Dia terus mengulum lembut bibir manis itu. Membiarkan istrinya terisak dalam ciuman mereka. Telapak tangan kirinya masih terus memegang tengkuk sang istri, memperdalam ciuman mereka. Disaat seperti ini, dia sungguh tidak ingin bermain kasar. Apalagi memaksakan kehendaknya untuk segera dilayani oleh sang istri. Ciumannya tidak menuntut, karena dia tahu kalau sang istri butuh waktu untuk meredam segala emosinya seorang diri. Memantau sang istri dari depan adalah pilihan yang bagus, pikirnya. Saat tahu sang istri tidak bernafas, dia segera melepas bibirnya dari sana. Seketia dia mengulum senyumannya melihat istrinya tersengal, menghirup udara banyak-banyak, tertunduk tanpa berani menatapnya. Dia kembali membuka suaranya. “Kenapa diam, Sweety ?” Tanya Dyrta menatap sang istri yang mulai m