Bully?

1553 Kata
Farel yang baru menyelesaikan pekerjaan di laptopnya kini menghela napas dan bersandar di bahu kursi kerjanya sambil tangan kanannya meraih handphone hitam miliknya di atas meja yang sejak tadi tidak sempat ia sentuh. Niatnya ingin refreshing sejenak, namun notifikasi pesan di handphonenya lebih dulu mencuri perhatiannya. Tanpa pikir panjang, pria berkulit cerah itu membuka pesan masuk atas nama 'Pak Indra'. . . Dari: Pak Indra Apa kabar Farel? Saya tahu kamu pasti sedang sibuk Tapi saya hanya ingin tahu, Bagaimana pertemuan kamu dengan Sandra beberapa hari yang lalu? Apakah baik-baik saja? Jika sibuk, kamu bisa balas nanti . Kepada: Pak Indra Baik, pak Semoga Pak Indra juga dalam keadaan baik Mengenai pertemuan dengan Sandra, Saya merasa baik-baik saja Tapi saya tidak tahu pasti bagaimana dengan Sandra sendiri . Dari: Pak Indra Syukurlah kalau memang baik Sandra bilang juga baik Hanya saja saya ingin memastikan. Saya minta maaf jika ada sesuatu dari Sandra yang sekiranya kurang berkenan untuk nak Farel. . Kepada: Pak Indra Tidak apa, Pak Semuanya baik, tidak perlu khawatir Sandra wanita yang baik Senang memiliki kesempatan bisa kenal dengan putri Pak Indra... . Dari: Pak Indra Benarkah? Respon nak Farel melampaui harapan saya mengenai Sandra Hahaha . Kepada: Pak Indra Sepertinya kami akan lanjut untuk bertemu Kami butuh waktu untuk saling kenal Semoga saja kami bisa cepat akrab satu sama lain . Dari: Pak Indra Terima kasih Farel Kamu orang yang sangat baik Sandra akan beruntung sekali sekiranya nanti bersama dengan kamu . Kepada: Pak Indra Saya masih banyak kekurangan kok pak Kita lihat saja bagaimana kedepannya Semoga yang terbaik. . Dari: Pak Indra Semoga saja Sekali lagi terima kasih ya . Kepada: Pak Indra Sama-sama, Pak Tapi saya dan Sandra masih dalam tahap perkenalan Bagaimanapun kelanjutannya nanti, saya harap hubungan kita tetap baik ya, Pak . Dari: Pak Indra Tentu saja Kamu adalah putera dari sahabat baik saya, Jangan sungkan dengan saya Hubungan kita harus selalu baik Mengenai kamu dan Sandra, jodoh atau tidak itu ga ada yang tahu . Kepada: Pak Indra Terima kasih banyak, Pak Saya sangat senang dengan ini. . Dari: Pak Indra Baiklah, kamu pasti sibuk Maaf ya sudah mengganggu Lain kali kita berbincang lagi . Kepada: Pak Indra Baik, Pak Indra Terima kasih . . "Anggap saja ini bukan kebohongan, kami memang mencoba dekat walaupun akhirnya sudah jelas tidak akan bersama." Farel bicara sendiri setelah mengakhiri saling berkirim pesan dengan papa dari Sandra. Seperti yang ia sampaikan pada Sandra, hal seperti ini agak sedikit sulit bagi Farel. Setelah tampak sibuk memikirkan sesuatu kini Farel menempelkan handphonenya ke telinga kirinya untuk menelpon seseorang. "Dim, bisa ke ruangan sekarang?" Hanya telpon singkat, lalu Farel kembali meletakkan handphonenya di atas meja dan kembali diam menyelam dalam pikirannya sendiri. Tak butuh waktu lama, pintu ruangan kerja Farel terbuka menampilkan seorang pria tinggi tegap berjaket kulit yang tampak seumuran dengan Farel lalu berjalan ke hadapan Farel. "Ada apa, Pak? Ada yang perlu segera saya lakukan?" tanya pria itu masih berdiri di depan meja Farel dan tampak siap melakukan apa saja yang hendak Farel perintahkan. "Duduk bentar, ada yang mau gue tanyain ke lo," ujar Farel mengisyaratkan pria yang tadi ia panggil melalui telfon untuk duduk di kursi yang tepat berada di depannya. "Apaan nih? Bukan masalah kerjaan?" cara bicara laki-laki bernama Dimas itu pun berubah santai sembari duduk. "Dulu waktu sekolah gue pernah bully orang?" tanya Farel penasaran pada Dimas, orang kepercayaannya sekaligus teman yang sudah mengenalnya sejak SMA. Dahi Dimas berkerut karena tidak menyangka pertanyaan semacam ini yang ditanyakan oleh Farel padanya, "bully orang? Enggak deh perasaan, kenapa lo mendadak nanyain hal beginian? Aneh banget, gue pikir hal penting sampai nelpon gue buat langsung kesini." "Lo kenal Sandra?" "Sandra?? Tante gue? Ngapain lo nanyain tante gue? Udah punya suami dia, lagi hamil sekarang." Farel langsung mendecak, "bukan, tapi Sandra yang katanya dulu satu SMA sama kita, duh mana gue lupa lagi nama lengkapnya, kalau ga salah Sandra Or..,Sandra.. Tanaya.., apa deh gitu gue lupa." "Orina Sandra Tanaya??" Dimas dengan cepat bisa menangkap maksud Farel. "Nah bener, Orina Sandra Tanaya, lo kenal? Dulu satu sekolahan sama kita?" Farel merasa lega entah untuk alasan apa. "Oh, kalau itu sih iya, dia murid pindahan waktu kita kelas dua SMA." "Gue pernah bully dia?" Dimas diam sejenak untuk coba memanggil semua memori masa lampaunya ketika masih SMA. "Lo ga ingat Sandra?" Dimas balik bertanya setelah ia bisa mengingat banyak hal terkait pertanyaan Farel. Farel menggeleng, "emang dulu gue deket sama dia?" "Ya ampun Rel, kan kata dokter lo udah sembuh dari lupa ingatan sementara lo itu, lo bohong ya? Lo sering ga inget banyak hal gue lihat-lihat." Farel mendecak malas, "bukan masalah lupa ingatannya, emang guenya aja yang lupaan orangnya. Jadi gimana? Gue pernah bully si Sandra ini?" "Ya si Sandra kan emang dibully sama banyak orang di sekolah terutama anak cewek, apalagi gengnya cewek lo, si Meisya." "Udah mantan, bukan cewek gue lagi." Farel sedikit mengkoreksi. "Iya deh, maksudnya geng cewek lo waktu sekolah." Farel lalu memijat sekilas pelipisnya, "kenapa?" "Lo beneran ga inget apapun tentang Sandra, eh tu tunggu dulu deh, kok mendadak lo bahas Sandra? Lo ketemu sama dia?" Dimas yang baru sadar kenapa tiba-tiba mereka membahas Sandra segera memperjelas situasinya terlebih dahulu. Walau awalnya agak malas, tapi akhirnya Farel tetap menjawab, "lo inget yang kemarin gue bilang mau ketemu cewek yang disuruh nyokap?" "Jadi cewek itu Sandra!?" "Iya." "Widih!? Demi apa? Serius lo Rel? Gimana-gimana? Masih manis anak nya?" Dimas terlihat sangat bersemangat membahas perihal Sandra. "Manis apaan? Gue kena semprot sama tu cewek gara-gara dia bilang gue ngebully dia waktu SMA, judes banget. Kaga ada manisnya sama sekali!" "Hm..., tapi sepengetahuan gue lo ga ikutan ngebully si Sandra sih, tapi ga tau deh diluar pengetahuan gue, kan gue ga nemplok sepanjang waktu ke elo." "Terus kenapa dia keliatan yang benci banget ke gue?" "Entah karena lo emang pernah bully dia, kalau enggak karena pacar lo biang pembullyan Sandra. Si Mei ama geng nya emang se gak suka itu sama Sandra. Gue aja waktu itu pernah ketahuan nemenin Sandra pulang sekolah besoknya langsung dilabrak Meisya, dia bilang gue gak setia kawan, dipikir-pikir mantan lo emang rada aneh anaknya." "Lagian ngapain lo nemenin Sandra pulang? Lo suka ama dia?" "Ya gue iseng aja karena ga ada yang mau temenan sama dia gara-gara Meisya dan gengnya, lo tahu sendiri gimana hits dan berkuasanya Mei and the gang. Mana waktu itu Sandra murid pindahan, gue yakin dia sedih dan kesepian banget sih, padahal dia cantik. Gue yakin anak-anak cewek pada syirik aja sama kecantikan Sandra." "Terus kenapa si Sandra benci banget ke gue sekarang?? Kan bukan gue yang bully, perasaan bully juga bukan style gue deh." Dimas terkekeh namun tiba-tiba kaget karena teringat sesuatu, "Rel, sumpah demi apa lo ga ingat apa-apa tentang Sandra. Gue tahu persis lo bukan orang yang lupaan." Farel menghela napas lelah, "oke deh, gue mau jujur sama lo." "Apaan nih?" Dimas sedikit gugup dengan Farel yang tiba-tiba serius. Farel tidak langsung bicara, ia tampak berpikir sejenak, "lo jangan bilang nyokap gue tapi." "Iya deh, apaan sih?" Dimas sudah tidak sabar mendengar apa yang akan Farel bicarakan. "Sebenernya gue belum pulih sepenuhnya, gue masih kehilangan beberapa ingatan gue. Waktu itu gue coba konsul sama dokter lagi karena dia bilang ingatan gue udah pulih. Tapi gue masih mendadak suka pusing dan terlalu banyak ga ingat memori lampau. Gue kadang suka bingung ngobrol sama orang-orang." Dimas terkejut, "heh?? Gue pikir lo udah beneran normal Rel, bahkan gue rasa semua orang mikir begitu. Lo masih suka pusing??" "Pusingnya sih udah ga seberapa, tapi tenang aja, dokter bilang perlahan semuanya akan balik." Farel mengusap sekilas kepalanya, "mungkin perkara Sandra adalah salah satu hal yang belum bisa gue inget." "Ya ampun Rel, lo bikin khawatir aja. Lo kalau ada apa-apa ngomong ke gue, ke siapa lagi memangnya? Tenang aja gue ga bakal cepu ke nyokap lo dan bikin nyokap lo khawatir." Farel tertawa pelan sambil mengangguk, "iya, gue tahu lo paling bisa diandelin." "Gue inget sekarang Rel!" ujar Dimas mengejutkan Farel karena beberapa saat sebelumnya mereka sudah diam. "Apa?" "Kan alasan awal Meisya gangguin Sandra gara-gara elo Rel." "Gara-gara gue??" "Duh, gue juga ga begitu inget. Intinya awalnya karena elo, makanya Meisya ganggu Sandra, bahkan sampai tamat ga ada yang temenan sama Sandra. Gue yakin sih karena itu Sandra benci banget sama lo." "Tapi gue ga tahu apa-apa. Gue juga ga yakin pernah bully orang. Gue kesel banget dimaki-maki mulu ama si Sandra. Gue tanya juga dia ga jelas jawabnya." "Lo kalau mau tahu detailnya mending tanya Meisya deh." Dengan cepat Farel menggeleng, "nggak dulu deh." Dimas tertawa melihat Farel yang tampak sangat tak ingin bertemu dengan Meisya, "kalau nggak ya caranya dapetin jawaban langsung dari Sandra. Eh btw, kalau begini ceritanya, artinya kalian ga lanjut jalan dong? Si Sandra kan benci banget ke lo, Rel. Sama gue bisa kali ya? Kan gue dulu sempat baik ke dia. Sekarang gue juga rada cakep." Farel tertawa miring, "ga bakal, dia udah punya pacar, bucin kalau gue liat-liat. Btw gue sama Sandra tetap lanjut." "Hah? Serius? Gimana ceritanya?" "Nanti deh gue ceritain, ribet ceritanya, gue laper. Lo udah makan?" "Belom, orang mau makan lo mendadak telfon." Farel tertawa kecil, "abis gajian kan? Lo traktir gue." "Gue pesuruh lo, ga sopan banget lo suruh gue traktir lo." "Ini perintah gue, mau apa lo?" "Dasar bos stres!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN