Mark melangkah masuk dengan langkah santai, wajahnya memancarkan seringai penuh kenakalan. Dari ruang tengah, Giana yang sedang duduk menunduk menatap ponselnya langsung mendongak begitu mendengar suara pintu tertutup. Tatapan mereka bertemu, dan seolah hanya dalam beberapa detik, hawa ruang tengah itu berubah menjadi tegang. Mark mengangkat alisnya, menurunkan jasnya ke sandaran kursi, lalu menghampiri dengan gaya yang seakan sengaja dibuat santai. “Jadi,” katanya, nada suaranya penuh godaan, “kau sudah menerima paket dariku?” Giana sontak terperanjat, wajahnya merah padam antara marah dan malu. Ia langsung meletakkan ponselnya ke meja, tubuhnya menegang. “Kau benar-benar gila, Mark!” hardiknya lantang. “Kau kira aku akan memakai barang menjijikkan yang kau kirim itu? Kau benar-benar su

