Hari itu langit biru terbentang luas di atas kota. Udara panas menyelimuti jalanan, namun suasana hati Giana justru terasa ringan. Ia berjalan di pelataran kampus dengan langkah riang, rambut panjangnya tergerai bebas diterpa angin. Hari ini berbeda dari biasanya. Tidak ada Mark yang tiba-tiba muncul dengan senyumnya yang sinis. Tidak ada bisikan menggoda yang membuatnya naik darah. Tidak ada tatapan penuh nafsu yang menguntit setiap gerak-geriknya. Dari pagi, ia mendengar kabar bahwa Mark harus pergi ke perusahaan karena ada masalah besar yang mendadak. Menurut Diana, adiknya itu akan sibuk selama dua hari penuh dan bahkan tidak akan pulang ke rumah. Mendengar itu, Giana hampir melompat kegirangan. Rasanya rumah seperti kembali ke udara normal—tenang, damai, tanpa gangguan. “Ya Tuhan, a

