Hijaban!

1124 Kata
"Lu ngapain sih elu ke tempat ginian?" Mardi masih mengekor di belakang Lulu. Walau banyak protes tapi Mardi masih setia mengikuti Lulu. "Gue udah bilang, gue punya usaha khusus buat dapatin si ganteng itu," Lulu tersenyum lebar. Mardi menepuk jidatnya. Benar-benar ya si Lulu. Gadis itu mengajaknya ke outlet hijab yang cukup besar di kota ini. Dari tadi kerjaannya bolak balik bawa baju ke ruang ganti. "Mar, gue cakep gak sih pake ginian?" Lulu keluar dengan memakai jubah besar dengan kerudung lebar pula. "Waduh, muka elo sih masih cakep, tapi badan elo udah mirip orang-orangan sawah, anjir! Haha!" Sumpah, si Luna lucu jadinya. Bajunya kebesaran! Haha. Mardi sampai tertawa geli melihatnya. "Setan lo! Ck, terus yang cocok yang mana dong?" Lulu sedikit frustasi. Iya, pake baju manapun kalau longgar begini mana ada indah-indahnya? Body-nya malah gak kelihatan. Jauh dari kata seksi! Huft, Lulu bingung sendiri. Bibirnya mengembangkan senyuman saat melihat pelayan toko mendekat. "Mbak, sini deh!" ucap Luna sambil melambaikan tangannya. "Apa apa, Nona? Ada yang bisa saya bantu?" Pelayan itu mendekat ke arah Luna. Sejak tadi Luna bingung memilih baju. Kali aja pelayannya bisa ngasih solusi. Nyari baju yang cocok buat badannya. Sumpah ya, Luna sama sekali gak punya pengalaman mengenai baju lebar beginian. Si Mardi aja sampai tertawa mengejeknya. Menyebalkan! "Kalau cowok modelan ustat itu doyannya baju yang gimana sih?" tanya Luna. Sesembak bukannya langsung ngasih saran, tapi malah menatap Lulu dari atas sampai bawah. "Um, Nona mau saya bawakan baju syar'i?" tanyanya. "Ya gak tahu namanya apa, entah syar'i entah mar'i kek, yang jelas cariin baju yang paling didemenin para ustat dong!" ucap Luna. Ia sudah menyerah nyari sendiri. Mbak pelayan mengangguk, lalu tampak membawa baju. Mardi ikut duduk menunggu dengan Lulu. Lulu bengong, "Ha? Itu kan baju muslim pria? Masa saya harus pake gituan? Yang benar aja!" "Oh, katanya baju yang disukai ustat? Ini salah satunya, Nona. Kebanyakan yang ini. Produk best seller kami." Pelayan itu tampak kebingungan. Bangkenya lagi, si Mardi malah tertawa. "Itu bagus tuh! Gue jamin deh, si Ustat pasti tergila-gila, haha!" Lulu melotot ke arah si Mardi. Lalu kembali beralih ke pelayan lagi. "Ck, baju buat saya, Mbak. Jadi saya mau pake baju yang bikin ustat suka sama saya gitu lho!" Si Mbak jubah nampak kebingungan. "Oh maaf, salah ya? Baik, saya coba carikan ya?" "Iya cepat ya!" Luna sedikit kesal. Bisa-bisanya malah dikasih baju pria. Pelayan itu kembali dengan menbawa baju yang berbeda. Lulu melongo, "Ha? Kok baju penguin begitu sih?" Si Mbak mulai terlihat kesal dengan permintaan anehnya Lulu. "Ini namanya hijab syar'i, Nona. Banyak para istri Ustat yang membeli ini. Kalau yang ini versi remaja. Silakan dipilih yang Anda suka." Lulu mengerutkan keningnya, "Baju emak-emak sama baju remaja kok sama semua ukurannya? Ada gak yang agak kelihatan lekuknya gitu?" Si Mardi mendekat dan berbisik, "Lo kira di sini bakalan ada baju laknat? Kagak woy, baju malaikat semua!" Lulu hanya mencebik kesal. Dan kembali fokus ke pelayan itu. "Um, kalau produk kami semuanya insya Allah tidak ada yang membentuk lekuk tubuh. Aman dan sesuai syariat." Waduh, bener apa kata si Mardi, di sini bajunya modelan penguin, kalaupun atasan juga masih mirip jubah. Lulu menatap ngeri ke pakaian yang dipilihkan pelayan itu. Tapi katanya baju ini sering dipilih sama istri Ustat ya? "Ya udah, saya ambil yang remaja aja." "Baik, Nona." Lulu dan Mardi keluar dari outlet. "Lo mau langsung pulang?" tanya Mardi. "Bentar deh, gue cek sesuatu dulu." "Ngapain?" Lulu tersenyum lebar. Ia mengeluarkan ponselnya. Berfose di depan outlet itu. "Mau laporan ke ayang kalau gue udah bela-belain beli hijab demi dia, ahay!" "Jir, gak ada kerjaan banget sih lo? Yang ada tuh ustat ngerasa ilfeel sama lo." "Sotoy lo, belum tahu aja gimana usaha gue, haha!" Lulu benar-benar memposting foto selfinya barusan di akun medsosnya. Tentu saja sebelumnya Lulu sudah mengikuti Raihan. Ada bagusnya juga Lulu tahu kalau si Ragil itu adik dari Raihan. Dengan sengaja Lulu menandai akun Ragil. Tujuannya sih biar ke baca sama Raihan. Cerdas kan? Mardi hanya menggeleng, kelakukan Lulu sudah tak tertolong lagi. Semoga saja si Ustat itu gak trauma. Lulu sampai di rumah sekitar jam empat sore. Rumah ramai banget hari ini. Makin hari agen dan distributor kosmetik yang diproduksi Amar dan Sinta terus bertambah. Selain itu, Amar dan Sinta juga berjualan secara online. Ada rumah khusus untuk live jualan. "Lulu! Sini kamu!" Lah, baru datang udah kena sambar petir. Lulu mendekat ke Santi. "Ada apa, Ma?" Lulu merebahkan tubuhnya di atas sofa. "Ngapain kamu posting beginian?! Aduh, Mama malu sama orang-orang." "Lah, emang kenapa, Ma?" "Noh, tadi ada Raihan ke sini. Mau ngirim barang sama adiknya." "Terus?" "Ya orang-orang langsung curiga. Dikiranya kamu beneran mau nikah sama si Raihan." "Ya bagus dong, Ma. Artinya usahaku gak sia-sia. Ya kan?" "Ck, bukan itu! Tapi Mama dikasih tahu tetangga katanya Raihan sudah punya calon istri. Kamu dikira jadi perusak hubungan mereka. Duh, kacau deh!" "Lah, baru saja aku posting tadi siang. Masa udah pada baca sih?" "Heh, udah Mama bilang kok, Raihan itu anak dai kondang. Akunnya mesti banyak pengikut. Dipantau lah! Kamu nandai dia seenak jidat! Bahkan yang paling nyesek ada yang ngatain kamu di komentar katanya kamu gak tahu diri." Bukan Lulu namanya kalau mudah tersinggung. Anak itu malah tertawa geli, "Masa sih? Berarti postingan aku banyak yang komen ya?" "Iya! Hapus gih!" "Eh, Raihan suka ngisi kajian gak sih, Ma?" Mama menatap Lulu dengan tatapan curiga, "Mau ngapain kamu? Jangan mengacau di tempat ngaji!" "Dih, Mama kok gitu? Aku beneran mau ngaji, Ma. Tuh, aku udah beli jubahnya kok. Masa niat baik gak boleh sih?" Mama terlihat kesal. "Mama tahu kamu. Jangan bikin ulah!" "Ada apa, Ma?" Amar datang. "Pa, aku mau ngaji, masa gak dibolehin sama Mama?" Lulu langsung mengadu. "Beneran, Ma? Kenapa dilarang? Kan bagus itu." Yes! Lulu bersorak! "Iya, Pa. Kan aku mau jadi anak baik. Boleh kan ikut kajian?" "Ah, kebetulan. Malam ini ada kajian di mesjid agung kota. Nanti Papa antar." "Ha? Di Mesjid Agung? Gak di pesantrennya Pak Kiyai Wahyudin aja, Pa?" tanya Lulu. Ikut kajian sih, tapi maunya sama Raihan, huhu. Kalau sama yang lain mah emoh dia. "Nah bagus, Pa! Bawa ke sana si Lulu, biar beneran jadi anak baik. Mama setuju!" Kali ini giliran Sinta yang tersenyum lebar. Sukur deh, daripada Lulu ke pesantren Pak Kiyai Wahyudin, bisa berabe nanti. Gak jamin anak itu gak bikin ulah di sana. "Pa, ke pesantren aja yuk!" Lulu membujuk papanya. "Gak bisa, Lu. Soalnya Raihan ngisi kajian di sana. Jadi jadwal di pesantren dialihkan ke Mesjid Agung." Seketika pupil mata Lulu melebar. "Wah, seriusa?! Hayuk, Pa! Lulu mau maskeran dulu!" "Lah, ngapain?" Lulu lari ke kamarnya, "Biar cantik!" Semoga saja ada perkembangan setelah ketemu di kajian. Lulu tersenyum senang. Rela deh pake hijaban asal jalan ke Raihan terbuka lebar!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN