Sandra menarik napasnya berdiri di depan rumah malam ini sambil masih mencoba memeriksa handphonenya berharap ada kabar dari Farel kalau dia akan datang ke rumahnya.
Walaupun terkesan mustahil karena sampai detik ini Farel bahkan tidak membalas satu dari sekian banyak pesan yang telah dikirim oleh Sandra.
Sebersit rasa menyesal kini hadir dari besarnya rasa kesal Sandra pada Farel, andai saja ia bisa lebih sopan pada Farel, mungkin laki-laki itu akan dengan senang hati datang ke rumahnya. Memang kalau dilihat-lihat dirinya terkesan berlaku seenaknya pada Farel.
"San, papa mama manggil buat masuk, kita mau mulai makan," lamunan Sandra menatap pagar rumah dibuyarkan oleh panggilan kakaknya yang mengintip dari dalam pintu masuk rumah.
"Eum, iya tunggu bentar."
"Farel nggak dateng ya? Udah jelas aja sih, pasti kamu ga beneran jalan kan sama Farel?" Gilang mulai menggoda adiknya itu.
"Nggak usah ikut campur."
"Udah lah, papa sama mama juga udah nebak kalau Farel ga bakalan dateng, jangan sok nunggu gitu. Kita denger aja gimana keputusan papa."
Sandra sudah menunjukkan ekspresi kesal pada kakaknya itu, namun ia memilih untuk berjalan masuk mendahului sang kakak yang terkekeh sambil ikut masuk ke dalam rumah untuk makan malam bersama.
"Gimana? Farelnya ga datang?" tanya mama melihat Sandra yang masuk diikuti oleh Gilang.
"Kayaknya ga bisa, dia bilang hari ini sedikit sibuk." jawab Sandra berusaha santai duduk di salah satu kursi meja makan.
"Sibuk apa emang ga mau datang? Atau kamu aja yang ga mau ajakin?" timpal Gilang agaknya sangat tertarik untuk terus mengganggu sang adik.
"Udahlah, mungkin emang Farelnya yang ga bisa datang karena ada keperluan lain," ujar papa cukup membuat Sandra terkejut, ia pikir papanya yang paling akan mempermasalahkan hal ini.
Sandra tersenyum kecut, hingga akhirnya lanjutan dari ucapan papanya kembali membuatnya tegang,
"Kalau kamu bohongin kita atas hubungan kamu sama Farel, terlebih kalau kamu masih berhubungan sama Dika, papa udah memperingatkan sejak awal, papa harap kamu tidak menyesal."
Tidak ada jawaban dari Sandra selain anggukan dan senyum kecil, sepertinya ia harus berpikir kembali dengan apa yang harus ia lakukan.
"Kalau gitu ayo makan, semua masakan hari ini sangat spesial," mama bicara menginstruksikan agar acara makan malam mereka bisa menjadi lebih santai dan hangat.
"Permisi pak, bu, ini ada Mas Farel," suara bibi yang baru saja datang langsung mencuri perhatian semua yang ada di meja makan.
Perhatian langsung terfokus pada seorang pria yang menggunakan celana berwarna krem dan kemeja hitam yang tersenyum ramah dengan sebuah paper bag di tangannya.
"Nak Farel? Kamu datang?" mama langsung berdiri dan menyambut Farel dengan begitu antusias.
"Maaf tante, aku datangnya telat karena tadi sedikit ada kerjaan dan aku baru dikasih tahu Sandra juga hari ini, syukurlah masih sempat datang. Ini ada sedikit hadiah, selamat hari jadi pernikahan om dan tante," ujar Farel sangat ramah memberikan paper bag yang ia bawa kepada mama dari Sandra.
"Wah, kamu nggak perlu repot-repot begini, kamu udah nyempetin datang aja udah makasih banget. Maaf ya Sandra nya ngasih tahu mendadak, soalnya Sandra juga lupa kalau hari jadi pernikahan tante sama om itu hari ini."
"Ga papa kok tante."
"Udah udah, ayo Farel kamu langsung duduk aja, kebetulan kita belum mulai, kami pikir kamu tidak datang." suruh papa Sandra yang langsung dijawab anggukan oleh Farel.
Sandra masih terperangah tidak percaya dengan kehadiran Farel yang kini sudah duduk di sampingnya, bahkan saat pria itu menyapanya dengan senyuman ia masih menganga.
"Eh Sandra, kamu kok gitu banget ngeliatin Farel? Mama tahu kok Farelnya ganteng, tapi jangan begitu juga dong ngeliatnya," tegur mama menyadari sikap aneh Sandra pada Farel sembari tertawa.
Dengan cepat Sandra menyadarkan diri, "ah maaf, aku cuma masih kaget Farel bisa datang padahal tadi katanya sibuk."
"Maaf tidak sempat membalas pesanmu untuk mengabari kalau aku bisa datang," ujar Farel melihat Sandra dengan senyuman yang entah kenapa rasanya seperti sedang meledek bagi Sandra.
"Baguslah, ayo kita mulai makan."
Dan makan malampun dimulai dengan obrolan-obrolan ringan meja makan yang banyak berpusat pada Farel selaku tamu spesial malam ini. Dan yang ada di benak Sandra sekarang adalah bagaimana bisa Farel terkesan sudah sangat dekat dengan keluarganya? Perasaan terakhir kali seingatnya Farel bicara masih dengan sangat formal pada orang tuanya, sekarang sudah sangat santai memanggil om, tante, bahkan Mas Gilang.
"Maaf Rel ini sebenarnya mas penasaran, kamu waktu itu sempat kecelakaan yang bikin kamu koma beberapa hari, dan apa bener kamu sempat hilang ingatan?" tanya Gilang saat merasa obrolan di meja makan sudah sangat nyaman.
Sandra yang mendengar pertanyaan Gilang agak kaget dan melihat Farel penuh rasa penasaran menunggu jawaban, ia memang belum tentu apa-apa tentang pria yang ada disebelahnya tersebut.
Farel mengangguk, "ya emang sempat kecelakaan dan katanya sempat ga sadar kira-kira satu minggu."
"Iya, tante waktu itu sempat ke rumah sakit nengokin kamu tapi kamunya belum sadar, mama kamu khawatir banget waktu itu." mama Sandra memberi tahu berhubung ia memang cukup akrab dengan mama dari Farel.
"Terima kasih tante, tapi syukurlah aku masih selamat walaupun sempat hilang ingatan."
"Hilang ingatan total??" tanya Gilang paling penasaran.
"Pas baru sadar emang nggak ingat apapun, tapi setelah itu mulai membaik walaupun memang mengalami hilang ingatan sebagian."
"Sampai sekarang, Rel?" ini adalah pertanyaan papa yang mewakili keingintahuan yang lain.
Farel diam sejenak lalu tersenyum, "sekarang sudah jauh lebih baik."
"Ah, syukurlah. Kamu harus lebih hati-hati lagi kedepannya Farel, kamu sekarang udah seperti kepala keluarga di rumah kamu, posisi kamu di perusahaan memang kadang membahayakan."
Farel mengangguk mendengar nasehat dari papa Sandra yang ia paham sekali apa maksudnya, "makasih ya om dulu udah banyak bantu papa."
Papa Sandra mengangguk, "papa kamu sangat baik, om yakin kamu juga demikian. Papa kamu sekarang pasti merasa senang melihat seberapa bertanggung jawabnya kamu, khususnya pada mama dan adik-adik kamu."
"Terima kasih, om."
"Ngomong-ngomong tentang kamu dan Sandra...," belum saja Mas Gilang selesai bicara, Sandra sudah terbatuk karena tersedak yang mengejutkan semua orang.
Sandra langsung mengambil minum sembari menggerakkan tangannya yang lain untuk menandakan kalau ia baik-baik saja.
"Gimana mas?" tanya Farel lagi karena Gilang belum menyelesaikan ucapannya.
"Cuma mau nanya, kamu sama Sandra emang udah mulai dekat atau gimana? Kalau seandainya emang ga nyaman sama Sandra yaudah kamu bilang aja, jangan ngerasa nggak enak ke kita. Benar kan, Pa?" lanjut Gilang sambil meminta persetujuan pada papanya.
Farel tidak langsung menjawab, ia melirik Sandra sekilas dan merasakan kini kakinya sedang di tendang-tendang, siapa lagi kalau bukan oleh gadis berambut sebahu itu?
"Iya, seperti yang sebelumnya pernah kita bahas, jadi atau enggaknya kamu sama Sandra, hubungan kita tetap harus baik. Mengenai kita yang coba ngenalin kalian satu sama lain, niatnya baik, siapa tahu kalian cocok," tambah papa meyakinkan Farel.
"Tentang Sandra, sampai saat ini kita baik-baik aja kok om, hanya saja karena belakangan ini aku sibuk sekali jadi belum begitu bisa menghabiskan waktu untuk bisa lebih akrab dengan Sandra. Tapi kita tetap komunikasi, terlebih Sandra yang terus berusaha agar kita bisa saling berhubungan dengan baik. Aku jadi sedikit merasa bersalah pada Sandra." balas Farel sambil melihat pada Sandra dengan wajah bersalah.
Sungguh ucapan dan cara Farel berhasil membuat Sandra terkaget-kaget, ia benar-benar tidak paham dengan apa maksud sikap Farel malam ini padanya.
Semua yang di meja tak kalah kaget menatap pada Sandra tak percaya, tentu saja mereka tidak akan menyangka kalau Sandra lah yang akan berusaha mendekati Farel dengan 'baik'.
"Wah, jadi kamu beneran berusaha akrab sama Farel, San?" tanpa basa-basi Mas Gilang bertanya tidak percaya.
"Memangnya kenapa mas?" tanya Farel menimpali karena Sandra tidak kunjung menjawab.
"Bukan, bukan apa-apa kok Rel, semoga saja hubungan kalian berjalan dengan baik."