Kesepakatan

1212 Kata
"Apa maksudnya?" "Gue mau perjodohan ini tetep lanjut." jawab Sandra dengan nada bicara yang tidak lagi seemosi sebelumnya. Farel tentu dibuat terperangah dengan ucapan Sandra sampai membuat dahinya berkerut, "bukannya lo benci banget ke gue?" "Iya, gue benci banget ke lo, tapi gue butuh perjodohan ini sekarang. Lo harus tetep berlagak perjodohan kita berjalan dengan baik di depan semua orang terlebih di depan orang tua gue. Sampai waktu yang nanti gue tetapin, kita udahan dengan alasan kalau kita emang ga cocok. Sederhana bukan?" Mata Farel yang memang agak sipit dibuat semakin menyipit menatap Sandra, "kalau memang begitu mending kita udahan dari sekarang, gue ga mau kita buang-buang waktu." Sandra menggeleng dengan cepat, "papa gue ga bakal percaya jika kita berakhir secepat ini dan bakalan tetap ngasih gue pelajaran. Gue cuma butuh waktu lo, nggak bakalan lama, tenang aja." "Pelajaran?" "Lo nggak perlu tahu, lo cukup ikutin permintaan gue." Farel menggeleng, "nggak, thanks. Gue ga mau ikut campur urusan orang lain, lagian gue ga bisa bohong sama semua orang, terlebih orang tua gue. Lo kalau mau, mending cari orang lain." "Lo mau gue ngehancurin image baik lo sekarang?" Sandra agaknya kini mulai mengancam. "Lo ngomong apa?" Farel kini menegakkan punggungnya sempurna duduk berhadapan dengan wanita berambut pendek sebahu itu. "Kuping gue panas denger semua pujian semua orang ke diri lo, gimana jadinya kalau gue bilang ke semua orang terutama mama lo kalau anaknya adalah pembuli yang udah bikin hancur hidup anak orang? Oh iya, gimana sama adik-adik lo yang sepertinya sangat jadiin lo panutan? Mereka pasti ga nyangka banget kalau kakaknya adalah orang yang sangat jahat saat seumuran mereka sekarang. Menurut lo, mereka masih mau jadiin lo panutan?" Napas Farel diam-diam dibuat tercekat mendengar penuturan Sandra, kini giliran Farel yang terpancing emosi, "lo lagi ngancem gue?" "Terdengar seperti ancaman? Gue cuma mau minta bantuan lo kok, emang lo ga mau buat baik sebentar doang untuk ngebalas kejahatan lo ke gue sebelumnya? Asal lo tahu, gue sampai harus psikolog waktu itu, dan itu karena lo," santai sekali Sandra bicara sambil kini meminum minuman miliknya yang baru saja diantar ke atas meja mereka. Farel mengusap sekilas pelipisnya karena dibuat bingung dengan penawaran atau lebih tepatnya ancaman Sandra, sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh Farel pertemuan pertamanya dengan wanita yang akan dijodohkan dengannya berakhir seperti ini. Sandra tersenyum melihat wajah gusar Farel seolah senang, kemungkinan rencananya berhasil. "Jadi bagaimana tuan Farel Nanda Kaili?" "Okey, tapi lo janji ini ga akan lama bukan?" akhirnya Farel menyerah. Daripada tenggelam di tengah kebingungan dan ancaman yang tak ia pahami, akan lebih baik ia mengikuti alur terlebih dahulu. "Tentu, gue juga gak akan sanggup terlalu lama bersama orang yang sangat nggak gue suka." "Lo jangan sampai ngusik keluarga gue, terutama adik-adik gue. Gue gak main-main terkait keluarga," kini balik Farel yang menegaskan pada Sandra. Sandra tersenyum sambil kini mengulurkan tangannya pada Farel untuk bersalaman, "tentu, gue juga bukan orang yang iseng selagi lo juga ga macam-macam." Walau malas, Farel membalas jabat tangan Sandra, "ini adalah kesepakatan paling aneh yang pernah gue buat." "Senang berbisnis dengan anda Bapak Farel." * Farel kini melirik Sandra yang duduk santai di sampingnya, walaupun berhasil dibuat jengkel, Farel tetap memiliki etikat baik untuk mengantarkan gadis ini pulang dengan selamat. Sandra mengatakan tadi dia datang diantar oleh masnya, yaitu Gilang demi memastikan ia benar-benar datang untuk bertemu Farel. "Oh iya, btw gue boleh minta kontak lo kan?" ini adalah obrolan pertama yang keluar di antara mereka di sepanjang jalan pulang, bahkan ini sudah lewat dari setengah perjalanan menuju rumah Sandra. "Buat apa?" balas Farel agaknya tidak tertarik. "Ya buat jaga-jaga kalau ada apa-apa, secara kan kita adalah dua orang yang ceritanya lagi dekat karena perjodohan. Mending lo jangan banyak protes deh, cepetan." Sandra kini mengeluarkan ponselnya dari dalam handbag yang sejak tadi ia pegang untuk diberikan pada Farel. Tanpa banyak bicara kini Farel hanya menurut untuk mengetikkan nomor kontaknya di ponsel milik wanita itu dan memberikannya lagi tanpa menoleh. Sandra mengambil ponselnya lagi lalu coba menelfon untuk memastikan, dan benar saja handphone milik Farel yang terletak antara mereka berdering, "itu kontak gue, lo nanti simpen juga ya." Farel tidak menjawab, ia hanya diam memperhatikan jalanan, Sandra pun tidak peduli, ia lebih memilih untuk sibuk dengan ponselnya hingga kini ia mengangkat sebuah panggilan telepon yang mau tak mau menarik perhatian Farel. "Halo, iya sayang ini aku dikit lagi sampai rumah. Semuanya aman kok," itu adalah Sandra yang bicara di telfon sambil melihat ke luar jendela mobil yang ada di sampingnya. "Nanti deh kalau udah nyampe aku telfon lagi, bye sayang, i love you." Farel mengerutkan dahinya merasa heran dengan mendengar percakapan singkat Sandra di telfon. "Lo punya pacar?" tanya Farel saat Sandra sudah tidak lagi menelfon. "Punya lah, cewek secantik gue lo pikir kagak ada yang mau?" jawab Sandra memang jangan harap untuk bersahabat. Farel memutar bola matanya malas, "ya kalau emang punya kenapa lo harus dijodohin gini? Kenapa ga kenalin aja pacar lo itu ke orang tua lo?" "Orang tua gue nggak suka." "Kenapa?" "Ga tau deh, emang ga suka aja." "Aneh, pasti deh ada sesuatu yang bikin orang tua lo ga suka, masa lo ga tahu?" "Ya gue nggak tau." "Orang tua lo ga ngasih tau?" Sandra kini mulai mendecak malas, "ih lo bawel banget sih? Jangan pakai ngurus urusan gue segala lah, kalau lupa tadi lo bilang ga suka ikut campur urusan orang lain." "Terus pacar lo tahu kalau lo mau jalanin perjodohan sama gue?" Farel terus bertanya tidak peduli dengan keengganan Sandra. "Tahu, malah ini ide dia," Sandra menjawab seadanya. Farel terkekeh mendengar jawaban Sandra, "sekarang gue tahu kenapa orang tua lo ga suka sama pacar lo dan maksa lo dijodohin sama gue." "Lo jangan sok tahu deh." "Karena kalian berdua sama-sama ga beres, sedangkan orang tua lo masih ingin nyelametin lo dengan cara jodohin lo sama gue." Sandra langsung menunjukkan wajah tak sudi, "dih? Lo pikir lo beres? Tukang bully ga punya hak ngomong apapun. Lo adalah orang terburuk dari yang paling buruk yang pernah gue temui dalam hidup gue. Jadi lo mending diem." Farel hanya menghela napas lelah sambil kini ia memberhentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah, "ini rumah lo kan?" "Iya." tanpa berniat menyampaikan terima kasih atau semacamnya, Sandra sudah akan keluar begitu saja dari mobil milih Farel. "Tunggu dulu, lo buru-buru banget sih?" Farel menahan Sandra agar tak segera pergi. "Ck, mau apaan memangnya?" Farel geleng kepala melihat sikap Sandra yang sangat jauh dari kata ramah, "gue titip salam buat papa mama lo dan juga Mas Gilang." "Ngapain lo pakai titip salam segala? Jangan sok akrab deh." "Gue ga punya masalah apapun dengan mereka dan setidaknya gue masih punya 'tata krama'," Farel menekankan kata terakhirnya untuk menyinggung gadis itu, "dan tolong bilangin maaf karena gue ga bisa mampir karena ini udah malam." "Ribet banget lo. Bahkan kalau lo bener mau mampir pun gue ga bakal ijinin." "Oke, sekarang lo silahkan keluar. Walaupun gue nggak senang dengan pertemuan ini tapi gue tetep mau berterima kasih atas waktunya." "Huh, beneran ribet ya lo, dah gue turun." Sandra benar-benar keluar dari mobil Farel dan langsung menuju masuk ke area rumahnya, bahkan tanpa menoleh apalagi ucapan basa-basi. Farel kembali geleng-geleng kepala melihat tingkah Sandra, benar-benar diluar ekspektasinya, padahal ini adalah pengalaman pertamanya dalam hal perjodohan, sungguh rasanya akan meninggalkan trauma, pikir Farel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN