Bab 8

1551 Kata
Seumur hidup baru kali ini aku benar-benar merasa kalut dan tidak tahu langkah apa yang akan aku ambil kedepannya, kehamilan Shantie mengacaukan semua rencana besar tentang kebebasan yang sudah susah payah aku susun. Kehamilan Shantie membuatku semakin terikat dan sulit untuk bisa lepas dari cengkraman mereka. Kehamilan Shantie membuatku muak dan marah! Aku sangat-sangat marah!. "Kamu menjebak aku!" geramku sambil mencengkram sekali lagi tangannya, wajahnya mengernyit menahan rasa sakit, detik berikutnya Shantie mencoba tersenyum dan menantangku dengan tatapan kosong. "Ini caraku menghukum kamu, bayi ini akan mengikat kita selama-lamanya." Shantie mengeluas perutnya dengan tangan kiri, aku melirik perut itu dan aku kembali merasakan apa yang dulu aku rasakan saat dia memberitahu saat dia mengandung Arga. Marah dan marah! "Berulang kali aku memperingati kamu untuk tidak hamil! Untuk tidak memberiku beban baru! Arghhhhhhh b******k!" aku melepaskan cengkramanku dan menjambak rambutku dengan kesal. Aku tidak menginginkan bayi itu, aku benci anak-anak! Aku benci pernikahan ini! "Nasi sudah menjadi bubur, sekeras apapun kamu menolaknya di rahimku perlahan demi perlahan mulai tumbuh bayi kamu, River. Darah daging kamu, keturunan Gautama," balasnya sengaja memprovokasiku. Aku tersulut dan vas bunga yang terletak di depanku menjadi korban amarah yang akhirnya tidak bisa terbendung. Prankkkkkkkk Vas bunga itu hancur menjadi kepingan tak berbentuk, aku mencoba menormal napasku. Marah tidak akan menyelesaikan masalah ini, marah hanya akan membuat Shantie merasa di atas awan dan menertawai kebodohanku yang kembali masuk dalam perangkapnya. Aku butuh waktu untuk memikirkan jalan apa yang harus aku ambil untuk menyelesaikan masalah ini, berada di sini tidak akan menghasilkan apa-apa, aku menyambar kembali jaket serta kunci mobil dan meninggalkan apartemen dengan membanting pintu. "Arghhhhhh brengseeekkkk!" makiku sambil menatap pintu apartemen, ah bukan apartemen tapi neraka, perlahan namun pasti aku yakin hidupku akan terpanggang di dalamnya. **** Tiga hari aku mengurung diri di hotel tak jauh dari kantor, otakku sampai detik ini masih belum menemukan jalan keluar dari masalah yang diciptakan Shantie, kehamilan itu membuat langkahku semakin terpaku dan sulit untuk menatap masa depan yang selama ini aku impikan. Drttt drtt Nama Aura muncul di layar ponselku, dengan malas aku menyentuh layar ponselku. "Halo" "Pak, maaf saya menganggu waktu Bapak" "Ada apa, Aura?" "Mr. Nakatomo dan tamu undangan lainnya sudah hadir di pesta dan beliau bertanya kenapa Bapak belum datang" Shit! masalah Shantie membuatku lupa kalau hari ini pesta ulang tahun perusahaan, aku melirik jam dan masih ada satu jam sebelum acara dimulai. "Oke, satu jam lagi saya datang... tolong kamu handle semuanya" "Baik, Pak" Tanpa buang waktu aku langsung bergegas masuk ke dalam kamar mandi, penampilanku sungguh sangat mengkhuatirkan, anak rambut tumbuh subur di wajahku. Mata hitam dan bengkak akibat kurang tidur, aku mulai membasuh diri dan berharap setelah air mengguyur kepalaku semua benang kusut perlahan demi perlahan bisa lurus dan aku bisa menemukan jalan keluar dari masalah ini. **** Aula ballroom hotel berbintang terlihat ramai dipenuhi tamu undangan serta karangan bunga, dengan rasa percaya diri tinggi aku mulai melangkah masuk, sapaan dan ucapan dari tamu datang silih berganti. "Selamat, Pak River." "Terima kasih, silahkan menikmati hidangan dari kami," balasku dengan ramah, pintu aula terbuka dan ruangan lumayan besar ini sudah ramai dipenuhi tamu-tamu dari kalangan pebisnis dan juga rekan kerja, Aura mendekatiku dan menyerahkan daftar susunan acara yang harus aku ikuti. "Mr. Nakatomo?" tanyaku kepada Aura, Aura menuntunku menuju meja VVIP yang khusus disediakan untuk tamu-tamu penting, aku harap Mr. Nakatomo menikmati rangkaian acara pesta ini. "Mr. Nakatomo, maaf kedatangan saya..." aku terdiam saat melihat siapa yang duduk di samping Mr. Nakatomo, Mr. Nakatomo tersenyum kepadaku lalu menunjukkan kedua jempolnya kepadaku, itu berarti dia sangat senang dengan pesta ini. "Mr. Gautama, bagaimana kondisi putra anda? Sudah sehatkah? Istri anda memberitahu saya alasan kenapa anda datang terlambat, oh saya sangat prihatin mendengar kondisi putra anda, anda pasti sangat terluka melihat anak sekecil itu harus menderita, saya jadi terharu dan kembali teringat dengan putri saya yang berada di surga," Mr. Nakatomo menghapus airmatanya, aku melirik ke arah Shantie yang terlihat angkuh dan sombong sambil meminum jus orange. Penampilannya sangat berbeda, terlihat anggun dengan gaun belahan rendah yang menonjolkan belahan d**a serta bahu yang terbuka. "Ah... iya, maaf anda terpaksa menunggu," balasku merasa tidak enak, Mr. Nakatomo menggelengkan kepalanya dan menunjuk ke arah Shantie sekali lagi. "Istri anda membuat saya betah, kemampuannya berbicara mampu membuat saya lupa kalau menunggu merupakan hal yang paling saya benci, istri anda sangat pintar dan cocok mendampingi anda," Mr. Nakatomo menyentuh bahuku, mau tidak mau aku terpaksa tersenyum mendengar puja pujinya tentang Shantie, Mr. Nakatomo menyuruhku duduk di samping Shantie. Saat Mr. Nakatomo lengah aku mendekati Shantie dan berbisik di telinganya, "Siapa yang mengizinkan kamu hadir di pesta ini?" tanyaku pelan, dia kembali meminum jus lalu mengarahkan telunjuknya ke perutnya. "Bayi kita kangen Daddynya yang sudah tiga hari tidak pulang," balasnya dengan sengaja mengingatkanku tentang kehamilannya, aku menjauhinya dan meminta pelayan memberiku segelas wine, aku butuh minuman ini agar bisa tenang dan tidak terpancing umpan yang ditebar Shantie. "Mr. Nakatomo," panggil Shantie, aku meletakkan gelas wine dan menatap Shantie, entah apa yang akan diperbuatnya untuk mempermalukanku, Mr. Nakatomo memutar wajahnya, "saya senang bisa berkenalan dengan anda, suami saya selalu memuji anda... bersediakah malam ini Mr. Nakatomo menyebarkan berita bahagia di pesta ini?" sambungnya dengan senyum penuh kemenangan. "Tentu... tentu saja, berita bahagia apa yang perlu saya umumkan?" tanya Mr. Nakatomo dengan antusias, aku mepinta satu gelas wine lagi. Entah rencana apa lagi yang akan dilakukan Shantie untuk mempermalukanku. "Sebentar lagi kami berdua akan memiliki anggota keluarga baru," ucapannya membuatku menutup mata menahan amarah yang kian menumpuk, Mr. Nakatomo bertepuk tangan. Kalau kehamilan Shantie sudah menyebar dan semua orang tau, hidupku berakhir hari ini juga. Seumur hidup aku akan terikat dan tidak akan pernah bisa lepas dari ikatan yang semakin hari semakin membuatku sesak. "Selamat Mr. Gautama, anda pasti sangat bahagia mendengar kehamilan istri anda." Tidak! Sedikitpun aku tidak bahagia, aku benci! Aku muak dan lelah dengan basa basi ini, aku hanya bisa tersenyum tipis dan memilih untuk meninggalkan meja ini. Semakin lama aku duduk di sini semakin membuat kepalaku pusing. "Jangan pergi, pertunjukkan baru saja dimulai..." Shantie menahan tanganku, aku berniat menghempaskan tangannya tapi aku batalkan saat melihat Whisnu berjalan mendekati kami, Whisnu menyapa Mr. Nakatomo dan aku sedikit kaget saat melihat siapa yang berdiri di belakangnya. Haykal dan Rubi "Hai kita bertemu lagi Pak River," sapa Haykal dengan senyum ramah, Rubi menjulurkan tangannya kearah Shantie lalu mereka saling menyapa seolah sudah saling mengenal. Aku seperti melihat pribadi lain Shantie yang selama ini tertutup rapat, Shantie berubah lebih tegas dan keras dan aku tidak menyukai perubahan ini. "Haykal, saya tidak menyangka bisa bertemu dengan anda di sini," balasku basa basi, Whisnu mengacuhkanku dan duduk di samping Shantie, mereka terlihat dekat dan entah membicarakan apa. Bahkan Whisnu tertawa saat Shantie memegang perutnya, apakah mereka menertawakan kebodohanku atau mereka tertawa karena berhasil menjebakku dengan bayi itu, jangan-jangan anak itu bukan anakku? s**t! Shantie bukan wanita serendah itu. "Saya Haykal Hayuda, perwakilan Hayuda Group," aku sedikit shock mendengar ucapannya, ternyata Haykal pemimpin Hayuda Group, sungguh suatu kebetulan yang tidak pernah terpikir olehku kalau salah satu partnert kerja Whisnu ternyata adalah tetangga sebelah. "Silakan menikmati acara ini," balasku basa basi, Haykal mengangguk dan duduk di samping Rubi yang asyik berbincang dengan Shantie, aku semakin gerah dan sedikitpun tidak menikmati pesta ini. Entah sudah berapa gelas wine habis kuteguk, tawa mereka semakin membuat kepalaku berputar. "Selamat ya Pak River, anggota keluarganya nambah lagi... ah saya jadi iri, sayang kapan sih kita punya anak?" ya ya ya semua orang akhirnya sudah tahu berita itu, perlahan namun pasti kehamilan Shantie akhirnya menyebar dan menjadi berita sensasional. Beberapa tamu mendekati kami dan mengucapkan kata-kata selamat, ya selamat bagi Shantie tapi duka bagiku, aku melirik Shantie yang lagi-lagi tersenyum penuh kemenangan sambil mengelus perutnya. Saking putus asanya aku mepinta pelayan meletakkan sebotol wine di mejaku. Shantie mendekatiku dan berbisik di telingaku, "Bagaimana rasanya River? Aku harap pembalasanku setimpal dengan apa yang kamu lakukan kepada anak-anak kita, setiap airmata yang mereka teteskan demi mendepatkan kasih sayang kamu perlahan demi perlahan akan aku balas," bisiknya mengancamku, andai kami sedang tidak ada di pesta, mulut berbisanya itu akan aku sumpal agar dia tidak berani melawanku. Setelah mengatakan itu Shantie kembali mendekati Whisnu dan mereka tertawa sambil sesekali melirikku, aku semakin panas dan kalut. Aku tidak lagi menuangkan wine ke dalam gelas tapi langsung minum melalui botol, aku acuh saat Mr. Nakatomo melarangku. Untungnya dia berpikir aku mabuk karena bahagia. Perlahan demi perlahan aku akhirnya mabuk parah, aku mulai meracau tidak jelas, mabuk membuatku tidak sadar dengan apa yang aku ucapkan. "Mr. Nakatomo, sepertinya suami saya sudah sangat mabuk. Dia sangat bahagia dan tidak sadar menghabiskan wine terlalu banyak, kami mohon izin untuk pulang. Silahkan menikmati pesta ini" samar-samar aku mendengar Shantie berbicara dengan Mr. Nakatomo, tak lama setelah itu aku merasakan sebuah tangan di pinggangku, bayangan wajah Shantie mengacaukanku. "Shantie..." "Sttttsss jangan buat keributan, tamu-tamu memperhatikan kita. Sudah cukup kamu mempermalukan diri sendiri dengan mabuk separah ini," ucapnya, aku mengangguk dan membuat gerakan tutup mulut dengan tanganku, Shantie membopongku dan membawaku keluar dari aula ballroom. Sesampainya di apartemen aku langsung mendorong tubuh Shantie ke dinding dan menatapnya dengan tatapan benci. "Aku... sangat... membenci... kamu... Shantie! enyah dari hidupku! Enyahhhhhhhhhh!" teriakku sekeras mungkin, tubuhku bahkan sampai bergetar saat mengucapkan itu. Aku tidak lagi berdoa dalam hati tapi aku langsung luapkan agar dia tahu selama ini aku menderita hidup bersamanya. "Baiklah," balasnya sambil memelukku, "aku mencintai kamu, River." Bahunya bergetar dan pelukannya semakin erat. Aku berusaha melepaskan diri tapi tenagaku habis tak tersisa, mabuk membuat kesadaranku sedikit demi sedikit menghilang. Pandanganku menghitam dan akhirnya aku jatuh tak sadarkan diri dalam pelukannya. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN