Mark berdiri di ambang pintu kamar itu, diam beberapa detik. Napasnya tertahan melihat sosok Giana tertidur di ranjang, dengan rambut berantakan menutupi sebagian wajahnya. Hening malam di vila terpencil itu hanya dipecahkan oleh suara ombak dari luar jendela. Di udara, ada aroma laut yang asin bercampur udara lembap. Mark menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak aneh di dadanya — perasaan yang seharusnya tidak ada. Dia berjalan pelan mendekat, langkahnya nyaris tak bersuara di atas lantai kayu. Pandangannya tak lepas dari wajah Giana. “Aku tidak gila,” gumamnya pelan. Tapi suaranya sendiri terdengar ragu. “Aku hanya... ingin memastikan dia aman.” Namun dalam batinnya, kata-kata itu berputar tak karuan. Aman. Tapi aman dari siapa? Dari dunia luar, atau justru dari dirinya send

