14. Kenyataan

1270 Kata
"Pria yang saya suruh membuntuti Ibu Alranita bernama Raga. Raga adalah seorang prajurit terlatih dari sebuah organisasi penyedia jasa keamanan. Raga terlatih untuk melakukan pengintaian atau pelacakan dan dia akan datang satu jam lagi sesuai dengan waktu pertemuan yang sudah kami sepakati." Mahardhika mengangguk mendengar penjelasan Azka. Mahardhika tidak peduli dari mana Azka mengenal Raga atau seberapa banyak ia harus membayar Raga untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan. Uang Mahardhika lebih dari banyak untuk ia gunakan membayar Raga. Mahardhika sudah tidak bekerja untuk mencari uang, pria itu bekerja untuk mengisi waktu luang dan mengasah kemampuannya. Mahardhika memiliki berbagai investasi mulai dari saham, obligasi, properti hingga emas. Kini investasinya seperti saham, obligasi dan properti sudah berjalan sendiri dan menghasilkan uang untuknya sehingga Mahardhika tidak pernah khawatir soal uang dan ia bisa membeli apapun yang ia inginkan. Mahardhika akhirnya duduk berhadapan dengan pria yang tadi Azka bicarakan. Pria itu bertubuh tegap atletis khas seorang pria yang memang rajin berolahraga. Pria itu berpakaian serba hitam duduk dengan santai di dalam ruang kerja Mahardhika. Pria itu mengeluarkan amplop besar berwarna coklat dan meletakkannya di atas meja kerja Mahardhika. Mahardhika menoleh beberapa saat menatap Azka yang berdiri di sisinya sebelum Mahardhika bergerak mengambil amplop itu dan mengeluarkan isi dari amplop yang Raga berikan. Ada beberapa dokumen dan setumpuk foto yang kini ada ditangan Mahardhika. Mahardhika menatap satu per satu dokumen yang ada di dalam amplop itu lalu beralih pada foto-foto yang semakin lama semakin membuat tangan Mahardhika gemetar. "Alranita Aryadwipa merubah namanya sebagai Alranita Sasmita. Alranita tinggal bersama dengan temannya bernama Moshaira di sebuah apartemen dengan kedua anak kembar Alranita. Keduanya mempekerjakan sepasang suami istri untuk menjaga kedua anak kembar itu saat Alranita dan Moshaira bekerja. Saya menelusuri data keduanya dan saya mendapati Moshaira meminjamkan namanya untuk Alranita. Ada dua rekening atas nama Moshaira dan keduanya aktif. Saya bisa melihat perbedaan transaksi pada kedua rekening itu yang sangat jelas terlihat sehingga bisa dibedakan mana rekening yang dipegang oleh Alranita dan mana rekening yang dipegang oleh Moshaira sendiri." Raga menjeda kalimatnya dengan sengaja untuk melihat reaksi Mahardhika. "Saya berasumsi Alranita sengaja melakukan hal ini untuk menutupi jejak keberadaannya karena jika mencari dengan nama Alranita Aryadwipa, saya tidak menemukan data apapun. Bahkan nama Moshaira yang tercatat sebagai pemilik apartemen yang mereka tempati saat ini dan data ini saya dapati dari pihak pengelola gedung apartemen." Telinga Mahardhika sudah tidak mendengarkan penjelasan Raga padahal Raga masih menjelaskan panjang lebar. Mata Mahardika terpaku pasa sepasang anak kembar laki-laki yang sangat mirip dengannya. Mahardhika seakan sedang melihat dirinya dalam versi anak-anak dan perlahan tangannya menyentuh foto kedua anak kembar itu dengan tangan yang mulai gemetar. Tanpa test DNA pun Mahardhika yakin kedua anak Alranita adalah anaknya melihat kemiripan wajah mereka dengannya. Mungkin ada orang yang mirip dengan orang lain tanpa adanya ikatan darah namun hal itu sangat langka terjadi dan pada cerita Alranita dan Mahardhika, hal itu tidak mungkin terjadi karena Mahardhika ingat betul apa yang sudah ia dan Alranita lakukan di masa lalu. Tidak aneh kalau Alranita mengandung darah dagingnya mengingat bagaimana mereka berhubungan dulu. "Ergantara Putra dan Argantara Putra. Mereka anak kembar identik. Erga lahir lebih dulu dari Arga dan informasi ini saya dapat dari Ibu Tarmi yang menjadi pengasuh Erga dan Arga. Saya mendekati Ibu Tarmi dan berhasil mendapatkan informasi dari wanita paruh baya itu tanpa wanita itu sadari." Informasi yang Raga sampaikan membuat Mahardhika semakin yakin kedua anak itu adalah anaknya. Pasangan yang menjaga kedua anak kembar Alranita bukanlah keluarga suaminya. Mereka hanya pasangan paruh baya yang dipekerjakan Alranita dan temannya. Otak pandai Mahardhika tidak perlu informasi lebih lanjut mengenai kenapa Alranita menyandang status single parent. Jelas Alranita hidup berjuang seorang diri karena dirinya tidak tau kalau Alranita mengandung janinnya. Mahardhika mengusap wajahnya menyadari kenyataan yang terjadi saat ini. Tekad pria itu semakin bulat untuk mendapatkan maaf dari Alranita dan hidup dengan kedua putranya. Mahardhika memandangi foto Erga dan Arga lekat-lekat. Pria itu sangat yakin Erga dan Arga adalah putranya dan ia akan melakukan hal yang sudah sejak lama harus ia lakukan sebagai seorang ayah. Tekad Mahardhika semakin bulat. Ia akan memperjuangkan dan menjaga keluarganya. Mahardhika menatap Azka dan Raga secara bergantian, "Tolong segera cari tau bagaimana caranya membeli apartemen tempat Alranita tinggal saat ini. Saya ingin berada di dekat mereka dan memantau mereka secara langsung." Azka spontan membulatkan matanya, "Be-beli apartemen tempat tinggal Bu Alranita? Unit apartemennya atau-" "Satu geedung apartemen tempat Alranita tinggal, Ka. Saya ingin punya ases tidak terbatas untuk memantau mereka." Mahardhika dengan cepat memotong ucapan Azka dan menjelaskan maksud keinginannya. Azka menelan ludahnya sendiri. Mahardhika memang gila, Azka tau betul setelah bekerja menjadi asisten sekaligus sekretaris pria itu namun Azka tidak menyangka kala kegilaan atasannya itu bisa sampai separah ini. Azka pun akhirnya mengangguki permintaan atasannya itu dan jelas ia harus memutar otak bagaimaana cara memenuhi keinginan atasannya itu. Sementara di sisi lain Raga sudah dari tadi menganggukkan kepalanya. Raga hanya diam ketika Azka dan Mahardhika berbicara. "Saya bisa mengurus soal pembelian gedung apartemen itu. Anda hanya perlu mempersiapkan soal pembayarannya." Mahardhika dan Azka kompak menoleh ke arah Raga. Mahardhika dengan santai menganggukkan kepalanya berbanding terbalik dengan Azka yang kembali membulatkan matanya mendengar ucapan Raga. Raga yang melihat reaksi Azka pun memasang wajah datar dan pria itu menatap Mahardhika. "Soal uang bukan masalah besar. Azka akan mengurus semuanya." Mahardhika menoleh pada Azka sesaat sebelum kembali menatap Raga, "Tolong pastikan gedung itu menjadi milik saya dan saya memiliki akses tak terbatas dalam gedung itu agar saya bisa memantau Alranita dan kedua putra saya." Raga mengangguk, "Saya tidak memiliki informasi apapun yang perlu saya sampaikan lagi. Apa ada yang masih ingin anda bahas?" Mahardhika menghela nafas panjang dan menggelengkan kepalanya. Pertemuan itu selesai dan Raga pamit pergi meninggalkan ruangan itu di ikuti oleh Azka. Mahardhika menatap lurus ke arah jendela yang kini menampilkan langit sore kota Jakarta. Pria itu menatap langit yang semakin lama semakin gelap dengan kepala yang begkitu berisik berbanding terbalik dengan ruangan sunyi tempat pria itu berada saat ini. Kenyataan yang baru Mahardhika tau ini jelas membuat pria itu memikirkan banyak hal. *** Mahardhika duduk di dalam apartemen barunya dengan wajah puas dengan hasil kerja Raga. Mahardhika mulai berpikir untuk mempekerjakan Raga menjadi orang kepercayaannya karena hasil kerja pria itu yang sangat membuatnya terkesan. Kemarin Mahardhika meminta Azka dan Raga untuk mengurus pembelian gedung apartemen tempat Alranita tinggal namun Mahardhika tau kalau proses pembelian gedung apartemen tidaklah mudah. Namun Raga dengan inisiatifnya membeli satu unit apartemen di lantai yang sama dengan lantai tempat tinggal Alranita. Mahardhika akhirnya tinggal menempati unit apartemen itu karena Azka dan Raga sudah mengurus semuanya. Mahardhika hampir gila memikirkan kalau dua hari ini ia tidak bisa bertemu dengan Alranita namun kini ia bisa memantau Alranita dan kedua putranya dari dekat. Mahardhika dengan sengaja membuka pintu apartemennya, memberi celah kecil agar ia bisa melihat ke arah pintu apartemen tempat Alranita dan kedua putranya tinggal. Mahardhika mengintai Alranita dengan kepalanya yang begitu berisik. Mahardhika dengan cepat berdiri dan keluar dari persembunyiannya ketika Alranita keluar dari apartemennya, Mahardhika dengan cepat menyusul Alranita dengan langkah lebarnya dan menggengam tangan wanita itu dan menarik Alranita ke arah unit apartemennya yang jelas berlawanan dengan arah lift. Mahardhika membawa Alranita masuk ke dalam unit apartemennya dan dengan cepat pria menutup pintu. Alranita membulatkan matanya menyadari siapa yang berada di hadapannya saat ini. Alranita dan Mahardhika berada di dalam sebuah unit apartemen. Tubuh wanita itu menegang sempurna menyadari hal itu. Oksigen di sekitar Alranita seakan menipis lalu menghilag dan membuat Alranita tidak bisa bernafas. Situasi, kondisi dan pria yang berada di hadapan saat ini membuat wanita itu seakan terlempar ke masa lalu dan tiba-tiba tubuh Alranita meluruh ke lantai, kegelapan menguasai Alranita. Alranita jatuh pingsan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN