Mark menutup pintu vila dengan satu hentakan keras sebelum tubuh Giana berhasil menjauh. Tangannya yang besar melingkari tubuh ramping gadis itu dari belakang, menahan setiap gerakannya yang panik dan penuh ketakutan. “Lepaskan aku, Mark!” teriak Giana, suaranya bergetar, matanya membulat karena tak percaya. “Aku ingin pulang! Aku tidak mau di sini!” Mark menundukkan wajahnya ke leher Giana, napasnya berat dan dalam. “Tenang, Giana,” bisiknya pelan namun berbahaya. “Kau bahkan belum melihat tempat ini dengan baik. Kita akan di sini hanya berdua. Kau tidak akan merasa kesepian.” “Berdua?!” Giana membalikkan tubuhnya dengan kasar, mendorong d**a pamannya itu sekuat tenaga. “Kau sudah gila! Aku bukan mainanmu!” Mark tersenyum tipis, seperti seseorang yang menikmati amarah gadis di depanny

