"Jangan nangis terus coba." Huma langsung memupus air matanya, tetapi air mata itu nakal. Terus jatuh. Huma harus bagaimana? Rajen terusik. Oh, ya, keluar dulu saja. "Diem di situ." Huma langsung diam. "Tidur," imbuhnya. Tapi isak tangis wanita itu kembali terdengar. Punggungnya terlihat bergetar. Kak Huma juga tampaknya membekap mulut, menahan agar suaranya tidak keluar, padahal percuma. So, Rajen menghela napas. Dipikir yang ingin menangis cuma Kak Huma? Rajen juga. Masa depannya hancur. Impiannya, cita-cita, hal yang Rajen sukai lebih dari apa pun ... tak akan tergapai. Mereka rebah dengan saling memunggungi. Ini sudah malam. Kepala Huma pusing sekarang. Tenang, mereka sudah makan. Di samping itu, di kamar orang tua Rajen, baik Dikara dan Daaron dilanda dilema. "Apa ini s