Mark menatap gadis itu lama dari seberang ruangan, tubuhnya tegap dengan tangan bersedekap di d**a, tatapannya tidak bergeming sedikit pun walau Giana menatapnya dengan pandangan penuh benci. Suasana vila pagi itu terasa menekan—hanya ada bunyi burung laut dan detik jam yang berjalan lambat. “Dua hari di sini dan kau masih belum bisa menyesuaikan diri?” suara Mark terdengar rendah tapi tajam. “Kau tidak makan, tidak tidur, hanya mondar-mandir mencari tas. Apa kau pikir aku akan membiarkanmu membawa ponsel atau dompet di sini?” Giana menatapnya dengan mata berair, suaranya parau karena tangis yang ia tahan sejak kemarin. “Kau gila, Mark! Kau sudah membuatku terjebak di pulau ini! Aku tidak tahu di mana aku berada, aku tidak tahu bagaimana pulang, dan kau… kau malah terlihat menikmati semu

