku bahasa Inggris yang berisi tentang grammar. Aku benar - benar payah dalam materi itu."  "Begitu kah? Kalau begitu ayo aku bantu cari. Sebentar lagi waktu istirahat akan segera berakhir."  "G-gomawo (t-terima kasih).." , Sora merasa sedih melihat Chaerin yang jelas - jelas terlihat sedang tidak baik - baik saja namun masih berusaha untuk menolongnya.  ***    Hari - hari yang menegangkan dan membuat hati gelisah sudah berlalu. Ujian semua mata pelajaran sudah dilaksanakan selama seminggu penuh terhitung dari hari Senin hingga hari Sabtu. Suasana sekolah sudah menjadi lebih renggang dan santai dbandingkan hari - hari sebelumnya saat hari - hari ujian berlangsung.     Hanya dalam hitungan beberapa hari, hasil ujian sudah muncul. Rupanya guru di sekolah tahun ini bergerak cepat, tidak seperti tahun lalu yang menghabiskan waku seminggu hingga hasil akhir ujian muncul.     Saat bel tanda istirahat berbunyi, satu per satu siswa dan siswi di sekolah ini berlari mendatangi papan pengumuman di sekolah untuk melihat hasil ujian yang telah mereka kerjakan. Dalam kertas selebaran yang d pajang pada papan pengumuman, tidak dicantumkan nilai mereka secara detail. Melainkan, hanya menampilkan nama yang disusun sesuai dengan peringkat kelas dan juga angka sebagai petunjuk posisi peringkat mereka.     Sora dan Rei juga tak mau ketinggalan, namun mereka tidak berlarian unuk segera melihat. Mereka berjalan santai di lorong, di lewati oleh mereka yang berlari. Sora dan juga Rei sudah merasa yakin jika di depan papan pengumuman sekolah pasti sedang penuh dengan murd - murd yang meriung dan berkumpul disana.     Benar saja, walaupun murid - murid setelah melihat posisi mereka langsung beranjka pergi dari sana, namun, kerumunannya masih saja banyak. Sora dengan tinggi badannya yang tidak lebih besar ataupun lebih tinggi dari kerumunan tersebut, benar - benar tidak bisa melihat kertas pengumuman itu. Rei dengan tinggi badannya yang memumpuni, hanya berusaha berjinjit untuk melihat tanpa harus berurusan dengan kerumunan ini.  "Aku pasti bisa melewati ini." , ujar Sora pada dirinya sendiri memberi semangat sambil menggerak - gerakkan kaki juga tangannya melakukan pemanasan.  Rei di sampingnya hanya diam memperhatikan sambil menggeleng - gelengkan kepalanya seperti sudah ahu apa yang akan Sora lakukan.     Sora menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar, Oke, aku siap!" , segera ia dengan tangannya mencoba member ruang untuk drinya memaksa masuk melewati kerumunan ini.     Setelah bersusah payah berdesak - dsakan, akhinya ia berhasil masuk tepat ke depan papan pengumuman. Dengan sedikit perasaan cemas, ia mencari namanya mulai dari posisi terbawah dengan jari telunjuknya yang ikut bergerak seirama dengan matanya. Ia langsung tersenyum senang saat menemukan dirinya berada tiga posisi lebih tinggi dari sebelumnya. Walaupun bukan posisi lima besar, ia tetap merasa bangga dan lega, karena setidaknya, ia mengalami kenaikan.     Sesaat kemudian ia langsung mencari nama Rei. Hanya dalam waktu dua detik, Sora bisa langsung menemukan nama Rei yang nangkring pada posisi lima besar, atau lebih tepatnya pada posisi ketiga. Raut wajah Sora berubah menjadi sedih dan sedikit khawatir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN