5

578 Kata
Harum sudah berada di rumah sejak pukul tujuh malam. Ibunya sedang pergi untuk berbelanja di Mini market dekat rumahnya. Harum sudah menyelesaikan makan malamnya dan sekarang sedang bersantai di depan TV. Sesekali tangannya menscroll nama-nama temannya yang ada di kontak handphonenya. Satu per satu di teliti, siapa yang masih Single, yang sudah menikah atau bahkan sudah menjadi Single parents. Harum pun bergidik ngeri. Harum sebenarnya memilik trauma menikah. Ayahnya meninggalkan Ibunya begitu saja karena seorang janda kaya yang telah memiliki enam orang anak, padahal usianya terpaut jauh dengan Ayahnya. Janda itu sudah terlalu tua, namun demi harta yang banyak, Ayahnya rela menikahi Janda itu demi kehidupan yang lebih baik. Dari situ, Harum belajar banyak, Janda kaya saja bisa mendapatkan apa yang dia inginkan hanya dengan menunjuk dan dibayar dengan uang. Apalagi Harum yang masih Single dan perawan Ting Ting, gak mungkin kan mendapat duda atau orang yang tidak selevel. Harum berusaha untuk mendapatkan apa yang Harum inginkan dengan hasil yang terbaik. Standar mencari pria pun dia naikkan harus yang selevel dan memiliki karakter dan sifat seperti dirinya. Alasannya, bila hobby, minat dan kerjaan sama, mereka tidak akan canggung dalam membahas apapun dan hidup mereka akan selalu nyambung dan selalu ada bahan untuk menjadi obrolan santai. Harum bukan tipe wanita yang pandai melucu atau mudah tertawa. Dari raut wajahnya saja bisa dilihat dia adalah wanita yang serius dan tidak suka basa basi. Bukan berarti Harum itu jutek, lebih tepatnya kurang suka di ajak bercanda. Baginya bercanda adalah sia-sia dan membuang waktu yang berharga. Makanya kalau nongkrong di Kafe pun Harum tetap membawa buku atau laptop sambil mengisi waktu luangnya untuk hal-hal yang bermanfaat. "Harum ... bantu Mommy bereskan belanjaan ke lemari pendingin." ucap Sang Ibu saat melewati Harum yang sedang melamun. "Okey Mommy ... " ucap Harum yang tersadar dari lamunannya. Harum segera bangkit berdiri dari sofa empuk itu menuju dapur bersih untuk membantu Ibunya. Sebenarnya Harum bukan tipikal mengurus rumah yang baik. Hasil pekerjaan rumah akan berbanding terbalik dengan hasil laporan yang dia buat di kantor yang selalu sempurna. Sang Ibu sudah sangat paham dengan karakter anak semata wayangnya ini. "Harum ... kamu tahu tadi Mommy bertemu siapa?" ucap Ibu Harum dengan penuh teka teki. "Siapa Mommy? Teman Mommy ya ... Atau mantan pacar Mommy dulu." ucap Harum pelan dan sedikit terkekeh melihat perubahan wajah Ibunya yang sedikit kaget. Entah kaget benar atau kaget salah menebak. "Husttt ... Mommy ketemu anaknya Pak Bambang ... Chairul namanya, dulu teman kecilmu, ternyata sekarang dia sudah jadi dokter seperti Ayahnya." ucap Ibunya dengan suara nyaring dan bangga. "Hemm ... Lalu?" tanya Harum pelan. Tangannya tetap bekerja memasukkan beberapa biskuit ke dalam toples toples kecil untuk cemilan santai di teras belakang. "Bagaimana kalau kamu Mommy jodohkan kamu dengan Chairul, seingat Mommy dulu dia ada rasa sama kamu." ucap Sang Mommy Harum dengan antusias. Jujur Ibu mana yang tidak cemas, melihat anak gadisnya masih saja menjadi jomblo fisabilillah. Jangankan pacar, tenan laki laki saja tidak punya. Kedua mata Harum pun melotot hingga bila matanya akan keluar dari gawangnya. "Mommy ... ini bukan jaman Siti Nurbaya. Harum harus memilih jodoh Harum dengan baik. Bukan berarti Harum tidak mau menikah harus dijodohkan." ucap Harum dengan sedikit ketus. Ibu Harum hanya bisa menghela nafasnya dengan panjang. "Coba dulu, berkenalan dengan Chairul. Siapa tahu dia jodoh kamu. Maksud Mommy baik Harum." ucap Sang Ibu lembut menjelaskan agar tidak salah paham. Harum hanya mendengus dengan kesal. Walaupun dalam hatinya pun ingin mencoba berkenalan lagi dengan teman kecilnya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN