“Mami?” Mata Rahi berkaca-kaca, tentu dengan Irina yang sudah banjir wajahnya gara-gara kebobolan air mata. Irina langsung memeluk putri bungsunya di detik dia melihat Rahi setelah pintu rumah itu terbuka. Rahi terlalu penasaran kepada gerangan yang menggedor pintu begitu tidak sabarnya. Dan ternyata itu mereka … kedua orang tuanya. “Anak bandel,” omel Irina dalam dekapannya. “Kenapa nggak pulang? Udah lupa atau malah nggak ngerasa punya orang tua, huh?” sembur Irina memarahi putrinya, tapi telapak tangannya membelai kepala Rahi dengan sayang. Rindu itu menguap. Rahi terisak hebat. Berkata maaf di tiap lisannya berkehendak. Tidak ada kata selain ‘maaf’ yang menurutnya pantas terucap. Dia amat sangat merasa bersalah hingga sempat terpikirkan untuk ikhlas dikutuk jadi batu seperti Mali