Dara menatap ponselnya yang masih menyala. Membaca pesan yang dikirimkan Vanya satu jam lalu. Sesuai ucapan wanita itu, mereka akan bertemu setelah Dara pulang bekerja. Dara memilih untuk bertemu di cafe dekat rumah sakit tempatnya bekerja, supaya lebih menghemat waktu dan tenaga. Maka di sinilah ia sekarang, duduk berhadapan dengan Vanya, wanita yang semalam menolongnya dan kini sedang menagih pamrih. “Jadi, lo mau gue berterima kasih dengan cara apa?” tanya Dara tanpa basa-basi. Vanya tersenyum, menyeruput minumannya sejenak. “Gampang, sih. Bantu gue deketin adik ipar lo, si Kalandra.” Dara mengernyit. “Tunggu, lo nggak tahu kalau adik ipar gue udah mau nikah?” Senyuman di wajah Vanya luntur seketika. “Sama siapa? Jangan bilang sama cewek yang waktu itu dia bawa ke Harmoni?” “Gue n