bc

Racun Dunia

book_age18+
574
IKUTI
10.3K
BACA
family
HE
age gap
friends to lovers
kickass heroine
drama
sweet
bxg
kicking
nerd
campus
city
office/work place
like
intro-logo
Uraian

[Niskala & Galen]

••••

Niskala pernah jatuh cinta dan dia bertepuk sebelah tangan, tanpa ada seorang pun yang sadar bahwa dirinya sedang mencintai Daaron Edzhar Reinaldi. Perasaan itu memudar seiring waktu dengan kesibukan dan pilihan tinggal di sebuah kos putri.

Di kos-kosan itu menjadi tempat Niskala menemukan cinta baru. Seorang bapak kos galak yang pernah dirinya salah pahami, Galen Putra Airlangga, memikat hatinya.

Walau galak, tetapi begitu menjadi lebih dekat, Galen sosok yang lembut dan ramah. Dia unik di abad ini dengan ciri khasnya anti skinship pada lawan jenis yang bukan kekasih halal. Niskala merasa beruntung karena cintanya kali itu berbalas, bahkan sampai menikah.

Caranya memperlakukan wanita, Galen adalah definisi tanpa cela bagi Niskala sehingga dia rasa kehidupannya sempurna memiliki suami paket komplit macam putra Airlangga.

Namun, apa masih bisa dikatakan sempurna saat Niskala menemukan sebuah fakta yang sangat meluka?

Galen membuatnya kecewa, bahkan Niskala rasa itu menjadi patah hati terberatnya.

Lantas, apa yang akan Niskala pilih antara bertahan dengan sabar atau menyudahi dan pergi?

Sementara di satu sisi, Niskala akui bahwa Galen adalah pria yang sangat pantas untuk digenggam.

***

[Adult 21+]

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog
"Aku suka sama dia, tapi dianya suka kembaranku. Menurut kalian, aku tetep harus ungkapin perasaan ini?" Niskala Syahda Budiman, SMA kelas tiga. Dia anak kembar dari hasil perkawinan silang antara Mimi Lena dan Pipi Wili. Pertemuan penuh cinta dari sel telur dan seperma mereka menghadirkan sosok Niskala yang jelita, tetapi tidak lebih cantik dari Dikara—kembarannya. "Kata gue, sih, iya. Ungkapin aja, Nis. Udah lama mendem juga, kan? Lagian, toh, kembaran lo jauh dan kata lo hubungan mereka juga nggak ada kemajuan, kan?" "Malah makin jauh nggak, sih, mereka? Dikara udah milih ninggalin Bang Daaron. Ini artinya kesempatan buat kamu kejer cintamu, Nis." Ayu dan Arida, mereka sahabat Niska yang paling dekat. Tempat curhat dan hanya merekalah yang tahu tentang kesah hati Niskala soal perasaan cintanya kepada sosok Daaron Edzhar Reinaldi. Laki-laki yang selama ini dianggap anak oleh orang tua Niskala, sosok abang, yang sedari kecil telah membuat Niska jatuh hati. Ironisnya, Niska tahu cintanya bertepuk sebelah tangan. Bang Daaron menyukai sang kembaran. Niska tahu betul makanya dia semaksimal mungkin menyembunyikan perasaannya. Yang membuat dia heran, perasaan cinta kepada Bang Daaron bukannya mati malah tumbuh subur seiring waktu tanpa bisa Niska cegah pertumbuhannya. Dan saat ini Niskala lelah atas cinta diam-diam yang tak pernah sekali pun berani untuk dirinya ungkapkan. Bahkan di saat ada kesempatan, saat Dikara memilih tinggal di luar negeri, lalu terpantau Bang Daaron mode patah hati, Niskala tidak berani menyatakan bila di sini ... ada dirinya yang sedang mencintai. Cinta dari kecil. Cinta yang Niskala pendam sendiri. "Aku nggak berani," desahnya. "Takut ditolak, ya?" "Takut hubungan baik yang selama ini ada malah jadi canggung, Da," tukasnya kepada Arida. Niska menghela napas panjang. Asli, rasanya frustrasi. "Iya, sih. Kalo udah diungkapin, pasti beda." "Iya, kan, Yu? Aku juga nggak enak sama Dikara. Walau dia terkesan nolak cintanya Bang Daaron, tapi aku yakin sebenernya dia juga cinta balik." Ayu lantas mengusap bahu sang sobat. "Pasti berat banget jadi lo. Kebayang, mendem perasaan sepihak dari kids." "Sedangkan yang dicintai, jelas banget keliatan cinta sama kembaran sendiri. Ah, Ninisku ... sini puk-puk dulu!" imbuh Arida. Niskala lalu direngkuh oleh mereka satu per satu. Jika begini, air matanya eksis. "Gimana, sih, supaya perasaan ini hilang? Minimal pudar gitu, lho. Aku kesiksa ...." "Udah coba tips move on dari gue?" kata Ayu, si paling lo-gue. Niska mengangguk. "Udah, tapi nggak mempan. Lagian saat aku menjauh, Bang Daaronnya mendekat dan nanya-nanya aku kenapa. Kok, beda? Abang ada salah, ya? Gitu! Gak bisa, aku gak bisa digituin." "Duh ... berat ini. Mana doi sering nginap di rumah kamu lagi, ya?" tutur Arida. "Iya, makanya. Dan perlakuannya itu ... sweet banget, Ya Tuhan! Meski aku tau, sih, semanis-manisnya Bang Daaron sama aku, baginya itu aku cuma adek. Nggak lebih. Nggak kayak pas dia mandang Dikara." Huaaaa! "Ngenes amat nasib cinta kamu, Nis." "Itu cinta rasa kutukan, sih, kata gue mah." Kembali Niskala dipeluk. Sekarang puncaknya, puncak dia galau atas rasa di hati. "Aku harus gimana?" Lemah suara Niskala. "Selain ungkapin perasaan ...." "Oh, gini aja!" Ayu terpikir sesuatu. "Kan, katanya cinta itu bisa datang karena terbiasa, ya? Lo coba aja pepetin Bang Daaron, lama-lama pasti kepincut, Nis. Apalagi Dikara udah putus kontak dan terkesan gak mau deket sama Bang Daaron, kan? Maksud gue, coba lo ambil peran sebagai obat patah hatinya Bang Daaron. Biasanya bisa berpaling, tuh." Arida mengangguk. Namun, Niskala malah tambah kejer nangisnya. Bagaimana tidak? "Sebelum kamu kasih masukan itu, aku udah nyoba. Nyaris tiga tahun ... sejak Dikara mutusin buat sekolah di luar negeri, aku udah nyoba. Hasilnya ...." Senyum Niska kecut. "Ada foto baru dari Dikara, nggak, Nis? Share ke Abang, dong." "Dia telepon, nggak, hari ini? Nanyain Abang, nggak? Nggak, ya?" "Nis, nanti tolong kamu notice Abang, dong, kalo pas lagi komunikasi sama Dikara. Terus kasih tau Abang apa responsnya. Plis! Nanti Abang traktir es krim." "Dikara tambah cantik aja, ya, Nis, di sana? Nggak kerasa udah kelas tiga SMA dan selama itu dia blokir kontak Abang." Sambil tersenyum. "Kasiaaan!" Arida memeluk Niska part sekian setelah mendengar ceritanya. Iya, kan? Kasihan sekali dirinya. "Doi nggak sadar gitu sama perasaan lo? Masa, sih, gak sadar? Lo natap dia aja beda, pipi lo bahkan suka ada merah-merahnya kalo lagi dijailin Bang Daaron. Masa nggak nyadar, ya?" "Udah paten dianggap adek, Girls!" Arida yang menyahuti. Niska memupus air mata. "Iya, sih. Yang bikin nyeseknya itu, Niska nggak bisa membenci mereka." "Ya, gimana mau benci? Yang salah aku, kok, Yu, suka sama Bang Daaron. Tetep suka walau aku tahu dia sukanya sama Dikara. Di sisi lain, kan, aku berusaha nutupin." "Kalo kamu ngasih tau Dikara ...." "Ah, nggak. Walau dia pasti akan selamanya nggak nanggepin Bang Daaron, akan mempersilakan aku sama abang, dan mungkin akan mengusahakan biar Bang Daaron jadi milikku, tapi ... nggak ada yang lebih buruk dari hidup sama pasangan, sedang hatinya nggak di kita, kan?" Ayu dan Arida tepekur. "Berarti fix, jalan satu-satunya lo harus move on." "Harus." Niska menarik napas panjang, lalu mengipas-ngipas mata yang terasa memanas. "Apa aku ngekos aja, ya?" "Nah! Baru juga aku mau nyaranin itu, Nis. Kayaknya kamu emang harus ngekos, deh." "Iya, tuh. Pas banget mau kuliah, kan? Jadi nggak kentara-kentara amat kalo alasan ngekos lo adalah misi buat memudarkan perasaan dari Bang Daaron." Hari itu .... Lulus SMA, Niskala langsung mengobrol dengan orang tuanya. "Boleh, ya, Pi, Mi? Nis pengin belajar mandiri." "Mandiri nggak harus ngekos, Nis," kata mimi. Beliau khawatir, apalagi ini ibu kota, katanya takut malah jadi nakal kalau ngekos. "Nanti Nis cari kosan yang bagus, Mi. Khusus putri dan ketat penjagaannya." "Tetep aja, Nis. Mimi khawatir. Lagi pula kampus kamu masih bisa digas pulang-pergi." Tangan Niskala rasanya berkeringat dingin. Bagaimana ini? "Pi ...." Alihlah dia kepada sang ayah. "Pipi satu tim sama mimi. Kalau mimi nggak, Pipi juga nggak." Argh! Kuncinya di mimi. Niska harus membujuk beliau karena keputusan pipi ada di mimi. "Kara aja boleh di luar negeri, masa Nis yang cuma ngekos di sini nggak boleh? Nis juga pasti nyari kosan nggak sembarangan, kok, Mi. Nis nggak akan bikin kekhawatiran Mimi terwujud. Nis akan cari kosan yang lingkungannya baik, ketat, dan bersih dari penilaian buruk." Mimi menghela napas. "Ya udah, nanti sebelum mutusin buat ngekos di situ, kamu ajak Mimi buat ketemu ibu kosnya juga." "Oke!" Niskala tersenyum semringah. Sambil memulai masa orientasinya di kampus, Niska mencari-cari indekos yang paling mumpuni. Sayang sekali Ayu dan Arida beda kampus, alhasil Niska berjuang sendiri. Mulai dari kos terdekat sampai terjauh sudah Niskala jajal nyaris keseluruhan. Di awal-awal oke memang, menurut Niska juga tidak ada yang salah dengan setiap indekos pilihannya, tetapi selalu saja Mimi Lena punya alasan supaya Niska pulang atau pindah dari kos itu. Tentu saja Niska menolak pulang, dia memilih mencari indekos lain. Waktu demi waktu. Sampai tidak terasa sebagai mahasiswi, Niska sudah merampungkan S1. Lanjut S2 di kampus berbeda, Niska mulai nyaman dengan kehidupan setelah SMA-nya. Nyaman dengan tidak sesering dulu bertemu Bang Daaron. Mimi pun sudah mulai melepas Niska ngekos dengan lebih leluasa. Sudah percaya bahwa Niska nyatanya baik-baik saja. Hingga dia mendapatkan info kosan yang katanya oke banget. Info ini datang langsung dari alumni kos tersebut. "Namanya kos Airlangga. Cuma emang mahal. Ya, tapi worth it, sih. Aman, bersih, ketat, tiap keluhan penduduk kosnya selalu didengar bin gercep. Kos elitelah itu." Dan di sini Niskala sekarang, di depan sebuah bangunan berplang 'Kos Airlangga - Khusus Putri'. Kos Niska sebelumnya mulai terasa tidak nyaman karena pergantian penghuni dan kali itu Niska agak terganggu, padahal tanggung. S2-nya sudah di akhir semester. Tinggal menyusun tugas akhir. "Kos Airlangga ...." Niska membaca sekali lagi nama indekosnya. Masuklah dia ke area tersebut, menghadap ibu kos. Oke, fix. Niska mau ngekos di sini. *** "Libur, Nis?" "Eh, iya, Mbak." "Tumben nggak pulang?" Niska disapa oleh salah satu penduduk kos Airlangga. Beliau yang menurutnya paling ramah, tetapi sayang menjadi yang paling jarang terlihat. Sesekali saja, seperti saat ini contohnya. "Lagi pengin hari mingguan di kos, Mbak." "Oh, iya, iya." Mbak Putri pun berlalu, sepertinya berangkat kerja. Di kosan ini sebetulnya Niska lebih sering mendapati kesunyian. Isinya orang-orang sibuk semua tampaknya. Jarang ada yang hilir mudik kalau bukan di waktu tertentu. Posisi kamar Niska di lantai dasar. Dia pun putuskan untuk mencuci baju sendiri alih-alih laundry. Menjemur pakaiannya di rooftop. Dan begitu turun .... Eh, eh, ada cowok! Lho, lho .... Kok, masuk kamar, sih, cowoknya? Kamar di sebelah kamar Niskala pula. Tunggu, tunggu! Ini kos putri. Niska baca sekali lagi tulisan di plang yang menerangkan secara gamblang 'KOS PUTRI'. Lantas? Sehari dua hari ... ya, sampai satu mingguan Niskala jadi pemerhati. Kok, masnya ada terus, sih? Tidak takut ketahuan ibu koskah? Dan tidak khawatir akan ada yang melaporkannyakah? Of course! Beliau salah besar. Niska yang akan lapor kepada pemilik kos. Tapi betewe, itu cowok datang atas undangan siapa? Tetangga kamar Niska, sih, pastinya. Namun, yang jadi masalah adalah Niska tidak pernah melihat ada perempuan keluar dari kamar tersebut. Malah dia pikir kamar di sebelahnya itu kosong. But, who knows? So, Niskala menempelkan telinga di dinding, barangkali bisa mendengar sesuatu dari suara-suara tetangga kamar. Mana tahu ada suara 'ah, ah, Sayang ... faster', kan? Astagfirullah. Ya Allah. Maaf. Nyatanya, sunyi maksimal macam tidak ada penghuni. Sampai di suatu ketika .... "Permisi, Mas—" Beuh! Tajam pol delikan mata beliau, Sis! Baru juga mau menyapa, eh, resposnya seram abis. Niskala mendapatkan tatapan tidak ramah dari cowok itu. Idih, geleuuuh! Niska pun urung untuk lanjutkan basa-basinya. Niat hati mau sekalian menegur perihal keberadaan mas-mas itu di sini. Ah, tetapi ini memang bukan urusan Niska, sih. Sebaiknya dia tidak perlu ikut campur, kan? Tapi .... Di suatu waktu, pintu kamar Niska diketuk. Kaget, dong! Yang mengetuk mas-mas kemarin. Ada apa, nih? "Sejak kapan di depan kamar ada jemuran?" Oh, itu. "Sejak aku ngekos di sini, aku sesekali suka jemur di depan kamar kalau malas ke atas. Kenapa emang, Mas?" Demi apa pun, sorot mata itu sangat mengganggu. Sangat runcing. "Jemur di atas," katanya. Lha ... monmaap, nih. Masnya siapa? Ibu kos saja no comment, kok. Pernah Niska kedapatan sedang menjemur handuk di depan sini, ibu kos sekadar melirik. Artinya? "Jemur di atas." Duh! "Maaf, Masnya ini—" "Di atas sudah disedia tempat jemuran, silakan jemur di atas." Astagaaa. Oke, fine! Turuti dulu saja. Niska pun mengambil ember cucian dan memindahkan pakaiannya ke sana. Jemuran kecil itu lalu Niska masukkan ke kamar sebelum otewe ke rooftop. Saat sudah kembali, masnya tak terlihat lagi. Antara sudah masuk kamar atau entah, deh. Aneh banget. Di kos putri, kok, ada cowoknya, ya? Ini tidak masuk akal. Dan selain Niskala, apa penduduk kamar lain tidak mendapati eksistensi pria ini? Rasanya janggal. Kalian paham, kan? Atau masnya ini anak ibu kos? Iya, ya? Bisa jadi. Nama indekosnya saja Airlangga, mungkin si mas namanya Airlangga. But, ternyata nama masnya itu Galen. Jangan tanya Niska tahu dari mana soal nama beliau. Fix, tidak bisa dibiarkan. Kejanggalan di indekos ini harus segera diluruskan, kalau bisa disudahi. Jadi, Niska ketiklah pesan dengan cukup melibatkan emosi terpendam. Saat ini .... Niskala: [Teman-Teman, maaf sebelumnya. Kos ini, kan, kos putri, ya? Tapi, kok, aku sering lihat ada laki-laki wara-wiri di sekitar kos kita, ya? Di dalam kawasan kos malah. Memang boleh yang seperti itu?] Karena tidak semua kontak anak kos Airlangga disimpan, jadi Niska tidak tahu siapa gerangan yang membalas isi keluhannya di grup. 08132456789: [Tidak boleh.] Tuh, kan! Nomor itu tanpa keterangan nama. Dan ... ya ampun! Mestinya dari awal Niska speak up. Kebanyakan mikir dan mempertimbangkan, tetapi akhirnya sekarang Niska koar-koar juga. Sebagai penduduk baru di hunian ini, Niska agak sungkan, sih. Tapi sekalinya dapat respons, sepertinya dia langsung menjadi diri sendiri di grup keluhan kos Airlangga. Niskala: [Iya, kan? Tapi gimana, dong? Aku nggak berani lapor ke ibu kos. Takut dikira cepu sama beliau. Mana galak abis lagi orangnya. Kalian pernah, nggak, sih, ketemu laki-laki itu? Masa cuma aku? Serem tau.] Dari sekian yang baca, hanya normor itu lagi yang membalas. Eh, tidak. Yang lainnya malah balas lewat chat pribadi. Uci: [Mas Galen, bukan?] Lho, ada yang tahu rupanya? Kenal? Niskala: [Iya, iya, bener!] Niska tahu nama cowok itu Galen dari obrolan beliau dengan seseorang di telepon. Masnya menyebut diri sendiri Galen. Niskala: [Dia juga nyebelin banget, tau. Perkara tong sampahku melewati batas kamar masing-masing, aku pernah kena omel. Padahal dia sendiri siapa, dih? Cowok, kok, di kos putri?] Niskala: [Udah gitu soal jemuran. Aku tau, sih, ada aturannya. Tapi aku pernah kepergok ibu kos dan beliau fine-fine aja. Lagian nggak merugikan penghuni kamar lain juga, kok, aku. Okelah soal jemuran, tapi tong sampah?] Niskala: [Eh, maaf. Aku malah jadi kebawa emosi pribadi.] Dan dari kontak lain isinya sama: [Mas Galen, bukan?] [Mas Galen, ya?] Kalau di grup .... 08132456789: [Laporkan saja.] Seperti itu. Sampai Niska mendapat balasan dari Uci yang membuatnya langsung menghapus hasil ketikan panjang di grup tentang sosok Mas Galen. Uci: [Lha, itu pemilik kos ini, Niskaaa!] Hah? Uci: [Mas Galen itu yang punya kosan Airlangga.] Fix, Niska lemas seketika. Uci: [Emang lebih ketat dan bawel.] Alamak! Uci: [Udah lama banget emang gak pernah ke sini, tapi akhir-akhir ini kayak yang tinggal di sini, kan? Ya, itu. Mas Galen.] Oh .... "Mati aku." ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.4K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.3K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.2K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook