Begitu malam tiba, Sean memeluk Rahi di waktu hendak tidurnya. Dengan kepala yang tidak menyisa jarak, hidung Sean melekat dengan pipi istrinya. Rahi yang tidur terlentang dililit oleh suaminya, lengan Rahi menjadi gulingnya Sean.
“Om—”
“Mulai panggil Papa juga nggak masalah kok, Ra. Hitung-hitung latihan kalau nanti anak kita lahir,” pangkas Sean yang membuat bulu kuduk Rahi meremang, kegelian.
“I-itu …,” Rahi menggigit bibirnya, “… soal tadi siang—”
“Saya akan buktiin, Ra. Bukti sempurna sampe kamu gak bisa nyangkal, kalo saya cinta kamu.”
Rahi menelan ludahnya. Dia kaku. Bukan karena ucapan Sean yang masih dirinya ragu, tapi karena satu tangan Sean merambat, mengusap perutnya yang rata.
“Makasih.” Sean menatap perut Rahi dari jarak pandangnya. “Makasih udah hadir dan jadi alasan
